Dunia dalam Bahaya Gara-gara Pembalut, Kok Bisa?

Ilustrasi (Dok: Istockphoto/iiievgeniy)

JAKARTA (Surya24.com) - Pembalut sebagai produk yang membantu wanita saat menstruasi disebut membahayakan dunia. Apakah benar?

Lebih dari 50 persen populasi dunia mengalami menstruasi, tetapi hubungan antara kebersihan kewanitaan dan dampaknya pada lingkungan belum terlalu banyak.

Padahal produk kebersihan kewanitaan seperti pembalut yang hanya sekali pakai menyumbang sampah yang cukup banyak.

Kenapa Tikus Selalu Jadi 'Tumbal' Uji Coba?

Di Amerika Utara, hampir 20 miliar pembalut wanita, tampon, dan aplikator dibuang ke tempat pembuangan sampah di setiap tahun.

Melasnsir cnnindonesia, saat dibungkus dengan kantong plastik, limbah produk kewanitaan membutuhkan waktu berabad-abad untuk terurai.

Menurut sebuah studi di Harvard, rata-rata wanita menggunakan lebih dari 11 ribu tampon selama hidupnya, meninggalkan sampah dengan jumlah jauh lebih banyak melampaui umurnya.

Beban limbah yang sangat besar tersebut bukanlah satu-satunya dampak ekologis dari produk-produk kewanitaan sekali pakai.

Sebuah Life Cycle Assessment of tampon yang dilakukan oleh Royal Institute of Technology di Stockholm, menemukan dampak terbesar pada pemanasan global disebabkan oleh pemrosesan LDPE (low-density polyethylene, termoplastik yang terbuat dari monomer ethylene) yang digunakan dalam tampon sebagai bagian belakang plastik pembalut wanita. Bahan tersebut membutuhkan energi yang dihasilkan bahan bakar fosil dalam jumlah tinggi untuk pembuatannya.

Kemudian produk kewanitaan juga meninggalkan jejak karbon yang cukup banyak. Dalam satu tahun, produk ini meninggalkan jejak karbon setara dengan 5,3 kilogram karbondioksida.

Kehadiran produk yang bisa dipakai berulang kali sebetulnya bisa mengurangi dampak lingkungan yang dihasilkan pembalut dan produk kewanitaan lainnya.

Belakangan, kampanye penggunaan barang-barang ramah lingkungan kian digalakkan, mulai dari sedotan plastik, gerakan membawa botol minum, hingga kantung plastik berbayar. Gerakan-gerakan semacam ini mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjadi agen perubahan demi bumi yang lestari.

Wanita juga bisa menjadi agen perubahan dengan mengganti penggunaan pembalut menjadi produk yang lebih ramah lingkungan seperti reusable pad dan menstrual cup.

Jika masih asing dengan kedua produk tersebut, para wanita juga bisa menggunakan pembalut ramah lingkungan seperti yang dibuat oleh seorang mahasiswa Program Studi Fisika ITB bernama Difa Ayatullah.

Konsep pembalut biodegradable ramah lingkungan buatan Difa menerapkan dua prinsip penting dari segi prototyping.

Pertama, material absorbent layer berupa kapas pada pembalut konvensional diganti menjadi material plant-based sehingga memunculkan sifat organik.

Kedua, lapisan plastik di bawah pembalut dimodifikasi menjadi material bioplastic sehingga tidak akan mencemari lingkungan.

Selain kedua aspek tersebut, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pembalut biodegradable dengan pembalut konvensional dari segi bentuk maupun kegunaannya.***