Ternyata 5 Teknologi Ini Membuat Piala Dunia 2022 Qatar Berbeda dari Sebelumnya

Ilustrasi (dok:kompas.com)

JAKARTA (SURYA24.COM)  - Piala Dunia 2022 Qatar resmi dibuka mulai Minggu, 20 November 2022 di Stadion Al Bayt di Al-Khor. Demi menggelar kompetisi sepak bola akbar ini, Pemerintah Qatar menyiapkan delapan stadion yang akan digunakan sebagai arena pertandingan.

Melansir kompas.com, namun, bukan cuma stadion yang disiapkan Pemerintah Qatar untuk menghelat Piala Dunia 2022. Qatar juga mengandalkan beberapa teknologi untuk mendukung Piala Dunia 2022.

Beberapa teknologi kemungkinan baru diaplikasikan di Piala Dunia tahun ini, meskipun ada pula yang sudah pernah digunakan di ajang sepak bola lainnya. Berikut lima teknologi yang digunakan di Piala Dunia 2022 Qatar, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Gizmodo, Sabtu (26/11/2022).

Piala Dunia 2022 Qatar menggunakan bola resmi bernama Al-Rihla, yang diluncurkan oleh Adidas sejak awal tahun 2022. Melansir laman resmi Adidas, Al Rihla menggunakan teknologi baru "connected ball" yang dikembangkan Adidas.

Teknologi ini disebut bisa mendukung kinerja sistem VAR (video assistant referee/asisten wasit video) dengan memberikan akurasi data, seperti dampak dan pergerakan setiap tendangan dan sundulan di lapangan. Dari luar, Al Rihla tampak biasa saja seperti bola sepak pada umumnya.

Namun, di dalamnya tertanam sensor gerak bernama Adidas Suspension System yang ditenagai oleh baterai yang bisa diisi ulang. Sensor ini disebut mengirimkan data 500 kali per detik.

Sensor gerak tersebut mengirimkan data ke Video Match Officials FIFA yang nantinya akan meninjau data secara langsung untuk menentukan keputusan offside.

Teknologi ini juga membantu menyelesaikan perselisihan akibat sentuhan yang diperedebatkan, seperti handsball. Meskipun dibekali tekologi baru, Al Rihla disebut tidak akan mempengaruhi performa bola.

Teknologi offside semi-otomatis

Salah satu keputusan yang kerap menjadi kontroversi di sepak bola adalah offside. Untuk itu, di Piala Dunia 2022 Qatar kali ini menggunakan teknologi yang bisa membantu keputusan offside lebih akurat, yakni teknologi offside semi-otomatis/semi-automated offside technology.

Teknologi ini menggunakan 12 kamera yang terpasang di bawah atap stadion untuk melacak pergerakan bola. Teknologi ini juga melacak 29 titik tubuh pemain. Seperti diketahui, seorang pemain dikatakan offside apabila mereka lebih dekat ke gawang dibanding bola dan pemain belakang lawan, ketika umpan diberikan oleh rekan tim. FIFA mengatakan, titik data tersebut akan diukur hingga 50 kali per detik.

"Dengan menggabungkan data pelacakan tungkai pemain dan bola, serta menyematkan kecerdasan buatan, teknologi ini akan memberikan peringatan offside otomatis kepada perangkat pertandingan yang ada di ruangan operasional video, setiap kali bola diterima oleh penyerang yang ada di dalam posisi offside di lapangan," tulis FIFA dalam blog resminya.

Sesaat setelah wasit memutuskan offside, sistem akan membuat animasi 3D untuk menggambarkan posisi tubuh pemain saat bola dimainkan. Kemudian, video akan ditampilkan ke sebuah layar raksasa agar bisa dilihat semua orang.

Kamera pengawas yang lebih ketat Konon, Piala Dunia 2022 Qatar menjadi salah satu yang "terketat" sepanjang sejarah. Sebab, stadion akan dilengkapi kamera pengawas yang lebih canggih. Setiap orang yang masuk ke stadion, akan dilacak oleh 15.000 kamera yang dilengkapi teknologi facial recognition (pengenal wajah).

Teknologi ini dikendalikan oleh pusat komando yang terdiri dari beberapa teknisi yang memantau dan menganalisa rekaman kamera.

Sistem pengawasan kamera ini bukan hanya dipasang di area stadion, tapi meluas hingga ke tempat umum, seperti stasiun kereta api dan bus yang dekat dengan stadion. Selain itu, ada pula drone yang kabarnya akan diterbangkan untuk mengukur seberapa padat kerumunan.

Aplikasi untuk pemain Lihat Foto Aplikasi FIFA Player yang bisa dimanfaatkan para pemain negara peserta Piala Dunia 2022 Qatar.

FIFA Untuk pertama kalinya, pemain di Piala Dunia 2022 Qatar diberi akses untuk menggunakan aplikasi FIFA Player App. Aplikasi ini kabarnya dikembangkan berdasarkan masukkan dari pemain profesional. Lewat aplikasi ini, pemain bisa mendapatkan informasi dan data kinerja mereka di lapangan, segera setelah setiap pertandingan usai.

Aplikasi FIFA Player terdiri dari data dan metrik intelijen yang dihimpun oleh tim ahli FIFA yang akan menganalisa performa dan pelacakan data. Adapun beberapa data yang dilacak, seperti pergerakan pemain saat menerima bola, tekanan yang mereka lakukan terhadap lawan, dan masih banyak lainnya.

Aplikasi ini juga akan menampilkan metrik performa fisik yang dikumpulkan melalui pelacakan rekaman kamera di dalam stadion, seperti data kecepatan maksimal pemain. Metrik tersebut kemudian bisa dikombinasikan dengan penilaian lain terkait performa pemain.

Nantinya, hasil analisa data dan metrik itu bisa disinkronisasi dengan cuplikan pertandingan untuk mengevaluasi pemain.

Dr. Cool, sosok penting yang ikut mengembangkan teknologi AC raksasa di stadion-stadion yang digunakan dalam Piala Dunia 2022 Qatar, menjelaskan cara kerja teknologi pendingin raksasa.(FIFA) Teknologi pendingin (AC) di stadion bukanlah hal baru di perhelatan Piala Dunia.

Namun, teknologi ini dipercanggih untuk Piala Dunia 2022 Qatar. Sebab, Qatar memiliki lingkungan dengan suhu yang cukup panas. Saat Piala Dunia 2022 digelar, dilporkan suhu rata-ratanya sekitar 25 derajat celcius. Walhasil, Pemerintah Qatar melengkapi tujuh dari delapan stadionnya dengan teknologi pendingin raksasa untuk menjaga suhu di dalam stadion. Sistem pendingin raksasa ini dirancang dengan kemampuan hemat energi dan ramah lingkungan.

Teknologi ini dikembangkan oleh seorang Profesor Teknik dari Universitas Qatar, yakni Saud Abdulaziz Abdul Ghani atau yang dikenal juga dengan sebutan "Dr.Cool". Secara sederhana, teknologi pendingin raksasa ini mendinginkan udara dari luar yang mengalir ke stadion melalui pipa, yang kemudian dialirkan melalui grill di tribun dan nozzle di sisi lapangan yang besar.

Karena mengusung konsep hemat energi dan ramah lingkungan, AC raksasa ini ditenagai oleh energi matahari. Untuk mengawasi fluktuasi suhu, petugas menggunakan sensor yang diamati dari pusat komando. Mereka akan melakukan penyesuaian apabila diperlukan.***