ICW dkk Ungkap Dugaan 7 KPU Provinsi Ikut Instruksi KPU RI Ubah Status Parpol: KAMI Lintas Provinsi Tuntut Ketua KPU RI Dipecat

Ilustrasi KPU. (Foto: Andhika Prasetia/detikcom)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bersama organisasi lainnya menyampaikan temuan soal dugaan adanya praktik kecurangan dalam proses verifikasi faktual partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024. Organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih ini menyampaikan setidaknya ada 12 kabupaten dan 7 provinsi diduga mengikuti instruksi dari KPU Pusat untuk berbuat curang saat proses verifikasi faktual parpol.

"Per hari ini kami menemukan berbagai aduan dan informasi setidaknya ada 12 kabupaten dan 7 provinsi diduga mengikuti instruksi dari KPU Pusat untuk berbuat curang saat proses verifikasi faktual parpol peserta pemilu. Tentu temuan ini kami dalami, akan kami utuhkan semuanya sehingga nanti akan ada advokasi lanjutan," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers secara virtual, Minggu (18/12/2022).

Dikutip dari detik.com, Kurnia lalu memaparkan kronologi dugaan kecurangan saat proses verifikasi faktual parpol tersebut. Kurnia mengatakan hal itu diduga terjadi setelah proses hasil rekapitulasi verifikasi faktual parpol oleh KPU Provinsi kepada KPU Pusat pada 7 November lalu.

"Kronologi pertama, bermula 5 November 2022. Setelah melakukan verifikasi faktual parpol, KPU tingkat kabupaten/kota menyerahkan hasil verifikasi faktual ke KPU tingkat Provinsi. Pada 6 November 2022, KPU Provinsi melakukan rekapitulasi hasil verifikasi faktual parpol untuk seluruh kabupaten/kota melalui aplikasi yang dibuat KPU, yaitu SIPOL," kata Kurnia.

 

"Kemudian ini pentingnya, pada 7 November 2022, sedianya waktu ini dijadwalkan untuk agenda penyampaian hasil rekapitulasi verifikasi faktual parpol oleh KPU Provinsi kepada KPU Pusat," sambungnya.

Kurnia mengatakan indikasi kecurangan itu dilakukan oleh anggota KPU RI dengan cara mendesak KPU Provinsi melalui video call agar mengubah status verifikasi parpol dari mulanya tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS). Namun, lanjut Kurnia, kabarnya rencana ini sempat mengalami kendala.

"Karena beberapa anggota KPU daerah, baik provinsi ataupun kabupaten/kota, tidak sepakat untuk melakukan instruksi buruk tersebut. Sehingga, akibat hal itu, diduga strateginya berubah," katanya.

Kurnia melanjutkan, perubahan rencana itu pun melibatkan Sekjen KPU RI yang disebut memerintahkan sekretaris provinsi agar melakukan hal serupa. Sekjen KPU, kata Kurnia, dikabarkan sempat berkomunikasi melalui video call untuk menginstruksikan kepada jajaran penyelenggara KPU di daerah yang diserta ancaman mutasi.

"Caranya, sekretaris provinsi memerintahkan pegawai operator SIPOL, baik kabupaten/kota, untuk mendatangi kantor KPU Provinsi kemudian diminta mengubah status verifikasi partai politik," katanya.

"Kabarnya, sekretaris jenderal sempat berkomunikasi melalui video call lagi untuk menginstruksikan secara langsung disertai dengan ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak. Temuan ini mengonfirmasi dugaan kita sebelumnya," lanjut Kurnia.

Selain itu, Kurnia mengatakan pihaknya pun mendapat kabar adanya dugaan iming-iming kepada struktural penyelenggara KPU di daerah. "Kami juga mendapatkan kabar ada dugaan iming-iming yang disampaikan oleh jajaran petinggi KPU Pusat kepada struktural penyelenggara KPU daerah. Iming-imingnya apa, iming-iming nanti untuk dipilih pada proses pemilihan calon anggota KPU Provinsi, kabupaten/kota yang akan digelar tahun 2023 mendatang," katanya.

Advokat Themis Indonesia Law Firm, Ibnu Syamsu Hidayat, mengatakan pihaknya telah menyampaikan somasi terhadap KPU RI terkait dugaan kecurangan, manipulasi, dan pelanggaran hukum dalam verifikasi faktual parpol. Ibnu mengatakan dugaan kecurangan itu yakni dengan mengubah status verifikasi parpol yang mulanya tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS).

"Ada beberapa daerah ada perubahan yang mulanya tertera parpol tertentu TMS kemudian itu menjadi MS tanpa melalui proses pengaduan yang sah, baik yang dilakukan sebelum perbaikan ataupun setelah perbaikan. Memang parpol-parpol ini adalah partai yang sebetulnya tidak memenuhi syarat akan tetapi dijadikan memenuhi syarat," kata Ibnu dalam kesempatan yang sama.

"Pelanggaran dari TMS menjadi MS dari sejumlah partai tersebut kami menduga dilakukan oleh anggota KPU RI atau pejabat KPU RI kemudian anggota KPU Provinsi atau kabupaten/kota atau pejabat KPU Provinsi atau kabupaten/kota," lanjut dia.

KPU Sudah Pernah Tepis Dugaan Manipulasi dan Intimidasi

detikcom sudah menghubungi beberapa komisioner KPU mengenai temuan yang disampaikan dalam konferensi pers (konpers) Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih tersebut. Salah satunya merespons tidak mengikuti konpers itu. Sekjen KPU yang dihubungi juga belum merespons.

Namun, KPU RI sebelumnya telah angkat bicara dan menepis dugaan manipulasi data dan intimidasi terkait proses verifikasi faktual parpol calon peserta Pemilu 2024. Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan Internal KPU RI Mochammad Afifuddin mengungkapkan pihaknya siap memberikan penjelasan terkait beredarnya informasi soal manipulasi tersebut.

"Kami menelusuri informasi yang beredar. Pada saat yang sama kita mengikuti proses penetapan partai dan pengambilan nomor urut. Tentu ketidakpuasan atas situasi itu pasti ada dampak dan mekanismenya," ujar Afif usai menghadiri acara launching IKP di Redtop Hotel & Convention Center, Pecenongan, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (16/12).

"Mungkin ada yang ke Bawaslu, ke DKPP, kami siap untuk menjelaskan dan memberikan penjelasan dan ditanyakan misalnya oleh partai yang tak masuk, oleh para pihak yang menduga yang disampaikan di media," sambungnya.

Afif mengatakan KPU akan menghadapi jika ada laporan-laporan soal kecurangan itu. Dia menyebut pihaknya tengah melakukan pemeriksaan atas informasi yang beredar.

Tuntut Ketua KPU RI Dipecat

Sementara itu, buntut adanya somasi dari sejumlah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah kepada KPU RI karena dianggap mendapatkan intimidasi dalam proses verifikasi faktual partai politik (parpol), Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) lintas provinsi menyampaikan dua tuntutan tegas.

Dua tuntutan KAMI lintas provinsi itu disampaikan melalui pernyataan sikap yang berjudul "Rekayasa KPU RI Dalam Proses Verifikasi Faktual Peserta Pemilu Merupakan Kejahatan Demokrasi".

Dalam pernyataan sikap yang diterima Kantor Berita Politik RMOL pada Minggu (18/12), disebutkan bahwa KPU RI mendapatkan somasi dari sejumlah anggota KPU daerah yang mengaku mendapatkan intimidasi dalam proses verifikasi faktual partai politik.

Intimidasi itu disebut dilakukan agar para anggota KPU di daerah untuk meloloskan beberapa partai yang awalnya Tidak Memenuhi Syarat (TMS), lalu menjadi Memenuhi Syarat (MS), dan sebaliknya.

Selain itu, disebut pula bahwa KPU pusat terindikasi kuat dalam kendali kekuatan istana atau kekuatan besar lainnya. Hal itu dikarenakan, meloloskan partai-partai tertentu yang akan memecah dukungan suara bagi partai yang selama ini dianggap oposan, serta mengamputasi kemunculan partai yang sangat kritis terhadap rezim oligarki.

"Bahwa, tindakan KPU diduga kuat atas kendali penguasa guna menafikan persyaratan yang objektif kemudian dengan memaksa KPU daerah untuk merubah TMS menjadi MS dan sebaliknya, sangat lah berbahaya bagi proses politik di Indonesia, lebih tepatnya merupakan kejahatan demokrasi," bunyi pernyataan sikap dengan nomor 29/XII/2022.

Selanjutnya, KAMI lintas provinsi menilai, kejahatan melalui rekayasa apapun demi meraih kemenangan dan untuk melanggengkan kekuasaan adalah cara-cara machiavelist yang melanggar etika berbangsa maupun perundangan. Sehingga, hal tersebut harus dilawan oleh semua kekuatan rakyat, karena sangat berbahaya bagi masa depan NKRI.

 

Tak hanya itu, KAMI lintas provinsi juga menilai, bahwa tindakan kejahatan yang dilakukan di awal menetapkan parpol peserta pemilu melalui penipuan, jika tidak segera ditindak tegas, ke depan KPU akan selalu "bermain" melalui tipuan.

Akibatnya, rakyat diyakini tidak akan mempercayai KPU, sehingga Pemilu 2024 dalam mara bahaya dan bisa berakhir fatal.

"Bahwa, adanya kejahatan demokrasi, tanpa diminta rakyat dipastikan akan bergerak secara paksa untuk menghentikan dan membubarkan rezim," bunyi paragraf keenam pernyataan sikap ini.

Atas dasar itu, KAMI lintas provinsi menyampaikan dua tuntutannya. Yaitu, meminta Ketua KPU RI harus diberhentikan secara tidak hormat beserta komisioner lainnya yang terlibat. Dan meminta agar menghentikan semua upaya dan rekayasa memanipulasi proses tahapan pemilu, yang berpotensi akan merusak dan mencederai proses demokrasi di Indonesia.

Pernyataan sikap ini ditandatangani oleh KAMI Jawa Tengah, Mudrick SM Sangidu; KAMI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Syukri Fadholi; KAMI Jawa Timur, Daniel M Rasyid; KAMI Jawa Barat, Syafril Sjofyan; AP KAMI DKI Jakarta, Djudju Purwantoro; KAMI Banten, Abuya Shiddiq; KAMI Sumatera Utara, Zulbadri.

Selanjutnya, ditandatangani oleh KAMI Riau, Muhammad Herwan; KAMI Kalimantan Barat, Mulyadi; KAMI Sumatera Selatan, Mahmud Khalifah Alam; KAMI Sulawesi Selatan, Geralz Geerhan; KAMI Kepulauan Riau, Makhfur Zurachman; KAMI Jambi, Suryadi; KAMI Aceh, Saiful Anwar; dan Sekretaris Sutoyo Abad. ***