Kisah Misteri Pak Karto yang Suka Laku Prihatin Demi Punya Anak 10, Ini Akibatnya Apa Itu?

JAKARTA (SURYA24.COM) JAKARTA - Pak Karto, seorang kakek. Sewaktu muda dia dikenal suka laku prihatin. Dia juga suka menyepi. Kadang bertapa di gua-gua. Zaman dahulu, hal-hal seperti itu biasa dilakukan oleh sebagian orang. Buah dari tirakat, Pak Karto punya ‘ilmu’.

Ilmu itu misalnya ngrogoh sukma. Meski terlihat di satu tempat, tetapi bisa terlihat juga di tempat lain. Pernah juga dengan kepalan tangannya, tembok ambrol dihantam Pak Karto.

Dengan tangan kosong, ada sepuluh begal bisa dikalahkan. Meski punya ilmu seperti itu, Pak Karto termasuk orang yang hidup sederhana.

Termasuk orang ulet dan pekerja keras mengembangkan usaha kijingnya. Kadang sampai larut malam, dia natah-natah batu dibuat kijing demi kebutuhan keluarga.

Setiap semedi di gua-gua, Pak Karto sering ditampaki sosok makhluk halus. Suatu ketika, Pak Karto punya keinginan memiliki anak sepuluh, laki-laki semua.

Keinginan itu disampaikan kepada sosok yang sering tampak itu. Sosok itu anggap saja jin.

Jin menganggap hal itu mustahil. Kalau harus terwujud, salah satunya harus ada anak perempuan. Alias, tak semuanya bisa laki-laki.

Setelah menyampaikan keinginan itu, Pak Karto memang mempunyai anak banyak. Anak pertama sampai anak ketiga berjenis kelamin laki-laki.

Yang berjenis kelamin perempuan, anak yang keempat. Anak kelima sampai anak kesepuluh berjenis kelamin laki-laki.

 

 

Dari anak-anaknya itu, anak yang nomor dua meninggal dunia sebelum usia dua tahun. Ceritanya, saat itu malam hari Pak Karto dan istrinya sedang duduk di lincak.

Tiba-tiba ada sosok yang datang mau minta anaknya yang pertama. Pak Karto alot tak bersedia kalau anak mbarep-nya harus diambil. Terjadi perdebatan alot.

Bahkan, Pak Karto sempat mengeluarkan pedang dari kamarnya. Sosok yang datang itu hanya bisa dilihat Pak Karto. Istrinya tidak bisa melihat.

Setelah pertarungan sengit, Pak Karto akhirnya bersedia asal yang diambil adalah anak nomor dua. Saat itu usianya belum genap dua tahun. Memang anak nomor dua meninggal dunia tak lama kemudian.

Dalam perjalanan waktu, dari kesepuluh anaknya ternyata yang meninggal lagi adalah anak nomor enam, tujuh, dan sembilan.

Uniknya, semua yang meninggal itu belum genap berumur dua tahun. Pak Karto kini sudah meninggal dunia. Saat petinya hendak diangkat dan dibawa ke pemakaman, lantai ubin di bawah peti retak-retak.

Selain itu, genteng rumahnya tiba-tiba pecah. Kata orang-orang, ‘ilmu’-nya lenyap seiring kematiannya. (Seperti dikisahkan Hendra Sugiantoro di Koran Merapi) *