Ternyata Bukan Hanya Ferdy Sambo, Ini Dia Jenderal yang Pernah Divonis Mati

Brigjen Soegeng Soetarto (tengah) disidang di Mahkamah Luar Biasa pada 14 Agustus 1973. (Sumber: Dispen Polri/Repro 30 Tahun Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).

 

JAKARTA (SURYA24.COM)  - Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh hakim Wahyu Imam Santoso dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Vonis kepada mantan Kadiv Propam Polri itu lebih tinggi dari tuntutan jaksa yakni penjara seumur hidup.

Ternyata, bukan hanya Ferdy Sambo, seorang jenderal yang pernah dihukum mati oleh hakim. Jauh sebelum Sambo, ada jenderal lain yang pernah menerima vonis mati.

Apakah detikers tahu tokoh tersebut? Berikut detikSumut berikan faktanya!

Dalam sejarah kepolisian di Indonesia, Ferdy Sambo bukan satu-satunya yang diberikan vonis mati dalam persidangan. Brigadir Jenderal Raden Seogeng Soetarto menjadi jenderal pertama yang dijatuhi hukuman mati.

Seogeng Soetarto lahir pada 11 Juni 1918 di Jatilawang, Purwokerto. Seogeng Soetarto tercatat menjadi anggota milisi Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), ketua Partai Buruh Kutoarjo, dan Wakil Kepala Polisi Kutoarjo pada masa perang kemerdekaan.

Setelah melewati masa perang kemerdekaan Seogeng Soetarto kemudian diberikan amanah untuk memimpin Kepolisian di Semarang. Dalam buku Revolusi Nasional 1945 di Semarang karya Moehkardi menjelaskan bahwa dalam mengimbangi pasukan sekutu, Indonesia akhirnya meleburkan seluruh potensi tempur di Semarang menjadi satu dalam kesatuan polisi. Penamaan pasukan tempur itu adalah Polisi Tituler.

Akibatnya, rencana itu membuahkan hasil terciptanya pasukan polisi sebanyak empat kompi di Semarang.

"Dengan cara demikian, pada waktu itu di Semarang bisa tersusun pasukan polisi sebesar empat kompi di bawah pimpinan Komisaris Polisi Soetarto," tulis Moehkardi.

Memoar Hario Kecik mencatat bahwa Seogeng Soetarto adalah pejuang 1945 yang jujur, seorang intelektual berprinsip yang konsekuen. Hal tersebut disampaikan Mayjen TNI (Purn) Soehario Padmodiwirio.

Karena itu Bung Karno memberi kepercayaan penuh kepadanya. Ia ditugaskan di bidang intelijen. Dalam rangka penugasannya itulah saya kenal dia. Pernah kami berdua bertugas mengawal Bung Karno ke luar negeri: Tokyo, Wina, Paris, dan Roma," kata Suhario.

Kiprah Seogeng Soetarto nyatanya tak dipandang sebelah mata. Ken Conboy mengatakan dalam buku Intel: Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia bahwa Seogeng Soetarto pernah menjadi Kepala Intelijen Kepolisian. Seogeng Soetarto dinilai Ken Conboy sebagai pendukung setia Sukarno, sehingga dia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Prestasi Seogeng Soetarto lainnya adalah Kepala Staf Badan Pusat Intelijen (BPI).

Hancurnya Karir Seogeng Soetarto

Genosida G30SPKI membuat banyak pihak merugi, tak terkecuali Seogeng Soetarto. Desus yang beredar bahwa Seogeng Soetarto merupakan didikan Pono, seorang pejabat di Biro Chusus PKI.

Dalam buku berjudul Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto karya John Roosa disebutkan bahwa menjadi suatu hal yang lazim apabila beberapa personel militer menyokong PKI sebab mendukung setiap kampanye militer yang dilancarkan Soekarno.

Tercatat bahwa PKI ikut dalam kampanye melawan pemberontakan DI/TII, PRRI, dan Permesta, PKI juga menyokong perebutan Irian Barat dari Belanda pada 1962. Akibatnya, penghormatan yang berlimpah ditujukan kepada PKI.

Dalam buku karya John Roosa tersebut dijelaskan bahwa Seogeng Soetarto memiliki rasa hormat yang tinggi terhadap PKI.

"Pendapat mantan direktur BPI, Brigjen Soetarto barangkali bisa dianggap mewakili pandangan kebanyakan pejabat pro-Sukarno. Dalam sidang Mahmilub dia mengakui mempunyai rasa hormat yang tinggi terhadap PKI," tulis Roosa.

Akibatnya pada 1973, Seogeng Soetarto disidang di Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). Dalam Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto disebutkan Subandrio yang dihadirkan sebagai saksi menyudutkan Seogeng Soetarto.

 

"Subandrio, atasan langsung Soetarto, mengatakan dalam kesaksiannya bahwa dia tidak kenal tertuduh secara akrab. Hubungan dengannya sebatas karena diperintahkan Bung Karno," tulis Roosa.

Akhirnya Mahmilub memutuskan Seogeng Soetarto bersalah. Adapun alasannya adalah Seogeng Soetarto dianggap memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Dan hakim memberikan hukuman mati kepada Seogeng Soetarto.

Pada 1980-an, hukuman Seogeng Soetarto bersama Subandrio dan mantan Kepala Staf Angkatan Udara Omar Dani diubah menjadi hukuman seumur hidup. Ketiga istri tokoh tersebut merasa tak puas sehingga mengajukan grasi. Grasi tersebut akhirnya disetujui dan pada 2 Juni 1995 Presiden Soeharto memberikan grasi.***