Pengalaman Horor Mas Tohari Naik Kapal Tiga Hari Berputar-putar di Tengah Lautan, Kok Bisa? ternyata ini Penyebabnya

(Dok: Pramono Estu)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Tohari naik kapal laut untuk menjemput saudaranya di Medan. Dari Bantul, dia naik bus menuju Tanjung Priok, Jakarta. Naik kapal laut, sebagaimana alat transportasi lain, ada risikonya. Tenggelam misalnya.

Tohari berharap perjalanannya selamat sampai tujuan. Tak ada aral melintang. Sampai dua hari perjalanan di laut lepas, lancar-lancar saja.

Di kapal laut, banyak kelasi dengan tugasnya masing-masing. Ada kelasi berpangkat rendah, ada kelasi setengah senior, ada kelasi senior.

 

Mereka menjalankan tugas tidak sepenuh waktu. Kadang istirahat di kabinnya. Di sela-sela waktu tidak ada pekerjaan, kadang mereka mengusir jenuh dengan menjaring ikan.

Tohari mengalami kejadian menggemparkan saat hari ketiga. Saat senja, tiba-tiba awan terlihat pekat. Semu-semu coklat. Ada angin bertiup kencang.

Pusat informasi kapal laut pun menginstruksikan para penumpang segera masuk ke dalam kapal. Angin yang tiba-tiba kencang, menabrak keras dinding kapal. Pintu-pintu kapal ditutup rapat. Tohari sempat mengintip kejadian di luar.

Dia bergidik ngeri. Bukan sekadar angin biasa, tapi badai. Di dalam kapal, kondisi penumpang kacau balau. Barang-barang berjumpalitan. Orang-orang menabrak benda-benda di sekitarnya.

Tohari pontang-panting mencari pegangan apapun yang bisa terpegang. Badai mengamuk. Untung kapal masih bisa bertahan. Ada sekitar satu jam amukan badai.

Bagi nakhoda dan kelasi kapal, peristiwa tersebut masih dianggap wajar. Cuaca buruk adalah risiko di lautan luas. Namun, kejadian badai tidak hanya satu hari. Hari berikutnya juga terjadi.

Hari ketiga juga terjadi. Selalu terjadi saat senja dan siap menjemput malam. Tohari yang berada dalam kapal takut-takut cemas. Badai kalau menghantam kapal membuat seisi kapal seperti diobok-obok.

Yang bikin heran, kapal laut semestinya siap berlabuh. Dihitung-hitung sudah lima hari. Tohari mendengar berita dari mulut ke mulut bahwa kapal ternyata tidak beranjak kemana-mana. Pelabuhan Belawan masih tiga hari sampai. Kok bisa, pikir Tohari.

Di antara para penumpang, ada satu orang yang bisa membaca “tanda-tanda”.

 

Serta-merta dia mengimbau agar pimpinan kapal mengeluarkan seekor kura-kura. Selidik punya selidik, ada kelasi kapal menjaring ikan. Yang didapat adalah kura-kura, lalu diangkat dan ditaruh di atas kapal.

Memang benar jika kompas kapal tidak berfungsi. Tiga hari ini, kapal yang bergerak hanya berputar-putar. Tetap di posisi semula saat kura-kura tadi ditangkap. Akhirnya, kura-kura itu diceburkan lagi ke laut.

Pengalaman Tohari ini sepulang dari Medan diceritakan ke tetangga desa. Konon, kura-kura merupakan salah satu binatang yang diberi umur panjang. Bisa ribuan tahun usianya.

Boleh jadi kura-kura yang ditangkap kelasi kapal adalah sebagian kura-kura penunggu tengah laut. (Seperti dikisahkan Hendra Sugiantoro di Koran Merapi) *