Kok Ada yang Tak Kena COVID Selama 3 Tahun? Auto Bikin Ilmuwan Sampai Kebingungan

(Foto: Getty Images/iStockphoto/scaliger)

JAKARTA (SURYA24.COM)- Pasca COVID-19 merebak sejak tiga tahun lalu. Virusnya terus bermutasi, mulai dari COVID-19 varian asli Wuhan, Delta, hingga Omicron. Meski total kasus infeksi dan kematian terbilang tinggi, banyak juga dari mereka yang tak pernah terinfeksi COVID-19. Hal ini menjadi pertanyaan besar para peneliti yang hingga kini belum menemukan jawabannya.

Oleh karena itu, tulis detik.com, riset ahli ini khusus mengamati apakah ada elemen genetik yang membuat seseorang tidak pernah tertular COVID-19.

"The Covid Human Genetic Effort yang dipimpin oleh para peneliti di Amerika Serikat meneliti orang-orang yang diketahui sempat terpapar virus, namun tak pernah terinfeksi. Misalnya pada petugas kesehatan ataupun orang yang tinggal serumah dengan pasien COVID," ucap Lindsay Broadbent, pengajar virologi Universitas Surrey, dikutip dari Theconversation, Minggu (19/2/2023).

Para ilmuwan melakukan pemeriksaan pada DNA dan mencari kemungkinan mutasi tidak biasa yang dapat menjelaskan resistensi terhadap infeksi SARS-CoV-2.

Studi yang dilakukan mengungkap anomali pada DNA manusia sebelumnya sudah mampu mengidentifikasi mutasi genetik yang membuat beberapa orang kebal terhadap infeksi lain.

 

"Studi yang berupaya mengungkap anomali dalam DNA kita atau disebut juga dengan studi asosiasi genome, telah mampu mengidentifikasi mutasi genetik yang membuat beberapa orang kebal terhadap infeksi lain seperti HIV atau norovirus," ujar Lindsay.

"Jika kita dapat mengidentifikasikan penyebab orang dapat kebal pada virus tertentu, maka secara teoritis hal itu dapat digunakan untuk mencegah infeksi," sambungnya.

Namun, pengetahuan tentang mutasi genetik itu tidaklah cukup. Para ilmuwan sudah melakukan penelitian dan memiliki pemahaman soal bagaimana mutasi genetik dapat melindungi seseorang dari norovirus. Namun, hingga saat ini belum ditemukan juga obat atau vaksin yang bisa digunakan untuk pengobatan virus tersebut.

Lindsay lantas menjelaskan jika kemungkinan hal ini tidak disebabkan oleh mutasi satu gen saja, namun pada banyak gen.

"Mungkin saja itu bukan mutasi pada satu gen, tetapi kombinasi mutasi pada banyak gen yang membuat sejumlah kecil orang kebal terhadap COVID. Menargetkan banyak gen tanpa menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan dapat menjadi rumit dan akan membuat lebih sulit untuk memanfaatkan pengetahuan ini untuk obat anti-COVID," pungkasnya.