Soal Kasus Rempang, Fores Sebut Bukti Oligarki jadi Prioritas Jokowi, Muhammadiyah-NU Sudah Bersuara Berikut Kata DPR

Direktur Eksekutif Sekretariat Nasional Forum Strategis Pembangunan Sosial (Fores), Fathullah Syahrul/Ist

JAKARTA (SURYA24.COM)-  Bentrok yang pecah dalam aksi penolakan masyarakat Pulau Rempang, Kepulauan Riau, dalam pembangunan Rempang Eco City, membuktikan oligarki masih menjadi prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Kami telah mengkaji dari beberapa aspek, bahwa memang kami melihatnya Presiden Joko Widodo pro terhadap kelompok-kelompok oligarki," ujar Direktur Eksekutif Sekretariat Nasional Forum Strategis Pembangunan Sosial (Fores), Fathullah Syahrul kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (19/9).

Menurutnya, di tengah kasus yang sedang berjalan ini, tak elok jika alasan Presiden Jokowi dalam memandang bentrokan itu, hanya karena persoalan kesalahan komunikasi semata.

Alumni Program Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Padjadjaran ini menilai, kasus yang terjadi di Rempang harus dipandang sebagai tragedi kemanusiaan dan pembunuhan kearifan lokal.

"Ini soal tragedi kemanusiaan dan pembunuhan kearifan lokal, kami rasa Presiden Jokowi perlu memahami soal itu, bahwa kepentingan rakyat di atas dari kepentingan apapun," katanya.

Fathullah mengungkapkan, jika kasus Rempang tersebut tidak dapat diselesaikan dengan baik, maka kasus itu akan menjadi catatan buruk di akhir masa-masa kepemimpinan Presiden Jokowi.

"Rakyat itu tidak bodoh, rakyat Indonesia sudah pintar, sebab masyarakat khususnya masyarakat adat punya cara tersendiri dalam mengelola tanah dan kehidupannya sendiri," pungkasnya.

Serius Perhatikan Konflik Rempang!

Sementara itu Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Aus Hidayat Nur menyatakan bahwa dua ormas Islam terbesar di Indonesia yakni NU dan Muhammadiyah bahkan sudah bersuara terkait dengan peristiwa di Rempang.

Oleh katanya, Aus berharap pemerintah harus serius merespons aspirasi tersebut.

“Bila dua Ormas Islam NU dan Muhammadiyah sudah kompak bersuara untuk isu yang sama, maka hal tersebut harus benar-benar mendapat perhatian serius dari Pemerintah,” tegas Aus dalam keterangannya, dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (19/8).

Aus mengatakan, NU menyatakan bahwa perampasan tanah rakyat yang yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha’ (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka hukum pengambil alihan tanah tersebut oleh Pemerintah adalah haram.

Sementara Muhammadiyah mengeluarkan 8 sikap yang di antaranya meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Kooridinator bidang Perekonomian Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco City sebagai PSN (Proyek Strategis Nasional).

“Maka sikap dua Ormas Islam besar di Indonesia itu menjadi pemandu masyarakat atas simpang siur tentang Rempang yang beredar,” tandas Aus.***