Ternyata Bukan Gigitan dan Air Senjata Mematikan Komodo, tapi Ini? Berikut Rahasia Ular Lahap dan Kalahkan Anakonda

Ilustrasi (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM)- Indonesia adalah negeri yang kaya akan keanekaragaman hayati, dengan berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang unik. Salah satu hewan yang menjadi kebanggaan dan ikon alam Indonesia adalah Komodo, yang terkenal sebagai kadal raksasa terbesar di dunia. Artikel ini akan mengulas tentang Komodo, karakteristiknya, habitat, ancaman yang dihadapinya, dan upaya konservasi yang sedang dilakukan untuk melindungi spesies langka ini.

Si Raja Kadal Raksasa

 Ciri-ciri Fisik Unik: Komodo (Varanus komodoensis) adalah hewan yang benar-benar unik. Mereka memiliki tubuh yang panjang, kaki berkepala besar, dan kulit kasar yang bersisik. Komodo dapat mencapai panjang hingga 3 meter dan berat mencapai 70 kg. Warna kulit mereka biasanya abu-abu dengan bintik-bintik cokelat, dan mata mereka memancarkan daya tarik mistis.

Habitat Asli: Habitat alami Komodo adalah di beberapa pulau yang tersebar di Kepulauan Nusa Tenggara, Indonesia, dengan Pulau Komodo, Rinca, dan Flores sebagai rumah utama mereka. Mereka hidup di lingkungan yang kering, termasuk savana, hutan tropis kering, dan pesisir.

Makanan dan Metode Berburu

Karnivora Pemangsa: Komodo adalah karnivora sejati. Mereka berburu berbagai jenis mangsa, termasuk rusa, babi hutan, dan bahkan karkas hewan besar yang telah mati.

Sistem Penyergapan: Salah satu ciri khas Komodo adalah kemampuan mereka untuk menyergap mangsa. Mereka menggunakan indra penciuman tajam mereka untuk mendeteksi bau darah mangsa yang terluka dari jarak jauh. Setelah menemukan mangsa, mereka melancarkan serangan dengan gigi tajam yang penuh dengan bakteri beracun.

Racun Mematikan 

Mengutip CNNIndonesia.com, seorang emak-emak digigit komodo di Pulau Rinca, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), saat sedang menjemur ikan di depan rumah. Seberapa mematikan gigitan sang 'naga'?

Ratna (46), warga Pulau Rinca, tengah menjemur ikan ketika seekor komodo sedang mengejar kambing, Senin (2/10). Tak mampu mengejar sang kambing, komodo sepanjang 2 meter dan tinggi 80 cm itu menjadikan ibu-ibu jadi korban alternatif.

"Komodonya lagi kejar kambing dari arah kuburan. Setelah kambing luput dari kejarannya kebetulan ibu-ibu ini ada lagi rapi (jemur) ikan, dia langsung sambar tangan. Untung ibu cepat tarik tangannya. Tapi, tangannya sudah tergigit," ujar Sumardi, suami korban, dikutip dari detikcom.

Sumardi mengatakan istrinya adalah korban kedua terjangan komodo sepanjang 2023 ini di sana.

Korban lalu dievakuasi menggunakan kapal cepat milik Taman Nasional Komodo ke IGD RS Siloam Labuan Bajo sekitar pukul 16.30 WITA. Sejauh ini, korban masih dalam perawatan.

Kekuatan racun

Komodo, satwa endemik di Indonesia, bisa membunuh mangsanya dengan menggunakan gigi tajam dan gigitan berbisa. Mangsa yang lolos dari serangan awal Komodo akan segera melemah dan mati.

 

Karnivora yang ganas ini akan melacak hewan yang terluka dan menyantapnya di waktu senggang setelah mangsanya pingsan.

Para peneliti telah menemukan bahwa gigitan kadal terbesar di dunia--biasa tumbuh hingga panjang 3 meter dan berat 50 kilogram--ini sangatlah berbisa, seperti dikutip dari National Geographic.

Para peneliti sejak lama mengira komodo membunuh dengan cara meracuni darah mangsanya dengan menggunakan berbagai jenis bakteri dalam air liur.

Namun, kata Bryan Fry, peneliti racun di Universitas Melbourne di Australia, "semua hal tentang bakteri [di air liur] ini hanyalah dongeng ilmiah."

Ia dan timnya kemudian mempelajari susunan biokimia bisa atau racun komodo usai mendapat kesempatan langka meneliti dua ekor komodo dari kebun binatang yang harus disuntik mati karena penyakit mematikan.

Tim menemukan bahwa bisa komodo dengan cepat menurunkan tekanan darah mangsa, mempercepat kehilangan darah, dan membuat korbannya syok sehingga membuatnya terlalu lemah untuk melawan.

Dalam racunnya, beberapa senyawa yang menurunkan tekanan darah sama kuatnya dengan yang ditemukan pada ular paling berbisa di dunia, yaitu ular Taipan di pedalaman Australia sebelah barat.

Penelitian sebelumnya menunjukkan spesies kadal lain-seperti iguana, kadal tak berkaki, dan biawak-juga berbisa. Fry memperkirakan hampir seratus dari 5.000 spesies kadal yang diketahui menggunakan racun.

Yang mengejutkan, kata Fry, adalah sistem pengiriman racun komodo yang rumit.

"Ini sistem saluran paling rumit yang pernah ditemukan pada reptil hingga saat ini," aku dia.

Ular biasanya memiliki saluran racun tunggal yang mengarah ke taringnya. Namun, Komodo memiliki banyak saluran yang terletak di antara giginya.

Namun, kata Fry, sistem ini membuat pengeluaran racun komodo tidak seefisien ular.

Ketimbang menyuntikkan racun secara langsung melalui gigitan yang kuat, komodo menggunakan gerakan gigitan dan tarikan khusus untuk mengeluarkan racun ke dalam luka selama serangan yang terus-menerus dan liar.

Dikutip dari The Guardian, Fry dan ilmuwan dari Melbourne University itu, dengan menggunakan model komputer, mengungkap kekuatan gigitan kadal raksasa ini sebanarnya lebih lemah dibandingkan dengan predator lain, seperti buaya air asin Australia.

Namun, dia punya kombinasi mematikan berupa gigi tajam dan bergerigi yang membuat banyak luka cabikan yang kemudian disirami racun.

"Mereka tidak seperti ular kobra, yang hanya bisa ular. Komodo punya persenjataan gabungan," kata Fry.

Lahap Mangsa 'Raksasa'

Seperti diketahui ular yang memegang rekor telan mangsa besar dibandingkan ukuran tubuhnya ternyata bukan piton atau anakonda. Gelar ini jatuh pada ular pemakan-telur afrika (Dasypeltis gansi) yang berukuran mungil.

Dasypeltis gansi merupakan ular asal Afrika yang kurus dan tidak berbisa. Ular ini memiliki mulut yang sangat besar sehingga dapat menelan telur burung berbentuk bulat secara utuh meskipun ukuran ular ini berukuran kecil dengan panjang hanya sekitar 102 sentimeter.

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada 8 Agustus di Journal of Zoology, kemampuannya untuk melahap mangsa yang jauh lebih besar dari dirinya sendiri berasal dari kulit yang bisa melar yang menghubungkan tulang rahang bawah kiri dan kanan ular.

Organ ini memungkinkannya untuk membuka mulutnya dengan sangat lebar.

"Mereka tampaknya menjadi pemegang rekor dunia untuk ukuran mulut dan ukuran keseluruhan mereka," kata penulis studi Bruce Jayne yang juga merupakan ahli biologi dan profesor di Departemen Ilmu Biologi di Universitas Cincinnati, dikutip dari LiveScience.

"Kemampuan mereka bahkan lebih ekstrem daripada ular piton Burma," imbuhnya.

Ular pemakan telur ini dapat melahap mangsa tiga hingga empat kali lebih besar dari ular yang diklasifikasikan sebagai generalis, seperti ular tikus hitam (Pantherophis obsoletus), yang memakan telur, hewan pengerat, serta amfibi.

Jayne menguji kemampuan ular pemakan telur afrika dalam menelan telur untuk menyelidiki apakah hewan ini memiliki mulut yang paling besar dibandingkan dengan ukurannya.

Di laboratorium, Jayne memberi makan ular ini dengan sebuah telur puyuh. Setelah menelannya secara utuh, ular tersebut memutar tulang belakangnya untuk memecahkan telur, dan akhirnya memuntahkan cangkang telur yang pecah. Seluruh proses berlangsung selama 15 hingga 30 menit.

Jayne mengatakan tidak adanya gigi pada spesies ini terbukti bermanfaat, karena membantu isi cairan telur tidak keluar saat ular menelannya.

"Menelan benda yang relatif keras dan halus itu sulit dilakukan. Memiliki gigi akan menyebabkan [isi telur] muncrat keluar [dari mulutnya] jika tertusuk oleh struktur tajam seperti gigi," jelas Jayne.

Ini bukan pertama kalinya Jayne menguji ukuran mulut ular. Tahun lalu, dia mempelajari seberapa lebar ular piton Burma (Python bivittatus) dapat membuka mulutnya.

Hasilnya, Jayne menemukan bahwa ular-ular tersebut juga memiliki kemampuan yang mengesankan untuk memakan mangsa yang lebih besar. Di alam liar, ular-ular tersebut diketahui dapat menelan rusa secara utuh.

Meski hal tersebut sangat mengesankan, Dasypeltis gansi mampu memakan mangsa dengan luas penampang lebih dari dua kali lipat dari ular piton Burma dengan berat yang sama.