Menelusuri Jejak D.N Aidit Usai Aksi Gerakan 30 September 1965

Penangkapan D.N Aidit oleh ABRI di Solo. ( Dok: Mus Subagio©2022 Merdeka.com)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Para pemimpin PKI disebut-sebut tidak berada di Jakarta saat Gerakan 30 September 1965 terjadi di Jakarta. Ketua CC Partai Komunis Indonesia, D.N Aidit menyerahkan tampuk pimpinan partai kepada Wakil Ketua III CC PKI, yakni Sudisman untuk mengawasi Gerakan 30 September yang dipimpin Syam Kamaruzaman.

Sementara itu, Wakil Ketua I CC PKI Lukman sudah berada di Jawa Tengah. Sementara Njoto berada di Sumatera pasca kasus perselingkuhannya.

Setelah Halim Perdanakusuma dikuasai oleh pihak Angkatan Darat (AD), Aidit bergerak ke Yogyakarta. Tujuannya mempersiapkan kedatangan Presiden Sukarno.

Merdeka.com menelusuri jejak D.N Aidit usai terjadinya aksi gerakan 30 September 1965 dari berbagai literasi.

Aidit Terbang Ke Yogyakarta

Langit masih gelap saat pesawat Dakota T-443 menyentuh landasan Pangkalan Udara Adisutjipto, Yogyakarta.

Diketahui dari buku G30S/PKI dan Peran Aidit, bahwa Aidit bertolak dari Jakarta ke Yogyakarta pada dini hari tanggal 2 Oktober 1965. Tepatnya pada pukul 01.30 WIB. Bersama sejumlah perwira AU, salah satunya Gubernur Akademi Angkatan Udara Komodor Udara Dono Indarto.

"Apakah tujuan kedatangan Yang Mulia ke Yogyakarta?" tanya Komodor Udara Dono Indarto kepada Aidit.

"Situasi di Yogyakarta panas, saya diperintahkan oleh Bung Karno untuk mempersiapkan, karena kemungkinan Bung Karno akan ke Yogyakarta," jawab Aidit yang ditemani oleh dua sekretarisnya.

Untuk diketahui, pada malam 30 September 1965, Gerakan tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi terjadi pula di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Kemudian, para perwira AU menawarkan Aidit untuk pergi menemui Sri Paku Alam karena menganggap kedatangan Aidit sebagai tugas negara. Akan tetapi, Aidit meminta para perwira untuk mengantarnya ke rumah Ketua CBD PKI Yogyakarta Soetrisno.

Mereka sempat tersesat dua kali. Ketika sampai, Aidit ditinggalkan sendirian. Para perwira sempat bertanya-tanya, Aditi bukan menemui Gubernur tapi justru berkunjung ke rumah Ketua CDB PKI yang ada di perkampungan.

Menurut Victor M. Fic dalam buku Kematian D.N. Aidit dan Kehancuran PKI, kedatangan Aidit ke Yogyakarta tidak lain dan tidak bukan untuk mengadakan pertemuan darurat dengan para pemimpin PKI setempat.

Dalam pertemuan tersebut dibahas mengenai kemungkinan membentuk kelompok bersenjata untuk mendukung Dewan Revolusi. Tetapi hal itu tidak mungkin dilaksanakan. Pertemuan hanya berlangsung selama beberapa jam. Keputusannya, PKI akan mendukung aksi-aksi massa untuk melindungi Sukarno.

Aidit dan Strategi PKI

Tanggal 2 Oktober 1965 Aidit meninggalkan Yogyakarta menuju Semarang tempat Lukman, Sujono Atmo dan pemimpin puncak PKI Provinsi mengadakan pertemuan darurat.

Pertemuan menghasilkan kesimpulan, Gerakan 30 September adalah persoalan dalam tubuh AD. PKI tidak ada sangkut pautnya dengan hal itu. Tugas PKI adalah melakukan konsolidasi kekuatan untuk menangkal serangan kekuatan reaksioner terhadap PKI dan Presiden Sukarno.

Pada hari pertemuan itu, pihak AD sudah mulai mengejar orang-orang PKI yang dituduh terlibat dalam G30S. Seusai pertemuan di Semarang, Aidit meluncur ke Boyolali.

Pada hari yang sama, dia mengunjungi Solo. Aidit dan Lukman mengadakan rapat darurat agar para anggota PKI mau menerima keputusan pertemuan di Semarang.

Namun, beberapa pihak di Solo yang cukup radikal tidak menghendaki hal tersebut dan menuntut adanya perjuangan bersenjata.

Maka diadakanlah pemungutan suara dalam pertemuan tersebut dan menghasilkan kebijakan yang dicanangkan oleh Walikota Solo, yakni perjuangan bersenjata untuk mendukung perebutan kekuasaan.

Ketika dalam pelarian tersebut, sempat diadakan pertemuan di Istana Bogor untuk membahas permasalahan ini. Namun, Aidit tidak dapat hadir dengan alasan kesalahpahaman antara Kolonel Sunyoto yang hendak mengantar Aidit ke Lapangan Udara Semplak Bogor dengan Mayor Sugiantoro yang menanyakan siapa pejabat yang hendak diantarnya. Suasana tegang antara keduanya sehingga penerbangan batal dilakukan.

Kendati demikian, Aidit sempat untuk menulis surat di Blitar yang disampaikan oleh Lukman kepada Njoto untuk mewakilinya dalam pertemuan tersebut. Dalam surat tersebut, Aidit bercerita bagaimana dia dibawa oleh seorang Pasukan Cakrabirawa ke Jatinegara. Selain itu, orang tersebut menyebutkan bahwa langkah-langkah untuk menangkap para jenderal sudah dilakukan.

Kemudian, disampaikan bahwa para jenderal telah ditangkap dan Bung Karno telah memberi restu untuk menindak para jenderal tersebut. Lebih lanjut lagi, Aidit juga menulis bahwa dia diperintahkan ke Yogyakarta untuk mengatur evakuasi Presiden Sukarno.

Surat tersebut diakhiri dengan usul Aidit untuk menyelesaikan krisis politik akibat penculikan dan pembunuhan para Jenderal Angkatan Darat. PKI beranggapan bahwa Gerakan 30 September itu adalah soal internal di tubuh Angkatan Darat. Kepada Presiden, Aidit menyampaikan bahwa permasalahan tersebut dilaksanakan secara politik.

Aidit Dieksekusi di Sumur Tua Boyolali

Di tengah gencarnya pengejaran kelompok Simpatisan PKI oleh Pangkostrad Mayjen Soeharto, Aidit masih bisa mengeluarkan instruksi pada tanggal 10 November 1965 yang mewakili CC PKI. Surat tersebut ditulisnya dalam persembunyian di Solo. Dalam surat tersebut, Aidit menjelaskan kerusakan fatal akibat G30S, meskipun sudah dalam perhitungan yang matang.

Aidit juga mengemukakan ada kemungkinan baginya untuk meminta bantuan Republik Rakyat Tiongkok. Para pemimpin PKI diminta untuk tetap mempertahankan basis di Jawa, karena Aidit masih yakin bahwa Sosro ‘sebutan Aidit untuk Bung Karno’ masih di pihak PKI.

Selang dua hari, Aidit kembali ke Yogyakarta. Orang-orang kepercayaan Aidit berusaha untuk menyembunyikannya. Kendati demikian, upaya persembunyiannya tidak mampu bertahan lebih dari 10 hari. Tepat pada tanggal 22 November 1965, Aidit tertangkap dan dieksekusi oleh Angkatan Darat di sebuah sumur di Boyolali.***