Elon Musk Berharta Rp3.004 T, Tak Ingin Mati dalam Keadaan Kaya, Lalu Seperti Apa? Simak Yuk

(CNNIndonesia/ Basith Subastian).

JAKARTA (SURYA24.COM) - Daftar orang terkaya dunia diduduki nama baru hampir dua tahun belakangan ini, yaitu, Elon Musk. Ia berhasil mengalahkan dominasi dan menggeser anggota tetap daftar orang terkaya dunia, seperti Bill Gates, Bernard Arnault and Family, dan Warren Buffet .

Melansir cnnindonesia.com, keberhasilan itu dicapai setelah kekayaannya melesat tajam US$121 miliar menjadi USS277 miliar pada 2021 lalu. Ia berhasil menggeser posisi Jeff Bezos dari puncak daftar orang kaya dunia setelah saham Tesla melesat 60 persen dan perusahaan tersebut mencapai kapitalisasi pasar US$1 triliun pada Oktober 2021 lalu.

Berdasarkan data Forbes sampai dengan Jumat (18/11), kekayaan Musk mencapai US$191,4 miliar atau Rp3.004,4 triliun (Kurs Rp15.697 per dolar AS).

Bagaimana Musk bisa tajir melintir?

Mengutip berbagai sumber, pemilik nama lengkap Elon Reeve Musk itu terlahir pada 28 Juni 1971 dari seorang wanita model dan ahli gizi berketurunan Kanada bernama Maye Musk.

Sementara, ayahnya yang bernama Errol Musk, seorang insinyur elektromekanis, pilot, pelaut dan pengembang properti Afrika Selatan yang juga pemilik tambang zamrud di dekat Danau Tanganyika, Zambia.

Dengan kata lain, Musk sebenarnya berasal dari keluarga mapan dan berpendidikan. Bakat kaya dan kepintarannya sendiri sebenarnya sudah terlihat semenjak ia masih kecil.

Dalam sebuah biografi, seorang penulis bernama Ashlee Vance menggambarkan Musk kecil sebenarnya seorang anak pemalu dan cenderung tertutup. Saat SD, ia bertubuh pendek dan karena itu sering jadi sasaran intimidasi teman-temannya.

Tapi, di tengah kepribadian yang cenderung tertutup itu, Musk punya kemampuan dan mimpi luar biasa, berbeda dibanding dengan anak seusianya.

 

Ia seorang kutu buku. Saat baru berusia 10 tahun bahkan, ia sudah mempunyai minat besar pada dunia komputer dan bertekad menciptakan penemuan baru di bidang teknologi.

Untuk mewujudkan keinginan itu, Musk kecil belajar sendiri tentang tata cara membuat pemrograman komputer. Hasilnya luar biasa, meski usia baru menginjak 12 tahun, ia sudah berhasil membuat dan menjual perangkat lunak game kreasi pertama dari proses belajarnya yang ia namai Blastar dengan harga US$500.

Sebuah penghasilan luar biasa untuk anak seusianya saat itu. Selepas menyelesaikan pendidikan dasarnya, Musk kemudian melanjutkan sekolah di Bryanston High Schol dan Pretoria Boys High School.

 

Pada saat berusia 17 tahun, ia memutuskan untuk pindah dari Afrika Selatan. Hal itu ia lakukan demi menghindari wajib militer.

Dengan memanfaatkan status ibunya yang kelahiran Kanada, ia mengajukan paspor dengan harapan bisa lebih mudah pindah ke Amerika Serikat.

Di negara ibunya, ia tinggal bersama dengan sepupu keduanya. Supaya bisa hidup, ia kerja serabutan di sebuah peternakan dan pabrik penebangan kayu.

Pada 1990, ia akhirnya masuk ke Queen's University di Kingston, Ontario, Kanada. Tapi, dua tahun kemudian dia pindah ke University of Pennsylvania dan berhasil mendapatkan gelar sarjana fisika dan ekonomi dari Wharton School pada 1995.

 

Setelah itu, ia mencoba mengejar gelar Phd di bidang fisika terapan di Standford University. Tapi, ia hanya bertahan dua hari.

Maklum, saat itu ia memang punya keinginan kuat untuk berbisnis di bidang internet, luar angkasa dan energi terbarukan. Berbekal modal US$28 ribu dari sang ayah, ia dan saudaranya; Kimbal dan Greg Kouri mendirikan perusahaan pengembangan dan pemasaran sebuah panduan kota internet untuk industri penerbitan surat kabar bernama Zip2.

Musk bekerja keras siang malam bersama saudaranya di sebuah kantor sewaan kecil di Palo Alto hanya dengan satu komputer yang digunakan secara bergantian dengan adiknya.

Kerja keras Musk bersaudara membuahkan hasil. Perusahaan kecilnya berhasil memperoleh kontrak dengan The New York Times dan Chicago Tribune.

Kesuksesan itu membuat Compaq, sebuah perusahaan komputer dan teknologi informasi jatuh hati pada Zip2. Compaq kemudian mengakuisisi Zip2 dengan nilai US$307 juta pada Februari 1999. Musk menerima US$$22 juta dari penjualan itu.

Kesuksesan itu semakin menguatkan ambisinya. Usai menerima dana penjualan Zip2, ia kemudian ikut mendirikan sebuah perusahaan pembayaran online bernama X.com yang belakangan diketahui merger dengan sebuah bank online bernama Confinity.

Merger perusahaan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya perusahaan layanan transfer uang bernama PayPal.

Lagi-lagi, dewi fortuna mengikuti Musk di perusahaan ini. PayPal sukses diakuisisi oleh eBay dengan nilai US$1,5 miliar. Musk yang memiliki saham 11,72 persen atau terbesar, mendapatkan US$175,8 juta.

Musk terus bertualang. Setelah menerima uang hasil akusisi itu, ia kemudian terlibat dengan organisasi nirlaba Mars Society. Dalam organisasi itu ia membahas rencana pendanaan untuk menempatkan tanaman di Mars.

Guna memuluskan rencana itu, ia membeli rudal balistik antarbenua (ICBM) dari Rusia dan memodifikasinya supaya bisa digunakan untuk mengirim muatan rumah kaca ke luar angkasa.

Tapi, niat itu gagal. Musk dipandang sebelah mata oleh perusahaan Rusia; NPO Lavockhin dan Kosmotras. Ia akhirnya harus pulang dengan tangan kosong ke AS.

Namun, Musk tidak menyerah. Ia kembali ke Rusia. Kali ini ia datang dengan permintaan lebih besar; tiga rudal balistik ICBM. Tapi, saat itu, ia ditawari harga; 1 roket US$8 juta.

 

Musk menolak tawaran itu karena menilai harga yang ditawarkan kemahalan. Ia kemudian memilih jalannya sendiri; membangun perusahaan produsen roket dengan harga terjangkau.

Bermodal uang US$100 juta miliknya sendiri, Musk kemudian mendirikan SpaceX pada Mei 2002. Melalui SpaceX ini, Musk berhasil mewujudkan ambisinya.

Pada 2006 atau 4 tahun setelah berdiri, SpaceX memang sempat gagal meluncurkan roket pertamanya ke orbit bumi. Tapi, meski gagal, Musk justru mendapatkan kontrak program Layanan Transportasi Orbit Komersial dari NASA.

Musk memang sempat gagal dan hampir bangkrut karena proyek ini setelah Space X gagal meluncurkan roketnya. Tapi, kebangkrutan itu ternyata tak mau mengikuti Musk. Pada 2008, ia sukses meluncurkan Falcon 1 ke orbit.

 

Kesuksesan itu membuatnya mendapatkan kontrak layanan Pasokan Komersial senilai US$1,6 miliar dari NASA untuk penerbangan roket Falcon 9 dan pesawat luar angkasa ke Stasiun Luar Angkasa Internasional menggantikan Space Shuttle yang pensiun 2011.

Sukses Musk lewat SpaceX berlanjut. Pada 2015, SpaceX mulai membangun konstelasi satelit orbit rendah bumi, Starlink untuk menyediakan akses internet satelit. Total biaya proyek termasuk untuk merancang, membangun dan menyebarkan konstelasi diperkirakan mencapai US$10 miliar.

Pada 2020, ia berhasil meluncurkan penerbangan berawak pertamanya ke orbit dan merupakan pesawat ruang angkasa berawak dengan ISS.

Selain proyek luar angkasa, Musk juga melebarkan sayap bisnisnya ke pengembangan mobil listrik. Pada 2004, ia menggelontorkan dana US$6,5 juta dan bergabung menjadi pemegang saham mayoritas di Tesla.

Kepemilikan saham membuatnya bisa menempati posisi ketua dewan direksi Tesla. Karena itu, ia bisa berperan aktif dalam mengawasi desain produk. Krisis ekonomi yang melanda dunia pada 2008 mengubah garis nasibnya.

Ia berhasil mengambil alih kepemimpinan Tesla dan menjadi CEO perusahaan. Tesla kemudian membangun mobil sport listrik bernama Roadster pada tahun ini. Ini adalah mobil ell electric produksi serial pertama yang menggunakan sel baterai lithium-ion.

Mobil ini pada awal produksinya berhasil terjual 2.500 unit. Di bawah Musk, Tesla terus berkembang. Berdasarkan data informasi penjualan Tesla, sampai dengan Oktober 2022 kemarin, mereka sudah berhasil menjual sedikitnya 3.233.623 juta unit mobil listrik

Tak hanya bisnis di sektor itu, Elon Musk juga melebarkan saya usahanya ke sejumlah lini. Pertama, perusahaan neuroteknologi bernama Nuerolink. Pada 2016, ia menggelontorkan US$100 juta untuk perusahaan ini.

Perusahaan ini bertujuan mengintegrasikan otak manusia dengan kecerdasan buatan dengan membuat perangkat yang ditanam di otak. Melalui upaya ini, perusahaan berharap bisa mengembangkan perangkat yang dapat membantu mengobati penyakit neurologis seperti Alzheimer, demensia dan cedera tulang belakang.

Kedua, Perusahaan Boring untuk membangun terowongan. Ia memiliki rencana membangun terowongan untuk kendaraan khusus di bawa tanah yang bisa digunakan untuk melaju hingga 150 mil per jam.

Ketiga, bisnis media sosial. Baru-baru ini Musk sudah mengakuisisi Twitter dengan nilai US$54,20 per saham.

 

Musk mengatakan ada beberapa rahasia kenapa dia bisa sekaya seperti sekarang ini. Salah satunya, semangat dalam mengejar impian dan jangan takut untuk punya mimpi besar.

Semangat itu, yang ia miliki saat ia ingin menjalankan program pesawat luar angkasa ambisiusnya dan menempatkan orang di Mars. Saat itu, ia bilang segera bentuk SpaceX.

"Saya terus mengharapkan kita untuk maju melampaui bumi, dan untuk menempatkan seseorang di Mars, dan memiliki pangkalan di bulan, dan memiliki, Anda tahu, penerbangan yang sangat sering ke orbit. Kejar supaya hidup lebih baik." katanya.

Musk mengatakan tidak ingin atau berharap mati kaya dengan hartanya sekarang ini. Ia berfikir sebagian besar uangnya akan dihabiskan membangun pangkalan di Mars.

 

Ia karena itu, tidak akan takut hartanya habis demi mewujudkan ambisi itu.

Di tengah kesuksesannya tersebut, Musk dianggap banyak pekerjanya, terutama yang sudah dipecat sebagai orang yang tak berperasaan dan punya empati.

Tudingan teranyar disematkannya oleh dua karyawan twitter asal Singapura yang ia PHK tak lama setelah mengakuisisi perusahaan tersebut.

Mengutip Channel News Asia, karyawan bernama Abigali dan Charman (bukan nama sebenarnya) menyebut tindakan Musk yang tak punya empati dan perasaan itu bisa dilhat saat ia dan teman-temannya dipecat dari twitter.

Charman bercerita pada hari PHK terjadi, Jumat (4/11) pagi, Carmen sedang menuju ke kantor ketika mendapat surel yang mengatakan bahwa akan ada PHK dan sejumlah akses karyawan akan tidak berfungsi. Surel itu menyarankan agar para karyawan tidak pergi ke kantor. Carmen pun pulang menuju rumah.

Dalam waktu satu jam, rekan-rekan Carmen di kawasan Eropa, Timur Tengah, dan Afrika kehilangan akses ke sistem perusahaan seperti email dan Slack. Ketika informasi terkait PHK ini sudah menyebar di AS, Carmen mengaku rekan-rekannya di kawasan Asia-Pasifik mulai mempersiapkan diri.

Meski telah mengantisipasi PHK, namun mereka tetap terkejut dengan kejadian yang berlangsung cepat itu.

Jelang makan siang, Carmen kehilangan akses ke sistem perusahaan itu. Ia pun menerima surel bahwa dirinya diberhentikan. Pada akhirnya, sebagian besar karyawan di tim global mengalami pemutusan hubungan kerja.

"Saya merasa sangat sedih," katanya kepada CNA. "Saat mengetahui bahwa banyak rekan satu tim saya juga di-PHK, pikiran pertama saya adalah: 'Wow, semua yang kami kerjakan sia-sia'," kata Carmen.

Meski demikian, anggapan itu tak membuat Musk goyah. Ia tetap saja meneruskan gaya kepemimpinan yang disebut eks karyawan Twitter tak berperasaan dan tak punya empati. Minggu ini, ia memberikan ultimatum kepada para pekerja Twitter; mau mengikuti caranya dengan bekerja keras dan waktu panjang atau memilih mengundurkan diri dari perusahaan.

Musk mengatakan cara itu ia tempuh karena ke depan dunia itu semakin kompetitif dan penuh persaingan.

"Karena itu tidak ada kata lain selain kerja keras," katanya seperti dikutip dari Wall Street Journal.***