Pengalaman Mas Roso yang Suka Nongkrong hingga Larut Malam, Dibawa Mobil Misterius Bingung Arah Pulang, Ada Apa?

(Dok: Pramono Estu)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Tak hanya orangtua yang panik. Penduduk desa pun dibuat gempar. Roso tak pulang-pulang ke rumah berminggu-minggu. Kejadian ini bermula ketika Roso nongkrong dengan teman-temannya pada malam hari.

Kumpul-kumpul bareng teman, biasa dilakukan Roso. Saat itu sampai jam tiga dini hari. Roso hendak pulang ke rumah. Melewati jembatan desa, ada yang menghampiri Roso.

Sedan hitam mendekati, ada tiga orang di dalamnya. Mungkin karena kelelahan atau kena guna-guna, Roso kehilangan akal sehat.

Roso mau saja diajak dan dinaikkan sedan hitam itu. Dia dibawa sedan hitam itu bukan menuju ke rumah. Arah sedan ke timur dari desanya.

Sampai di tempat, Roso merasa berada di tempat asing, seperti di gunung. Di tempat itu, Roso sering berjumpa dengan seseorang.

 

Orang itu setiap hari membawakan makanan di atas piring. Tuhan ternyata masih melindungi Roso.

Kesadarannya tidak semua lenyap. Roso melihat dengan kasat mata bahwa piring berisi cacing.

Tentu saja, dia tak mau memakannya. Orang itu terus membawa makanan yang isinya sama.

Tanpa sepengetahuan orang itu, Roso membuangnya. Setelah tiga hari, Roso tak melihat orang itu lagi.

Meskipun badan lemas, pikiran warasnya menyuruhnya meninggalkan tempat itu. Roso tentu bingung arah pulang. Dia turuni saja gunung itu dengan naluri melewati tapak-tapak jalan yang membekas.

Sampai kemudian, dia sampai di desa terdekat. Yang aneh, ketika ketemu orang, dia tak menceritakan kejadian yang dialami.

Roso terus saja menyusuri jalan. Untuk makan dan minum, dia meminta-minta di warung atau orang-orang yang ditemui.

Bajunya kusut, badannya kotor, Roso tampak seperti gelandangan. Dia terus-menerus begitu sampai sebulan. Ajaibnya, langkah kakinya seolah-olah ada yang menuntunnya menuju desanya.

Dia tak kesasar. Dia akhirnya bisa sampai rumah. Orangtuanya dibuat kaget sekaligus terharu.

Ada yang memperkirakan, Roso dibawa sedan hitam itu ke Merapi atau Merbabu.

 

Dua gunung itu, arah timur dari desa. Mungkin mau dijadikan tumbal. Untungnya, kesadaran Roso tak sepenuhnya hilang.

Entah seperti apa cerita berkembang, penduduk desa semakin berhati-hati setiap melewati jembatan desa.

Anak-anak muda tak berani nongkrong sampai larut malam. (Seperti dikisahkan Hendra Sugiantoro di Koran Merapi) *