Ternyata Ini Misi Rahasia Dua Kapal Selam Angkatan Laut RI ke Pakistan, Apa Itu?

Kunjungan KSAL ke Pakistan pada 1956. (Dok.ANRI©2023 Merdeka.com)

JAKARTA(SURYA24.COM) - 10 September 1965. Di tengah meruncingnya pertikaian antara India dan Pakistan, Panglima Angkatan Udara Republik Islam Pakistan Marsekal Madya Asghar Khan tiba-tiba mengunjungi Indonesia. Selain menyampaikan surat dari Presiden Pakistan Ayub Khan untuk Presiden Sukarno, Asghar juga meminta dukungan Indonesia terkait konflik mereka dengan India.

Bung Karno yang tengah kesal dengan dukungan India terhadap Malaysia, langsung menyambut permintaan Pakistan tersebut dengan uluran tangan terbuka. Dia menyanggupi untuk mendukung Pakistan.

"Serangan India ke Pakistan itu sama dengan serangan ke Indonesia juga…" jawab Sukarno seperti dikutip oleh buku Story of the Pakistan Navy, 1947—1972 (Riwayat Angkatan Laut Pakistan, 1947—1972) terbitan Seksi Sejarah Markas Besar Angkatan Laut Pakistan). Sukarno Kirimkan Bantuan Militer

Dikutip dari merdeka.com, tTidak hanya sekadar kata-kata, Presiden Sukarno pun memerintahkan para panglima-nya untuk mengirimkan sejumlah peralatan militer ke Pakistan. Meliputi beberapa tank baja, pesawat tempur, kapal perang dan kepal selam.

Bahkan untuk kapal selam, Sukarno memerintahkan ALRI untuk mengirimkan dua armada Korps Hiu Kencana. Atas perintah itu, Menteri Panglima Angkatan Laut Laksamana R.E. Martadinata memerintahkan Gugus Tugas ke-10 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel (Laut) T.A. Natanegara untuk berangkat ke Pakistan. Kekuatan ALRI itu terdiri dari dua kapal cepat roket, empat kapal cepat torpedo, lima tank ampibi dan dua kapal selam.

"Untuk kapal selam yang dikirim adalah RI Nagaransang yang dikomandani Kapten (P) Basoeki, Budi dan RI Bramastra yang dikomandani oleh Kapten Jasin Soedirdjo," demikian menurut buku Sewindu Komando Djenis Kapal Selam, 12 September 1967, yang ditulis dan diterbitkan oleh Seksi Buku Panitia HUT Sewindu Komando Djenis Kapal Selam.

Menurut Kolonel (Purn) Budi Handoko yang saat itu masih berpangkat letnan satu, dua kapal selam jenis Whiskey buatan Uni Sovyet itu berangkat dari Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta pada pertengahan Januari 1966. Awalnya tak ada satu pun awak RI Nagaransang dan RI Bramastra yang mengetahui tujuan mereka.

 

"Barulah di tengah Samudera Indonesia, ada pemberitahuan bahwa kami akan dikirim ke Pakistan guna membantu negara tersebut berperang melawan India," ungkap eks awak RI Nagaransang itu.

Digaji Pemerintah Pakistan

Setelah sepuluh hari bergerak di lautan lepas, RI Nagaransang dan RI Bramastra pun sampai di Karachi, ibu kota Pakistan saat itu. Dengan barisan kehormatan, mereka pun disambut oleh pihak Angkatan Laut Pakistan dan langsung ditempatkan di sebuah mess.

 

"Sejak itulah kami kerap melakukan patroli bersama dengan kapal selam Pakistan," kenang Budi.

Sebenarnya saat Gugus ke-10 ALRI tiba di Pakistan, kesepakatan damai antara Pakistan dan India baru beberapa hari saja ditandatangani oleh kedua pimpinan negara tersebut di Tashkent, Uni Sovyet. Namun mengingat situasi kawasan tidak bisa diduga, pihak Pakistan tetap meminta “sukarelawan” Indonesia untuk tetap siap-siaga. Termasuk RI Nagaransang dan RI Bramastra.

"Untuk kebutuhan hidup (termasuk gaji perbulan dengan mata uang dolar), kami dijamin oleh pemerintah Pakistan…" ungkap Budi.

Menurut Budi, tak ada sama sekali kontak senjata terjadi dengan India selama rombongan Indonesia ada di Karachi. Kegiatan militer hanya sebatas patroli dan latihan bersama saja. Jika pun ada kontak radio dengan kapal selam India, itu sebatas hanya 'pamer kekuatan' saja untuk sekadar perang urat syaraf.

Budi mengaku selama hidup di Karachi semuanya memang serba terjamin. Bukan saja soal makanan, tetapi juga mereka difasilitasi berbagai hiburan seperti menonton film di bioskop secara gratis. Namun soal makanan, sesungguhnya orang-orang Indonesia merasa tidak begitu cocok.

"Mereka kan makanannya itu sejenis roti dan karee ya, kita sebetulnya kurang suka itu," ujar Budi.

Operasi Nasakom

Awal Maret 1966, misi militer Indonesia di Pakistan yang diberi sandi Operasi Nasakom itu pun dinyatakan selesai. Saat melepas kru Korps Hiu Kencana, Presiden Ayub Khan menyatakan penghargaan setinggi-tingginya kepada segenap anggota Gugus ke-10 ALRI.

"Presiden Ayub bilang dalam pidatonya: kami adalah contoh terbaik 'prajurit-prajurit Ampera' bagi rakyat Pakistan," kenang Budi.

Ketika meninggalkan Pelabuhan Karachi, awak Korps Hiu Kencana dilepas dengan barisan kehormatan seperti saat kali pertama datang. Seminggu kemudian mereka tiba di Pelabuhan Tanjungpriok tanpa kekurangan apapun.***