Naluri dan Nurani

Oleh: Jaya Suprana

SECARA aritmatis kata nurani dan naluri sama-sama terdiri dari enam huruf. Juga sama-sama berawal dengan huruf n dan berakhir dengan huruf i. Namun, kedua kata itu memiliki makna yang beda satu dengan lainnya, meski juga memiliki keterkaitan makna secara filsafatabiah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata nurani bermakna: 1 a berkenaan dengan atau sifat cahaya (sinar dan sebagainya): hati -- , perasaan hati yang murni yang sedalam-dalamnya; 2 n lubuk hati yang paling dalam: -- kita tidak dapat menerima pemberian yang bersumber dari harta curian

Sementara kata naluri menurut KBBI bermakna: 1 dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir; pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; insting; 2 Psi perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat pada semua jenis makhluk hidup; 3 Bio serangkaian kegiatan refleks terkoordinasi, masing-masing terjadi apabila yang sebelumnya telah diselesaikan; reaksi yang tidak bergantung pada pengalaman.

Apabila direnungkan melalui jalur filsafat, pada hakikatnya baik naluri maupun nurani merupakan Anugerah sangat berharga bagi umat manusia. Segenap mahluk hidup pada hakikatnya memiliki naluri, namun dapat disimpulkan bahwa nurani yang membedakan manusia dengan fauna dan flora. Segenap mahluk hidup dibekali anugerah naluri untuk bertahan hidup.

Naluri untuk bertahan hidup yang paling dasar adalah naluri lapar untuk makan dan naluri haus untuk minum. Naluri lapar lebih berpihak ke sang pemangsa ketimbang yang dimangsa sehingga sang pemangsa bernaluri untuk membunuh yang dimangsa. Sementara yang dimangsa juga dibekali naluri untuk bertahan hidup, misalnya, dengan naluri melawan sampai titik darah penghabisan atau naluri melarikan diri atau naluri mengubah bentuk sehingga sang pemangsa membatalkan niat melahap yang dimangsa.

Naluri bertahan hidup pada yang dimangsa juga bisa tampil dalam naluri satuan membentuk kesatuan dan persatuan demi bergotong-royong melawan angkara murka sang pemangsa. Pada manusia, naluri untuk bertahan hidup secara lebih kompleks berkembang menjadi beranekaragam bentuk naluri yang pada hakikatnya lebih bersifat destruktif ketimbang konstruktif terhadap pihak yang dimangsa. Naluri bertahan hidup yang bersifat destruktif bukan hanya mendorong manusia untuk membunuh satwa atau merusak alam, namun juga tega menyengsarakan bahkan membinasakan sesama manusia.

Naluri bertahan hidup diri sendiri berubah menjadi naluri merusak hidup orang lain. Setelah manusia hidup berkelompok maka secara sosio-politis muncul bentuk naluri baru, yaitu naluri berperang dengan dalih demi mengusir bahkan membinasakan kelompok manusia lain yang dianggap menghalangi pewujudan naluri bertahan hidup pihak agresor.

Juga ada naluri memperluas Lebensraum dengan menjajah bangsa lain seperti yang dilakukan oleh kaum kolonialis termasuk Belanda terhadap Nusantara maupun yang dilakukan oleh Hitler, Mussolini, Hirohito sehingga mengobarkan Perang Dunia II. Beda dengan satwa, de facto manusia dianugerahi nurani yang diharapkan mampu mengendalikan naluri angkara murka manusia. Nurani sebagai kendali naluri agar tidak merusak alam, memusnahkan satwa serat membinasakan sesama manusia.

Nurani adalah kendali akhlak. Pada hakikatnya sila ke dua dan ke lima Pancasila merupakan nurani yang siap didayagunakan untuk mengendalikan naluri angkara murka untuk merusak alam, melanggar hukum, etika, moral serta menyengsarakan bahkan membinasakan sesama warga Indonesia. Jika mau, naluri mampu menjadi kendali akhlak. Jika mau pasti mampu. Jika tidak mampu berarti sekadar tidak mau saja.***

Penulis Pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.

Sumber: www.kompas.com