PBB Imbau Tanya Gaji Terakhir ke Pelamar Kerja Dihapus, Kenapa?

Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).

JAKARTA (SURYA24.COM)  -- Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) mengimbau tindakan menanyakan gaji terakhir di kantor lama saat sedang melamar kerja di tempat baru dilarang. Pasalnya, tindakan yang sering terjadi itu bisa menghambat pekerja terutama perempuan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi.

"Banyak perusahaan yang cenderung menanyakan gaji terakhir kandidat pekerja sebelum masuk ke perusahaan baru. Praktik itu harus dilarang karena ini membuat pelamar kerja perempuan tidak bisa bernegosiasi dengan baik" ujar UN Women Indonesia Representative Jamshed M Kazi dalam seminar Memperkuat Ekosistem untuk Pekerja Perempuan: Kebijakan Lingkungan Kerja yang Inklusif, Kamis (16/2).

Dikutip dari cnnindonesia.com, Jamshed menambahkan jika seseorang dari awal mendapatkan gaji yang rendah, maka gajinya secara umum akan terus rendah jika tidak bisa bernegosiasi sejak awal.

Menurutnya, dalam melamar pekerjaan baru yang terpenting bukanlah gaji sebelumnya melainkan kompetensi dan tantangan yang akan dihadapi calon pekerja.

Ia juga menambahkan perusahaan juga sering memandang pekerja perempuan memiliki peran utama sebagai ibu rumah tangga dan dianggap bekerja hanya untuk hobi.

Sedangkan pekerja laki-laki dipandang sebagai penanggung jawab utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

"Ini pandangan yang harus dipatahkan. Kita tidak boleh berasumsi siapa yang menjadi kepala keluarga, bisa jadi pelamar itu adalah orang tua tunggal di rumah tangganya," ujar Jamshed.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan ada beberapa tantangan dalam meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia.

Pertama, tidak tersedianya tempat pengasuhan anak di lingkungan kerja maupun di sekitar rumah. Kalaupun ada harganya mahal sehingga masyarakat kelas menengah tidak mampu memenuhi biayanya.

"Ini membuat perempuan memutuskan berhenti bekerja terutama yang memiliki anak masih kecil," kata Agus.

 

Kedua, perempuan sulit memprioritaskan pekerjaan karena juga mendapat ekspektasi untuk berperan sebagai ibu rumah tangga. Ketiga, kurangnya kebijakan inklusif yang bisa meningkatkan partisipasi perempuan dalam ekosistem angkatan kerja.***