MK Tolak Gugatan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden: Kata engamat Gerak-gerik Jokowi Sedang Mendesain Pilpres Hanya Dua Paslon

Hakim MK, Anwar Usman/Net

JAKARTA (SURYA24.COM) JAKARTA - Gugatan permohonan perpanjangan masa jabatan presiden yang diajukan oleh pemohon Herifudin Daulay, ditolak oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

   Putusan tersebut dibacakan oleh hakim Ketua Anwar Usman dalam sidang perkara No.4/PUU-XXI/2023, Selasa (28/2). Dalam amar putusannya, adik ipar Presiden Joko Widodo ini menyatakan permohonan revisi pemohon tidak dapat diterima.

   “Mengadili menyatakan menolak permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Anwar Usman saat membacakan amar putusannya seperti dilansir rmol.id.

    Namun terdapat dua hakim yang memiliki pendapat berbeda  atau dissenting opinion terkait putusan hal tersebut yakni hakim Anwar dan Daniel Yusmic P Foekh.

   “Pendapat berbeda terhadap putusan MK a quo, dua hakim konstitusi Anwar Usman dan Daniel Yusmic P Foekh memiliki pendapat berbeda dissenting opinion," imbuhnya.

   Pemohon gugatan atas nama Herifuddin Daulay mengajukan uji materiil Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang Undang 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

    "Pemohon merasa telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan telah diberlakukannya norma Pasal a quo tentang adanya pembatasan pribadi jabatan Presiden hanya boleh mendaftar dan atau terpilih untuk 2 (dua) kali masa jabatan,” demikian humas MK.

Sudah Benar

 

    Keputusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pemohon Herifudin Daulay terkait perpanjangan masa jabatan presiden diapresiasi banyak kalangan. Salah satunya anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil.

   Menurutnya, keputusan majelis hakim sudah benar. Sebab, konstitusi sudah mengatur masa jabatan presiden. Meskipun selama ini terjadi perdebatan, majelis hakim dinilainya telah mematuhi konstitusi.

   “MK menyadari bahwa kekuasaan itu memang harus ada pembatasan, kekuasaan itu memang harus ada pengawasan, MK sudah dalam posisi yang benar kalau kemudian menolak perpanjangan jabatan presiden tersebut,” kata Nasir Djamil di Komplek Parlemen, seperti dilansir rmol.od, Senayan, Selasa (28/2).

   Legislator dari Fraksi PKS DPR RI meyakini, Presiden Joko Widodo senang dengan keputusan majelis hakim tersebut.

   “Saya pikir, Presiden Jokowi juga senang. Bahwa (masa jabatan) presiden itu, sudah diatur dalam konstitusi,” katanya.

   Anggota dewan asal Aceh ini percaya, Jokowi sudah mengetahui amar putusan MK dan telah membaca alasan hakim menolak gugatan tersebut. Sehingga, tidak ada lagi alasan bagi para pendukung perpanjangan masa jabatan presiden.

    “Karena, memang situasi yang ada, tidak bisa dijadikan alasan dan tidak ada pembenaran, untuk kemudian adanya upaya untuk perpanjangan masa jabatan presiden tersebut,”demikian Nasir.

Dua Paslon

    Setiap bahasa yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo menjelang kontestasi Pilpres 2024 selalu menarik perhatian khalayak luas. Termasuk soal gerak-geriknya mendukung sejumlah figur bakal calon presiden (bacapres).

 

    Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, menilai Jokowi tengah bermanuver pada 2023 ini. Salah satu indikasinya adalah dengan meng-endorse 3 figur bacapres sekaligus.

   Yaitu Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto; Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto; dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

   Dituturkan Efriza, Jokowi menunjukkan bahasa politik mendukung Airlangga melalui hasil Musyawarah Rakyat (Musra) XVII, yang digelar gabungan relawan Presiden Jokowi di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada 12 November 2022 lalu.

    “Airlangga mengungguli Prabowo dan Ganjar Pranowo,” ujar Efriza kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (28/2).

   Sementara, Efriza melihat dukungan Jokowi terhadap Prabowo disampaikan dalam dua momentum. Yakni di acara Perindo dan PPP, dengan menyinggung nama Menteri Pertahanan itu sebagai capres.

   “Sementara di acara PAN, kepala pemerintahan ini menunjukkan kedekatan dengan Ganjar. Dan sesuai dengan keinginan Rakornas PAN,” sambungnya.

   Dukungan terhadap 3 figur bacapres itu, menurut dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sutomo ini, ujungnya adalah untuk membentuk kekuatan koalisi Pilpres 2024. Di mana, Jokowi ingin membentuk poros koalisi pemerintahan yang bisa melanjutkan program pembangunannya.

  “Jadi amat jelas, Jokowi punya kepentingan pemerintahan ke depan melanjutkan program kebijakan strategis nasional yang telah ia lakukan,” sambungnya.

   Selain itu, Efriza menduga ada upaya dari Jokowi untuk mendesain pemilu menjadi hanya satu putaran. Hal itu terkait dengan jumlah pasangan calon (paslon) yang akan ikut berlaga di 2024.

    “Ini juga menunjukkan telah ada dua kubu, Koalisi Perubahan dengan Anies Baswedan yang berseberangan dengan Pemerintah, dan dua koalisi pemerintah yang didukung oleh Jokowi, yaitu PDIP bersama dengan KIB dan KKIR,” tuturnya.

     “Secara tak langsung, melalui dukungannya untuk dua koalisi, Jokowi sedang mendesain mengepung Koalisi Perubahan menuju Pilpres 2024 ini,” demikian Efriza.***