Gegara Punya Alquran Tiongkok Labeli Etnis Uighur Ekstremis

JAKARTA (SURYA24.COM)- Etnis Uighur adalah kelompok etnis Turkik yang berasal dari wilayah Xinjiang di barat laut Tiongkok. Mereka memiliki budaya yang kaya dan unik, dengan bahasa, adat istiadat, dan kepercayaan agama yang berbeda dari mayoritas penduduk Tiongkok. Namun, pada beberapa tahun terakhir, etnis Uighur menjadi sorotan dunia karena perlakuan yang tidak manusiawi yang diterima dari pemerintah Tiongkok.

Sejarah

Sejarah etnis Uighur dapat dilacak sampai ke abad ke-3 Masehi, ketika suku Turkik mulai bermukim di wilayah Xinjiang. Pada abad ke-8, mereka mengadopsi agama Islam dari bangsa Arab dan menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Selama berabad-abad, etnis Uighur hidup sebagai bangsa yang mandiri dengan kebudayaan dan bahasa mereka sendiri.

Namun, pada awal abad ke-20, wilayah Xinjiang menjadi bagian dari Tiongkok setelah pemerintah Tiongkok mengambil alih kekuasaan dari dinasti Qing. Sejak saat itu, etnis Uighur telah mengalami berbagai bentuk penindasan dan diskriminasi dari pemerintah Tiongkok.

Perlakuan Tidak Manusia dari Pemerintah Tiongkok

 

Pada tahun 2014, pemerintah Tiongkok meluncurkan kampanye keamanan yang diarahkan kepada etnis Uighur yang dianggap sebagai tindakan terorisme. Sejak saat itu, pemerintah Tiongkok telah menahan sekitar satu juta orang Uighur di kamp-kamp konsentrasi yang disebut "kamp pelatihan". Menurut Amnesty International, para tahanan di kamp-kamp tersebut disiksa, dianiaya, dan dipaksa untuk mempelajari budaya Tiongkok dan menolak kepercayaan agama mereka.

Pemerintah Tiongkok juga telah melakukan sterilisasi paksa, pengendalian kelahiran, dan pemisahan anak-anak dari orang tua mereka sebagai bagian dari upaya untuk menghilangkan budaya Uighur. Selain itu, pemerintah Tiongkok juga melakukan pengawasan yang sangat ketat terhadap kegiatan sosial dan budaya Uighur, termasuk menghentikan praktik-praktik keagamaan seperti puasa Ramadan dan sholat lima waktu.

Reaksi Dunia

Perlakuan yang diterima oleh etnis Uighur telah menarik perhatian dunia dan menuai kecaman dari berbagai organisasi hak asasi manusia serta negara-negara di seluruh dunia. Beberapa negara telah mengecam tindakan pemerintah Tiongkok dan meminta untuk menghentikan perlakuan yang tidak manusiawi terhadap etnis Uighur. Namun, pemerintah Tiongkok tetap membela kampanye keamanannya sebagai bagian dari upaya untuk menanggulangi ekstremisme dan terorisme. Etnis Uighur adalah kelompok etnis yang kaya dan unik, dengan budaya yang berbeda dari mayoritas penduduk

Labeli  sebagai Ekstremis 

Sementara itu dilaporkan Pemerintah China memantau ponsel milik minoritas Uighur karena adanya 50.000 dokumen digital yang dilabel Beijing sebagai "ekstremisme". Menurut laporan terbaru Human Rights Watch, warga yang memiliki Alquran juga dilabeli sebagai ekstremis dan dapat memicu polisi untuk melakukan interogasi.

 

Beberapa konten yang mempromosikan kemerdekaan nasib masyarakat Uighur juga dapat dilabeli sebagai konten "kekerasan dan terorisme".

Beberapa organisasi, seperti organisasi separatis pergerakan kemerdekaan Turkistan Timur, Kongres Dunia Eksil Uighur, Radio Free Asia yang didanai Amerika Serikat juga dilabeli ekstremis.

Konten-konten nonpolitis menjadi subjek tinjauan pemerintah, seperti konten jalan-jalan "On The Road", hingga pembacaan Alquran dan musik Islami.

"Pemerintah China dengan kejam menyamakan Islam dengan ekstremise untuk menjustifikasi kekerasannya terhadap kelompok masyarakat minoritas di Xinjiang," kata irektur Human Rights Watch untuk China, Maya Wang, dikutip dari Aljazeera, seperti dilansir merdeka.com Jumat (5/5).

"Badan Hak Asasi Manusia PBB sudah seharusnya beraksi untuk menginvestigasi kekerasan yang dilakukan pemerintah China di Xinjiang dan tempat-tempat lain," lanjutnya.

Polisi China juga meminta warga untuk mengunduh aplikasi "Jingwang Weishi" yang memberikan pemerintah akses terhadap konten ponsel warga. Pendatang yang mengunjungi Xinjiang juga diharuskan mengunduh aplikasi serupa bernama "Fengcai".

Human Rights Watch menyatakan, meskipun polisi mengaku bahwa mereka memonitor konten "ekstremis", dalam banyak kasus minoritas Uighur juga dilabel sebagai pendukung ekstermisme hanya karena memperlihatkan ketertarikan terhadap agamanya.

Menurut Human Rights Watch, analisis terhadap 1.000 file yang ditandai oleh polisi dalam 11,2 juta pencarian di lebih dari 1 juta ponsel antara tahun 2017 dan 2018 menunjukkan bahwa 57 persen konten yang diidentifikasi bermasalah adalah materi keagamaan biasa.

Human Rights Watch menyatakan hanya sebesar 9 persen dari dokumen yang ditandai pemerintah merupakan konten kekerasan dan hanya 4 persen dari konten tersebut mengajak pada kekerasan.

 

Masyarakat Uighur merupakan kelompok minoritas Islam yang tinggal di bagian barat China di Xinjiang.

Kelompok minoritas Uighur dan Muslim lainnya sering menjadi subjek mata-mata oleh pemerintah China sebagai upaya untuk menghapus identitas budaya Han.***