Dunia Geger Gegara Ilmuwan Berhasil Ciptakan Embrio Manusia Sintetis Tanpa Perlu Proses Pembuahan, Kok Bisa? Studi DNA Ungkap Asal Usul Penduduk Asli Amerika, Hasilnya Bikin Terkejut

Ilustrasi (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM)- Dalam sebuah penelitian baru, para ilmuwan telah berhasil menciptakan embrio manusia sintetik dari sel induknya tanpa proses pembuahan.

Embrio ini dibuat mirip sekali dengan embrio asli yang ada di tahap perkembangan awal manusia. Walaupun begitu, embrio sintetis ini tidak memiliki jantung atau otak awal.

Tiruan jabang bayi ini hanya mengandung sel yang bisa berkembang menjadi komponen penting seperti plasenta, kantung kuning telur, dan embrio itu sendiri.

 

Penemuan ini dikerjakan oleh ilmuwan asal Universitas Cambridge dan Institut Teknologi California, Profesor Magdalena ?ernicka-Goetz, seperti dilansir Greek Reporter, yang dikutip merdeka.com, Jumat (16/6).

Magdalena menjelaskan di zaman ini, menghasilkan model yang menyerupai embrio manusia sangat mungkin terjadi dengan cara memprogram ulang sel induk embrionik.

Embrio sintetis ini dibuat sebagai alat penting untuk mendapatkan wawasan tentang efek kelainan genetik. Selain itu, embrio ini membantu untuk menyelidiki faktor biologis yang memengaruhi keguguran berulang.

Namun, ahli tidak bisa memastikan penggunaannya untuk tujuan medis dalam waktu dekat.

Ada beberapa faktor yang menghalangi embrio ini dilegalkan untuk diimplan pada rahim manusia.

Pembuatan embrio sintetis ini memicu keprihatinan terkait etika dan legalitas. Implantasi mereka ke dalam rahim pasien dilarang oleh hukum.

Selain itu, masih belum pasti apakah entitas ini memiliki kapasitas untuk berkembang melampaui fase awal pengembangan.

 

Pembuatan embrio manusia sintetis ini terinspirasi dari penelitian sebelumnya terkait sel punca yang ada di tikus.

Sel itu dapat mengatur dirinya sendiri menjadi struktur yang menyerupai embrio awal, lengkap dengan saluran usus, jaringan otak, dan bahkan jantung.

Hasilnya Mengejutkan

Dibagian lain studi terbaru mitokondria DNA yang membuktikan adanya migrasi penduduk antara Amerika, China, dan Jepang di akhir Zaman Es juga mengungkap garis keturunan penduduk asli Amerika.

Penelitian ini dilakukan dengan melacak garis keturunan orang asli Amerika di berbagai benua melalui mitokondria DNA yang diturunkan oleh perempuan asli Amerika.

Dikutip dari merdeka.com, hasil penemuan individu dengan garis keturunan yang serupa memungkinkan peneliti untuk memetakan persebarannya menggunakan penanggalan karbon serta mengomparasikan mutasi dari sebaran orang asli Amerika.

"Keturunan Asia pada orang asli Amerika sebenarnya lebih rumit dari yang sebelumnya diperkirakan," kata Yu-Chun Li, antropolog molekular dari Chinese Academy of Sciences, dikutip dari IFL Science, Jumat (16/6).

 

"Selain keturunan Asia dari Siberia, Australo-Melanesia, Asia Tenggara, juga terdapat garis keturunan China pada orang-orang asli Amerika."

Menurut tim peneliti, migrasi ini terjadi sekitar 19.500 hingga 26.000 tahun lalu ketika bagian utara China terlalu dingin untuk dihuni manusia.

Migrasi gelombang kedua terjadi sektiar 19.000 hingga 11.500 tahun lalu ketika populasi dunia mulai meningkat dan ketika manusia mulai mencari lokasi yang iklimnya lebih sesuai untuk dihuni.

Pada dua migrasi ini, manusia kuno dipercaya bermigrasi ke Amerika melalui pesisir Pasifik. Hipotesis sebelumnya menyatakan bahwa orang Asia bermigrasi ke Amerika melalui jembatan darat Beringia yang dulu menghubungkan Siberia dan Alaska pada Zaman Es.

Melalui analisis migrasi benua dan peninggalan dari orang Paleolitikum China dan Jepang, diduga mereka berpergian melalui tepi utara Samudera Pasifik menuju Amerika Utara.

Karena itu, beberapa orang menduga bahwa orang asli Amerika merupakan keturunan dari orang Jomon asal Jepang, meskipun studi genetika tidak dapat mengonfirmasikannya.

"Pada Periode Pleistosen, pisau mikro Jepang, yang juga serupa dengan pisau mikro lain dari Asia Utara, menunjukkan kesamaan dengan penemuan barang tajam yang ditemukan di situs Jomon," ungkap tim peneliti.

"Yang lebih penting lagi, benda-benda tajam yang tersebar sepanjang tepian Pasifik dari Jepang hingga Amerika Selatan memiliki kesamaan antar satu sama lain."

Penemuan terbaru menunjukkan bahwa "benda-benda tajam yang ada di Amerika Utara menunjukkan kesamaan yang lebih mirip dengan objek proyektil di Jepang daripada Asia Utara."

Penemuan peninggalan yang serupa inilah dengan hubungan filogenetik pada keturunan D4h di China, Amerika, dan Jepang yang membuat peneliti percaya adanya hubungan antara wilayah-wilayah ini.

Li mengaku cukup kaget menemukan asal usul orang asli Amerika dari kumpulan gen Jepang, terutama orang asli Ainus.

"Artinya, hubungan pleistosen antara Amerika, China, dan Jepang, tidak hanya terbatas pada budaya, tetapi juga genetika," tutup Li.

Tim peneliti berencana untuk mengkaji penemuan ini lebih jauh untuk menemukan gambaran yang lebih luas mengenai asal usul orang asli Amerika.***