Gegara Analisis Ilmuwan NASA Warga Kota New York Harap-harap Cemas, Kok Bisa?

Ilustrasi (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM) –  New York, juga dikenal sebagai "The Big Apple" atau "Kota yang Tak Pernah Tidur," adalah salah satu kota paling ikonik di dunia. Terletak di pantai timur Amerika Serikat, New York merupakan pusat keuangan, budaya, dan hiburan yang tak tertandingi. Artikel ini akan mengulas beberapa aspek menarik tentang kota ini termasuk ancaman seperti dikemukan ilmuwan NASA.

Sejarah

New York memiliki sejarah yang kaya dan bervariasi. Sebelum kedatangan penjajah Eropa, daerah ini dihuni oleh suku-suku Indian yang berbeda. Pada tahun 1609, penjelajah Belanda, Henry Hudson, tiba di wilayah ini, yang kemudian menjadi permukiman Belanda yang dikenal sebagai New Amsterdam. 

Pada tahun 1664, Inggris merebut kota ini dan mengganti namanya menjadi New York sebagai bagian dari perjanjian perdamaian antara Inggris dan Belanda. Sejak saat itu, kota ini berkembang pesat menjadi salah satu pusat perdagangan terbesar di dunia.

New York City adalah rumah bagi Wall Street, yang merupakan pusat keuangan dunia. New York Stock Exchange (NYSE) adalah salah satu bursa saham terbesar dan paling terkenal di dunia. Banyak perusahaan besar memiliki kantor pusat atau cabang di kota ini. Keberadaan Wall Street membuat New York menjadi pusat perdagangan dan keuangan global yang penting.

Budaya dan Seni

Kota New York juga terkenal karena budaya dan seninya yang beragam. Metropolitan Museum of Art, Museum Seni Modern (MoMA), dan banyak galeri seni lainnya menawarkan koleksi seni dunia yang menakjubkan. Broadway, pusat teater dunia, menyajikan pertunjukan-pertunjukan Broadway yang terkenal yang menarik pengunjung dari seluruh dunia. Central Park, taman kota yang luas, memberikan tempat yang sempurna untuk berjalan-jalan, bersepeda, atau hanya bersantai.

Tenggelam?

Kota New York tenggelam dengan kecepatan rata-rata 0,06 inci per tahun, bahkan di beberapa lokasi mengalami penurunan dua kali lebih cepat. Ilmuwan NASA menganalisis penyebab kota seluas 302,6 mil persegi ini mengalami penurunan permukaan tanah. Kota New York terdiri dari lima wilayah, yaitu Manhattan, Queens, Brooklyn, Bronx, dan Staten Island. 

Ilmuwan NASA bekerja sama dengan peneliti di Rutgers University di New Jersey mengungkapkan ada pergerakan tanah vertikal ke atas dan ke bawah, atau pengangkatan dan penurunan permukaan tanah, di Kota New York dari tahun 2016 hingga 2023.

 Kondisi ini terjadi karena beberapa titik lokasi teridentifikasi tenggelam karena berada di atas gletser kuno yang menyusut. Gletser kuno menutupi sebagian besar New England sekitar 24.000 tahun yang lalu.

Perlahan Mulai Tenggelam 

Dinding es setinggi lebih dari satu mil menutupi tempat yang sekarang disebut Albany di bagian utara New York. Kemudian, mantel bumi perlahan-lahan menyesuaikan diri sehingga Kota New York yang terletak di daratan yang berada tepat di luar tepian lapisan es, kini kembali tenggelam. 

Para peneliti menemukan bahwa kota New York tenggelam dengan kecepatan rata-rata 0,06 inci per tahun. Sementara lokasi tertentu, termasuk landasan pacu di Bandara LaGuardia dan Stadion Arthur Ashe, mengalami penurunan dua kali lebih cepat. Lokasi lain yang tenggelam, termasuk Interstate 78, yang melewati Terowongan Holland yang menghubungkan New York ke New Jersey, Coney Island di Brooklyn, dan Arverne di Queens. 

Mengutip sindonews.com, landasan pacu di Bandara LaGuardia dan Stadion Arthur Ashe tenggelam hingga 0,18 inci per tahun. Studi tersebut menemukan landasan pacu 13/31 di Bandara LaGuardia menyusut 0,15 inci per tahun karena dibangun di bekas tempat pembuangan sampah. Stadion Tenis Arthur Ashe, tempat tenis terbesar di dunia, ditemukan tenggelam 0,18 inci per tahun karena dibangun di atas tempat pembuangan sampah. 

Interstate 78 turun 0,07 inci, dan bagian selatan Pulau Gubernur tenggelam 0,03 inci setiap tahun. Wilayah bawah dibangun di atas puing-puing penggalian kereta bawah tanah Lexington Avenue pada awal abad ke-20. Penelitian ini melibatkan penggunaan teknik penginderaan jarak jauh interferometric syntetic aperture radar (InSAR). 

Teknologi ini menggabungkan dua atau lebih observasi 3D pada wilayah yang sama untuk mengungkap gerakan permukaan atau topografi. 

“Saya tertarik dengan potensi penggunaan InSAR resolusi tinggi untuk mengukur modifikasi lingkungan yang berumur pendek terkait dengan pengangkatan,” kata Peneliti Robert Kopp dari Universitas Rutgers dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Minggu (1/10/2023). Studi selanjutnya akan terus meneliti perpindahan permukaan di seluruh dunia, termasuk misi Synthetic Aperture Radar (NISAR) NASA-Indian Space Research Organization yang akan diluncurkan tahun depan.

 Dengan terjadinya kenaikan permukaan laut di seluruh dunia, data ini terbukti sangat berharga untuk perencanaan pembangunan wilayah.***