Fakta atau Mitos Lebah Mati Usai Menyengat Manusia?

dok net

PANTAU JAKARTA- Lebah mahluk  mungil namun memiliki peran besar dalam ekosistem, telah menjadi salah satu keajaiban alam yang menakjubkan. Dalam setiap detailnya, lebah menampilkan kecerdasan luar biasa dalam cara mereka bekerja dan berinteraksi, memberikan dampak yang sangat besar pada lingkungan sekitarnya.

Lebah hidup dalam koloni yang teratur dan terstruktur, dipimpin oleh ratu lebah. Koloni ini terbagi menjadi pekerja, lebah jantan, dan ratu. Setiap tugas dalam sarang dilakukan dengan presisi yang luar biasa; mulai dari pengumpulan nektar hingga pembuatan madu, perawatan larva, dan menjaga sarang.

Madu, hasil kerja keras lebah, bukan hanya makanan lezat tetapi juga sarat akan manfaat kesehatan. Lebah mengumpulkan nektar dari bunga dan memprosesnya menjadi madu dengan cara yang sangat terperinci. Mereka menyimpan madu ini dalam sarang mereka, memastikan persediaan makanan yang cukup untuk musim dingin.

Setelah Menyengat Manusia?

Seperti diketahui sengatan lebah dapat menimbulkan rasa sakit dan setelahnya memunculkan gejala alergi, seperti gatal dan kemerahan. Kemerahan, bengkak, dan nyeri tumpul adalah ciri-ciri sengatan lebah, tentu saja setelah rasa sakit yang tajam pada saat tersengat. 

Saat lebah menyengat, mereka melepaskan bahan kimia yang disebut melittin ke korbannya. Racun ini segera memicu reseptor rasa sakit dan menyebabkan sensasi terbakar. Namun, di samping efeknya terhadap manusia, benarkah menyengat manusia bisa membunuh lebah? Lebah yang mati setelah menyengat Tidak semua lebah mati setelah menyengat. Bahkan, tidak semua spesies lebah mampu menyengat. 

Mengutip kompas.com, ada sekelompok lebah yang disebut 'lebah tak bersengat' (suku Meliponini) dan juga 'lebah penambang' (famili Andrenidae), yang memang memiliki alat penyengat, namun ukurannya sangat kecil sehingga tidak efektif. Terdapat lebih dari 500 spesies lebah tak bersengat, yang banyak ditemukan di daerah tropis. Nicholas Naeger, ahli biologi molekuler di Washington State University, mengatakan, alih-alih menyengat, lebah-lebah itu malah menggigit. 

Lantas, bagaimana dengan lebah yang menyengat? Apa yang membuat beberapa lebah bisa bertahan hidup setelah menyengat, sementara yang lain mati? 

Menurut Ray, lebah madu paling sering mati akibat sengatan terhadap manusia atau mamalia lain.

Hal ini disebabkan oleh anatomi alat penyengat lebah. Alat tersebut berduri sehingga menempel di dalam kulit, dan menyebabkannya tetap berada di tempatnya untuk terus memompa racun. 

Lebah madu cenderung tidak mati setelah menyengat serangga atau laba-laba lain, yang biasanya terjadi hanya jika lebah mengira sarangnya sedang diserang. 

Hal ini karena alat penyengat lebah umumnya mampu menembus kerangka luar serangga yang relatif tipis dan alat sengatan dapat dikeluarkan tanpa menimbulkan kerusakan. 

Sementara itu, Ray menjelaskan, kulit manusia, jauh lebih tebal daripada kerangka luar kebanyakan serangga sehingga alat penyengat lebah lebih mungkin tersangkut. Ray menambahkan, ketika lebah terbang menjauh setelah menyengat manusia, alat penyengatnya tertinggal, menyebabkan organ-organ perutnya tertarik dan terlepas. 

Lebah tersebut, yang memiliki lubang di perutnya, mungkin bisa hidup beberapa jam setelah menyengat, namun pada akhirnya ia akan kehilangan cairan dan kegagalan organ dalam. 

Naeger pernah melakukan penelitian untuk memastikan bahwa lebah madu tidak mampu bertahan hidup setelah menyengat target yang mirip manusia. Naeger melakukannya dengan menandai dan mengembalikan lebih dari 200 lebah yang menyengat target, dan ia tidak pernah menyaksikan satu pun lebah masih hidup keesokan paginya.

 Namun, lebah lain mampu bertahan hidup setelah menyengat manusia karena mereka memiliki alat penyengat yang berbeda dengan lebah madu. 

Lebah lain memiliki alat penyengat yang halus, sehingga mampu menyengat berkali-kali tanpa mengalami kematian.

Mengapa Gajah Takut pada Lebah? 

Jika ditanya apa yang gajah takuti, apa yang akan Anda jawab? Sebenarnya, gajah takut banyak hal seperti semut, tikus, dan juga lebah. Hal ini mungkin tidak terpikirkan karena gajah menyandang gelar hewan terbesar di dunia. 

Gajah takut lebah 

Tapi siapa sangka jika hewan berbelalai panjang itu sebenarnya takut pada lebah. Sengatan lebah tentu tak bisa menembus kulit gajah yang sangat tebal. Tapi jika lebah-lebah berkerumun, maka mereka bisa menyengat hewan besar itu di daerah paling sensitif seperti belalai, mulut, dan mata. Sengatan ratusan lebah itu akan membuat gajah kesakitan. 

Itulah yang membuat hewan bertelinga lebar ini sangat takut dengan ancaman lebah. Penelitian yang awalnya dilakukan di Afrika itu menemukan bahwa gajah Afrika sangat takut dengan lebah Afrika. Ini mungkin karena lebah Afrika yang terkenal sangat agresif. 

Selain itu, dalam penelitian terbaru yang dipimpin oleh Lucy King, rekan penelitian Universitas Oxford menemukan hal yang sama pada gajah Asia. Tapi berbeda dengan gajah Afrika, gajah Asia terlihat sedikit lebih berani daripada sepupunya itu. 

Sayangnya, masih belum jelas mengapa gajah Asia bereaksi berbeda terhadap lebah Asia. Bisa jadi hal ini karena lebah Asia kurang agresif jika dibandingkan dengan lebah Afrika. Mungkin juga gajah hanya memiliki respons perilaku yang berbeda, seperti cara orang dari satu budaya tertawa saat gugup dan orang dari budaya lain mungkin gelisah atau berbicara cepat, kata John Poulsen, ahli ekologi tropis. Poulsen sendiri merupakan asisten profesor di Universitas Duke, A.S yang telah melakukan penelitian serupa. 

Lebah jadi cara mengatasi konflik gajah dan manusia Para peneliti kemudian menjadikan ini sebuah cara untuk mengatasi konflik manusia dan gajah. Para peneliti menyarankan para petani untuk membuat jalur pagar dengan merangkai sarang lebah setiap 20 meter. Hasilnya, 80 persen gajah Afrika tidak berani mendekati lahan pertanian. Ini tentu saja membantu para gajah terbunuh dari konfliknya dengan manusia.

Hasil tersebut membuat para peneliti berharap temuannya ini dapat membantu menyelamatkan populasi gajah di alam liar. Terutama untuk mengatasi konflik gajah-manusia di Sri Lanka, Nepal, Thailand, dan India. 

Di Afrika, sebuah kelompok konservasionis bernama Save the Elephants yang dikepalai King membangun pagar kawat dan sarang lebah untuk lahan seluas satu hektar. Dengan cara ini mereka dapat melindungi gajah sekaligus memberikan sumber penghasilan baru untuk para petani, yaitu panen madu dua kali dalam setahun. 

Pagar sarang lebah ini juga memiliki fungsi lain, yaitu sebagai penghalang psikologis bagi para petani. Pagar ini membuat para petani berpikir dua kali sebelum menebang pohon atau membakar hutan untuk lahan pertanian. 

Awalnya, King kesulitan meyakinkan para petani untuk melakukan "ide gila" pagar sarang lebah ini. "Ketika saya pertama kali memulai, saya harus benar-benar meyakinkan orang untuk mencobanya," kata King dikutip dari New York Times dilansir kompas.com, Jumat (26/01/2018). 

"Mereka pikir saya benar-benar gila. Lalu mereka berpikir, yah, dia memberi kita sarang lebah gratis, jadi terserah. Sekarang orang mengantri untuk melakukannya," sambungnya. Selain menemukan cara ini, King juga belajar bahwa sarang lebah berayun membuat lebah keluar dari sarang. Hal ini membuat gajah lebih takut lagi. 

Gajah merupakan hewan yang sangat pintar, saat tidak di sengat lebah maka mereka akan menyadari bahwa dengung yang didengar bukanlah ancaman nyata, kata King. 

Ini ditemukan saat para peneliti memainkan rekaman suara dengungan lebah saja, tanpa benar-benar ada sengatan. Meski begitu, King juga menyadari bahwa rasa takut pada lebah ini tak akan cukup untuk mengusir gajah. 

Apalagi jika ladang dipenuhi dengan hasil panen. Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Steeve Ngama, kandidat doktoral di Universitas de Liege, Belgia. Ngama berpendapat bahwa sarang lebah adalah ide yang bagus tapi bagaimanapun gajah akan bisa mengakalinya dan mencari solusi. 

"Jika gajah memiliki taruhan, misalnya dengan mengakses buah berlimpah atau hasil panen, mereka akan menghabiskan waktu untuk belajar mengatasi metode ini," ungkapnya. 

"Pembelajaran mereka sebagaian besar akan berhasil, apalagi saat hasilnya setara dengan risiko yang dihadapi," imbuhnya. 

Kemudian menjadikan ini sebuah cara untuk mengatasi konflik manusia dan gajah. Para peneliti menyarankan para petani untuk membuat jalur pagar dengan merangkai sarang lebah setiap 20 meter. Hasilnya, 80 persen gajah tidak mendekati lahan pertanian. Ini tentu saja membantu para gajah terbunuh dari konfliknya dengan manusia.***