MEMILUKAN! Anak-anak di Inggris Terpaksa Kunyah Karet hingga Pura-pura Makan: Semua Mahal Sampai Harus Cari Makanan 'Sisa'

(Dok: REUTERS)

AKARTA (Surya24.com) - Kepala Sekolah di seluruh Inggris melaporkan anak-anak kelaparan hingga rela mengunyah karet. Tidak sedikit dari mereka memilih ke taman bermain saat jam makan siang karena tidak mampu membeli makan.

Banyak sekolah di Inggris sudah melihat tingkatan kasus memilukan pada anak-anak yang kelaparan. Satu sekolah di Lewisham, London Tenggara, memberi tahu ada anak yang berpura-pura makan dari kotak makan kosong karena tidak ingin teman-temannya tahu bahwa tidak ada makanan di rumahnya.

"Kami mendengar tentang anak-anak yang sangat lapar sehingga mereka makan karet di sekolah. Anak-anak datang belum makan apa pun sejak makan siang sehari sebelumnya. Pemerintah harus melakukan sesuatu," kata Kepala Eksekutif Chefs in Schools, Naomi Duncan dikutip dari The Guardian, Senin (26/9/2022).

Di Inggris, murid berhak atas makanan gratis dari sekolah bagi yang orang tuanya berpenghasilan kurang dari 7.400 pound sterling atau Rp 120,78 juta (kurs Rp 16.322) per tahun. Menurut organisasi amal Child Poverty Action Group, masih ada 800.000 anak miskin yang tidak masuk daftar tersebut.

Melansir detik.com, sebuah kelompok masyarakat yang mengirimkan paket makanan darurat, Oxford Mutual Aid mengaku harus memangkas hari pengirimannya karena ratusan sukarelawan tidak dapat mengatasi peningkatan permintaan bantuan.

"Kami berjuang untuk memenuhi permintaan. Setiap hari saya mendengar tingkat kesusahan yang dialami orang-orang. Setiap hari saya berbicara dengan keluarga yang ketakutan karena tidak tahu harus ke mana," ujar Koordinator Muireann Meehan Speed.

 

Pendiri Launch Foods, Craig Johnson mengatakan orang-orang berbicara tentang krisis mendekat. Badan amal di Glasgow itu menyediakan makan siang gratis untuk 300 anak sekolah setiap hari.

Semua Mahal

Sementara itu Warga Negara Indonesia (WNI) di Inggris menceritakan mahalnya biaya hidup di sana saat ini. Hampir semua harga komoditas naik gila-gilaan imbas pandemi COVID-19 dan terkini perang Rusia-Ukraina.

Dyah (39) yang tinggal di London mengatakan harga makanan dan minuman sudah naik sekitar 12,6%. Contohnya harga susu 1,55 pound sterling atau Rp 25.299 tergantung merek, keju British Mature Cheddar 6 pound sterling atau Rp 97.932/kg, mentega rata-rata 3,18 pound sterling atau Rp 51.903/pack, dan tepung terigu sekitar 2,05 pound sterling atau Rp 33.460/kg (kurs Rp 16.322).

"Sejak pandemi COVID-19 mulai Maret 2020 dan kemudian invasi Rusia ke Ukraina, situasi Inggris banyak mengalami perubahan. Biaya hidup di Inggris Raya meningkat sangat signifikan," kata Dyah saat dihubungi detikcom, Minggu (25/9/2022).

Harga BBM juga masih tinggi meskipun sudah mengalami penurunan. Saat ini harga rata-rata BBM berada di level 1,68 pound sterling atau Rp 27.420/liter, lebih murah dibanding Juni 2022 yang sempat di level 1,92 pound sterling atau Rp 31.338.

Tak hanya itu, saat ini Inggris juga sedang mengalami krisis energi parah karena banyak warga mulai beraktivitas dan membutuhkan banyak energi pasca pandemi COVID-19. Ditambah cuaca dingin membutuhkan energi lebih untuk heater (pemanas).

WNI lainnya yang tinggal di Kota Leeds, Eva (35) mengatakan di tahun ini pemerintah sudah dua kali menaikkan harga dasar energi. Warga pun sedang cemas menunggu Oktober 2022 yang katanya tarif listrik akan naik lagi.

"Tagihan yang naik pastinya tagihannya energi, tahun ini saja sudah dua kali naik energinya dan nanti bulan Oktober akan naik lagi. Sekitar sepertiga pendapatannya itu untuk biayain energi, belum untuk sama rumah, cicilan, makanan," tuturnya.

Eva mengatakan harus menghemat pengeluaran untuk makan, hingga jalan-jalan atau hiburan untuk bertahan hidup di tengah krisis Inggris. Maklum, sebagai penerima beasiswa pemasukan utamanya adalah berasal dari uang beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

"Strategi untuk bertahan hidupnya sama seperti di Indonesia, bagaimana kalau kita merantau kita menghemat pengeluaran untuk makan, konsumsi seperti pakaian atau hiburan, atau soal barang-barang tersier lainnya," kata Eva.

Selain itu, dirinya juga harus pintar-pintar hemat energi yang saat ini tagihannya semakin mahal. Eva menyebut beberapa mahasiswa Indonesia di Inggris saat ini lebih memilih belajar di kampus daripada tempat kost atau apartemen.

"Karena untuk mengurangi biaya listrik dan pemanas ruangan. Selain itu di kampus kan bisa lebih terkonsentrasi, kalau di rumah tidur terus ntar," tambahnya.

Biaya hidup di Inggris yang mahal juga membuatnya harus mencari diskonan bahan sembako untuk dimasak. Di Inggris, kata Eva, semakin hari gelap maka harga sembako di minimarket bisa jadi setengah harga karena kondisinya kurang layak.

"Di Inggris itu setiap jam-jam tertentu biasanya sore menjelang malam atau siang menjelang sore, beberapa bahan makanan di minimarket itu mengalami penurunan harga karena dianggap sudah kurang layak. Tapi kalau dibawa ke standar Indonesia tuh masih bagus banget seperti daging ayam, buah-buahan, sandwich itu bisa setengah harga dari harga aslinya," ucapnya.

Eva juga bercerita bahwa penerima beasiswa yang membawa pasangan memilih bekerja menjadi pelayan di sebuah restoran untuk membantu menutupi pengeluaran bulanan. Kalau penerima beasiswa yang single seperti dirinya, hanya diperbolehkan bekerja di bidang akademik seperti menjadi asisten peneliti atau asisten dosen di kampus.

"Penerima beasiswa yang membawa pasangan, pasangannya ini bekerja untuk membantu menutupi pengeluaran bulanan. Bekerjanya itu bisa sebagai penggoreng ayam di restoran fast food, pelayan toko dan sebagainya, itu lumayan membantu. Jadi sementara pasangannya belajar di kampus," ucapnya.

WNI lainnya yang tinggal di London, Dyah (39) menambahkan siasat berhemat versi dirinya sebagai penerima beasiswa yang membawa keluarga. Salah satunya adalah mengurangi konsumsi energi untuk menekan pengeluaran.

"Saya dan suami selalu mengingatkan anak-anak untuk hemat energi misalnya dengan mematikan lampu jika tidak diperlukan, mencuci seminggu sekali, dan mengurangi penggunaan oven. Saat ini cuaca juga masih cukup memberikan sinar matahari sehingga kami tidak perlu menghidupkan pemanas," bebernya.

Kemudian mengurangi biaya yang tidak terlalu penting seperti jalan-jalan atau membeli sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Dyah dan keluarga punya cara tersendiri untuk menghabiskan waktu di akhir pekan.

"Untuk menikmati weekend dengan keluarga, kami cukup menikmati London dan pergi ke taman atau tempat-tempat wisata yang gratis. Kami menghindari bepergian yang jauh dan menghabiskan banyak uang. Kami juga berusaha mengurangi jajan di luar rumah," tandasnya.***