Amukan Sambo dan Hilangnya Nyawa Yosua gara-gara Cerita Sepihak Putri Candrawathi: Kuasa Hukum Sebut Brigjen Hendra Kurniawan Dibohongi FS

(Dok:kompas.com)

JAKARTA (Surya24.com) - Pembunuhan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J disebut terjadi lantaran adanya cerita sepihak dari Putri Candrawathi. Putri menelepon suaminya, Ferdy Sambo, yang kala itu masih menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri pada Jumat (8/7/2022) dini hari.

Saat itu, Putri sedang berada di rumah Sambo yang berada di Magelang, Jawa Tengah, sedangkan Sambo berada di Jakarta. Lewat sambungan telepon tersebut, Putri menangis dan melapor ke suaminya bahwa Yosua telah melakukan perbuatan kurang ajar ke dirinya.

Melansir kompas.com, peristiwa itu terungkap dalam dakwaan Putri Candrawathi yang dibacakan jaksa dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (17/10/2022).

"Saksi Ferdy Sambo yang sedang berada di Jakarta pada hari Jum'at dini hari tanggal 8 Juli 2022 menerima telepon dari terdakwa Putri Candrawathi yang sedang berada di rumah Magelang sambil menangis berbicara dengan saksi Ferdy Sambo," papar jaksa.

"Bahwa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat selaku ajudan saksi Ferdy Sambo yang ditugaskan untuk mengurus segala keperluan terdakwa Putri Candrawathi telah masuk ke kamar pribadi terdakwa Putri Candrawathi dan melakukan perbuatan kurang ajar terhadap terdakwa Putri Candrawathi," ucapnya.

Mendengar cerita istrinya tersebut, Sambo seketika marah ke Yosua. Namun, Putri meminta suaminya untuk tidak menghubungi siapa pun terkait peristiwa ini. Putri mengaku takut akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan lantaran Brigadir J punya senjata.

Selain itu, tubuh Brigadir J juga lebih besar dibandingkan ajudan-ajudan lain yang saat itu mendampingi Putri di rumah Magelang. "Saksi Ferdy Sambo menyetujui permintaan terdakwa Putri Candrawathi tersebut dan terdakwa Putri Candrawathi meminta pulang ke Jakarta dan akan menceritakan peristiwa yang dialaminya di Magelang setelah tiba di Jakarta," ucap jaksa.

Pagi harinya, rombongan di Magelang kembali ke Jakarta. Putri satu mobil dengan Richard Eliezer atau Bharada E dan Kuat Ma'ruf, serta asisten rumah tangganya bernama Susi.

Sementara, Brigadir Yosua satu mobil dengan Ricky Rizal atau Bripka RR. Setibanya di Jakarta, Putri langsung menceritakan peristiwa yang dialaminya di Magelang ke Ferdy Sambo di rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Putri mengaku dirinya telah dilecehkan oleh Brigadir Yosua.

"Mendengar cerita sepihak yang belum pasti kebenarannya tersebut membuat saksi Ferdy Sambo menjadi marah," kata jaksa.

"Namun, dengan kecerdasan dan pengalaman puluhan tahun sebagai seorang anggota kepolisian sehingga saksi Ferdy Sambo berusaha menenangkan dirinya lalu memikirkan serta menyusun strategi untuk merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," lanjut jaksa lagi.

Ferdy Sambo akhirnya menyusun strategi untuk membunuh Yosua dengan memerintahkan Richard Eliezer. "Terdakwa Ferdy Sambo mengutarakan niat jahatnya dengan bertanya kepada saksi Richard Elizer Pudihang Lumiu, 'berani kamu tembak Yosua?'," kata jaksa.

"Atas pertanyaan terdakwa Ferdy Sambo tersebut lalu saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu menyatakan kesediaannya 'siap komandan'," lanjutnya.

  1. jaksa, sebelum memerintahkan Richard, Sambo lebih dulu meminta anak buahnya yang lain, Ricky Rizal atau Bripka RR, untuk menembak Yosua.

Namun, Ricky Rizal menolak perintah Sambo. Dia mengaku tak kuat mental jika harus menembak Yosua. "Dijawab oleh saksi Ricky Rizal Wibowo, 'tidak berani Pak, karena saya enggak kuat mentalnya Pak'," urai jaksa.

Sambo pun memaklumi penolakan Ricky Rizal. Dia lantas memerintahkan bawahannya itu memanggil Richard Eliezer untuk menemuinya.

Menurut jaksa, Ricky Rizal kemudian memanggil Richard Eliezer dan memintanya menemui Sambo di lantai 3 rumah pribadi yang berada di Jalan Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Bharada E diperintah atasannya untuk mengeksekusi Yosua. Lagi-lagi, Sambo beralasan bahwa Yosua telah melecehkan istrinya. Disebutkan oleh jaksa, Putri Candrawathi juga turut terlibat dalam pembicaraan tersebut.

"Saksi Richard Elizer Pudihang Lumiu yang menerima penjelasan tersebut merasa tergerak hatinya untuk turut menyatukan kehendak dengan terdakwa Ferdy Sambo," ujar jaksa.

Tak lama setelah perencanaan itu, rombongan bertolak ke rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Di situlah, Yosua dieksekusi. Yosua ditembak oleh Richard Eliezer atas perintah Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) tepatnya pukul 17.16 WIB.

Setelahnya, eks Kadiv Propam itu juga ikut menembak kepala bagian belakang Yosua untuk mamastikan anak buahnya telah tewas. Sementara, Putri menunggu di kamar rumah tersebut yang berada di lantai dua hingga penembakan usai.

Yosua tak pernah tahu alasannya ditembak Ada fakta berbeda yang dipaparkan jaksa dalam dakwaan Sambo yang dibacakan. Pada tahap penyidikan, Sambo mengaku penembakan Brigadir Yosua dilakukan di Duren Tiga karena ia ingin mengklarifikasi lebih dulu soal pelecehan seksual terhadap Putri.

Namun, jaksa mengungkap Sambo saking marahnya ketika itu tak pernah berusaha bertanya soal kebenaran informasi terkait pelecehan. Sambo langsung memerintah Richard untuk mengeksekusi Yosua saat itu juga. Ferdy Sambo juga disebut memerintahkan korban Brigadir J untuk posisi jongkok agar tidak terjadi perlawanan.

"'Jongkok kamu!" teriak Sambo kepada Yosua yang baru datang menghadapnya.

Lalu, Yosua sambil mengangkat kedua tangannya menghadap ke depan sejajar dengan dada. Dia juga sempat mundur sedikit sebagai tanda penyerahan diri. "Ada apa ini?" jawab Yosua ketika itu.

Namun, pertanyaan Yosua ini tak digubris Sambo. Richard pun langsung menembak Yosua menggunakan senjata Glock miliknya. Yosua jatuh tersungkur, darah langsung mengucur dari tubuhnya. Jaksa mengungkap Yosua sekarat, tak langsung meninggal ketika itu.

Namun, tembakan Sambo terakhir kali di bagian kepala yang langsung membuat ajudannya itu tewas di tempat. Yosua pun tak pernah tahu apa sebabnya Sambo menembaknya.

Hadiah iPhone Sambo dan ucapan terima kasih Putri Usai peristiwa pembunuhan tersebut, Ferdy Sambo memberikan "hadiah" ponsel iPhone 13 Pro Max kepada Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Menurut jaksa, pemberian itu dilakukan Sambo selang 2 hari setelah pembunuhan berencana terhadap Yosua terjadi. "Terdakwa memberikan handphone iPhone 13 Pro Max sebagai hadiah untuk menganti handphone lama yang telah dirusak atau dihilangkan agar jejak komunikasi peristiwa merampas nyawa korban Nofriansyah tidak terdeteksi," kata jaksa.

Pemberian ponsel oleh Sambo kepada ketiga orang itu dilakukan di ruang kerja rumah pribadi di Jalan Saguling 3 Nomor 29.

Selain itu, menurut dakwaan yang dibacakan jaksa, istri Sambo, Putri Candrawathi yang turut hadir di rumah itu menyampaikan ucapan terima kasih kepada Eliezer, Ricky, dan Kuat. "Kemudian saat itu saksi Putri Candrawathi yang merupakan istri Ferdy Sambo mengucapkan terima kasih kepada Ricky, Eliezer, dan Kuat Ma'ruf," ucap jaksa Dalam kesempatan itu, Sambo juga memberikan amplop warna putih berisi uang Rp 500 juta masing-masing untuk Ricky dan Kuat, serta Rp 1 miliar untuk Eliezer.

"Amplop yang berisi uang tersebut diambil kembali oleh Ferdy Sambo dengan janji akan diserahkan pada Agustus 2022 apabila kondisi sudah aman," lanjut isi dakwaan Sambo.

Jaksa menyebutkan bahwa Ricky, Eliezer, dan Kuat menyadari penuh dan tidak sedikit pun menolak pemberian ponsel iPhone 13 Pro Max dan uang yang dijanjikan Sambo dan Putri.

"Yang merupakan tanda terima kasih atau hadiah karena Ricky, Eliezer, dan Kuat telah turut terlibat dalam merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," kata jaksa.

Kelimanya terdakwa itu disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Dibohongi oleh Ferdy Sambo

Sementara itu salah satu terdakwa kasus obstruction of justice atau upaya menghalangi penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, Brigjen Hendra Kurniawan merasa telah dibohongi oleh atasannya, Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo. Hal ini disampaikan oleh kuasa hukum Brigjen Hendra, Henry Yosodiningrat.

“Seperti kasus Brigjen Hendra misalnya, mereka itu, Hendra sendiri merasa dibohongi oleh Sambo. Apa yang diceritakan Sambo ke dia, dia enggak tahu bahwa itu cerita yang direkayasa oleh Sambo,” ucap Henry saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/10/2022) malam.

Henry mengatakan, Hendra mendapatkan informasi yang salah dari Ferdy Sambo. Namun, saat itu Hendra mempercayainya.

“Dia pikir apa yang diceritakan Sambo itu adalah peristiwa yang sebenernya. Setelahnya dia baru tahu,” ucap Henry.

Adapun Henry merupakan kuasa hukum dari 3 terdakwa di kasus obstruction of justice penyidikan kasus kematian Brigadir J. Selain menjadi pengacara Hendra, ia juga membela terdakwa Kombes Agus Nurpatria dan AKP Irfan Widyanto Ia mengungkapkan bahwa dirinya diminta oleh para terdakwa untuk menjadi pengacara di kasus tersebut. Henry berjanji akan profesional dalam mengahadapi kasus itu.

“Saya menjalankan tugas profesi saya, melaksanakan profesi saya, saya di dalam membela seseorang bukan membela kekalahan atau memutihkan sesuatu yang hitam. Yang saya bela itu adalah kepentingan hukum mereka, luruskan duduk persoalan yang sebenarnya,” tegas Henry.

Diberitakan sebelumnya, dalam cuplikan dakwaan Hendra Kurniawan di situs PN Jaksel, dituliskan bahwa Hendra mendapat cerita terkait skenario yang dibuat Sambo kejadian baku tembak dan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J ke Putri Candrawathi.

Adapun Kompas.com sudah mendapat izin Humas PN Jaksel Djuyamto untuk mengutipnya cuplikan dakwaan itu pada Jumat (14/10/2022). Dalam dakwaan dituliskan bahwa Hendra Kurniawan merupakan salah satu orang yang datang ke rumah Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo setelah kejadian penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Duren Tiga, Jakarta, 8 juli 2022.

Skenario Ferdy Sambo Saat Hendra di rumah dinas itu, Ferdy Sambo menceritakan soal kejadian baku tembak antara Bharada E atau Richard Eliezer dan Brigadir J, sehingga membuat Brigadir J tewas. Baku tembak itu, menurut Sambo, terjadi karena Brigadir J melecehkan Putri Candrawathi (istri Ferdy Sambo).

“Hendra Kurniawan bertanya kepada saksi Ferdy Sambo, ‘ada peristiwa apa Bang...’, dijawab oleh saksi Ferdy Sambo, ‘ada pelecehan terhadap Mbakmu’,” tulis isi cuplikan dakwaan.

Setelah selesai mendapat informasi dari Sambo, Hendra menindaklanjutinya dengan menemui Karo Provos Divisi Propam Polri Benny Ali yang telah datang terlebih duhulu sebelum Maghrib di tempat kejadian bersama-sama dengan Kabag Gakkum Ro Provos Divpropam Polri Susanto.

Hendra kemudian menanyakan soal pelecehan apa yang terjadi kepada Putri. Dalam cuplikan dakwaan, Benny Ali sudah bertemu dan mendengar langsung soal pelecehan dari Putri Candrawathi. Dalam dakwaan, Benny menceritakan kepada Hendra bahwa saat Putri sedang beristirahat di dalam kamarnya dengan menggunakan baju tidur celana pendek, Brigadir J masuk ke kamar tersebut

“Korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah memasuki kamar Putri Candrawathi dan sedang meraba paha sampai mengenai kemaluan Putri Candrawathi, akan tetapi Putri Candrawathi terbangun dan kaget sambil berteriak,” tulisnya.

Dikarenakan teriakan Putri Candrawathi, korban Nofriansyah Yosua Hutabarat menodongkan senjata apinya ke Putri Candrawathi sambil mencekik leher dan memaksa agar membuka kancing baju Putri Candrawathi.

Lalu, Putri Candrawathi berteriak histeris sehingga membuat Brigadir J panik dan keluar dari kamar. Selanjutnya, Brigadir J pun bertemu dengan Bharada E atau Richard sehingga terjadi tembak menembak.

“Cerita Benny Ali didapatkan dari Putri Candrawathi lalu diceritakan kembali kepada Terdakwa Hendra Kurniawan,” tulis isi dakwaan.***