Jarang Terungkap Gegara Penyakit Bisul Mataram Gagal Taklukan Kerajaan Banten, Kok Bisa? Begini Ceritanya

Ilustrasi (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM)- Sunan Amangkurat I adalah salah satu raja terkemuka dari Kerajaan Mataram yang berkuasa pada abad ke-17. Ia dikenal sebagai raja yang kuat dan visioner, serta berhasil meningkatkan kejayaan Kerajaan Mataram pada masanya.

Sunan Amangkurat I lahir pada tahun 1646 dan menjadi raja Mataram pada tahun 1645, menggantikan ayahnya, Sultan Agung. Ia memerintah selama 15 tahun, hingga tahun 1677, dan berhasil meningkatkan kekuasaan dan kejayaan Kerajaan Mataram pada masanya.

Salah satu pencapaian terbesar Sunan Amangkurat I adalah penaklukan Kerajaan Pajang, yang menguatkan posisi Mataram sebagai salah satu kekuatan utama di Jawa. Ia juga memperkuat pertahanan kerajaan dan membangun benteng pertahanan baru untuk melindungi kerajaan dari serangan musuh.

Selain itu, Sunan Amangkurat I juga dikenal sebagai raja yang visioner dalam bidang seni dan budaya. Ia mendukung pengembangan seni dan budaya Jawa, seperti seni wayang dan musik gamelan, serta membangun banyak bangunan seni dan kebudayaan di sekitar kraton Mataram.

Namun, pemerintahan Sunan Amangkurat I juga tidak lepas dari kontroversi dan konflik politik. Ia terlibat dalam perselisihan dengan saudaranya, Pangeran Pekik, yang akhirnya melarikan diri dan bergabung dengan VOC Belanda. Konflik ini memicu kekerasan dan krisis politik dalam pemerintahan Mataram.

Sunan Amangkurat I meninggal pada tahun 1677, dan digantikan oleh putranya, Amangkurat II. Warisan Sunan Amangkurat I sebagai raja yang kuat dan visioner tetap terkenang dan dihargai hingga saat ini. Ia berhasil meningkatkan kejayaan dan kekuatan Kerajaan Mataram pada masanya, serta meninggalkan warisan budaya dan seni yang kaya dan unik.

Seperti diketahui Raja Mataram yang bernama Sunan Amangkurat I memerintah dari tahun 1646 sampai 1677.

Dikutip dari intisarionline.com, dia adalah anak dari Sultan Agung, raja Mataram yang terkenal dengan perluasan wilayahnya ke berbagai daerah di Jawa dan luar Jawa.

 

Sunan Amangkurat I meneruskan ambisi ayahnya untuk menjadikan Mataram sebagai kerajaan terbesar dan terkuat di Nusantara.

Salah satu target Sunan Amangkurat I adalah Banten, sebuah kerajaan Islam yang berada di ujung barat Pulau Jawa. Banten merupakan pesaing Mataram dalam hal perdagangan dan politik.

Banten juga menolak untuk tunduk kepada Mataram dan menganggap dirinya sebagai kerajaan merdeka yang hanya mengakui Sultan Mekah sebagai raja di atasnya.

Pada tahun 1651, Sunan Amangkurat I berhasil mengalahkan Cirebon, sebuah kerajaan bawahan Banten yang berada di pantai utara Jawa.

Ini membuat Sunan Amangkurat I semakin yakin untuk menyerang Banten.

Dia merencanakan sebuah ekspedisi besar-besaran ke Banten pada pertengahan tahun 1652. Dia menunjuk pamannya, Pangeran Purbaya, sebagai pemimpin penyerangan.

Dia juga memerintahkan para pembuat senjata untuk membuat banyak senapan dan meriam untuk persiapan perang.

 

Namun, rencana Sunan Amangkurat I mendapat tentangan dari para pemuka agama di Mataram. Mereka mengingatkan bahwa Sultan Agung, pada waktu akhir hayatnya, telah berpesan agar senjata Mataram pertama-tama harus diarahkan ke timur kemudian ke barat. Artinya, Mataram harus lebih dahulu menaklukkan Blambangan (Banyuwangi).

Sebuah daerah yang dikuasai oleh orang-orang Bali yang dianggap kafir, sebelum menyerang kaum seagama di Banten.

Sunan Amangkurat I tidak menghiraukan pesan itu. Dia tetap bersikeras untuk menyerang Banten. Dia bahkan mencoba meriam-meriam buatan Jawa dan Belanda di lapangan alun-alun.

Namun, salah satu meriam Jawa meledak dan hancur berkeping-keping saat ditembakkan. Keping terbesar jatuh di depan Sunan Amangkurat I dan membuatnya terkejut.

Dia memerintahkan pembuat meriam itu ditangkap dan lapangan serta pintu gerbangnya ditutup semen. Kejadian itu mungkin menjadi pertanda buruk bagi rencana Sunan Amangkurat I.

Tak lama kemudian, dia terserang penyakit bisul yang sangat menyakitkan. Penyakit itu membuatnya tidak bisa bergerak dan berbicara dengan lancar.

Dia terpaksa membatalkan ekspedisi ke Banten dan menyerahkan urusan pemerintahan kepada adiknya, Pangeran Adipati Anom.

Penyakit bisul yang diderita oleh Sunan Amangkurat I bukan hanya membuat ambisinya untuk menaklukkan Banten gagal, tetapi juga membuka peluang bagi pemberontakan-pemberontakan di dalam Mataram.

Salah satu pemberontakan terbesar adalah yang dipimpin oleh Trunojoyo, seorang adipati Madura yang berhasil merebut Surabaya dan mengancam ibu kota Mataram, Plered.

Pemberontakan ini juga didukung oleh Pangeran Puger, adik Sunan Amangkurat I yang merasa tersaingi oleh Pangeran Adipati Anom.

Akibat pemberontakan Trunojoyo dan Pangeran Puger, Sunan Amangkurat I harus melarikan diri dari Plered ke Tegal pada tahun 1677. Dia meninggal dalam pelarian karena penyakit bisul.***