Penasaran Kapan Suku Minangkabau Ternyata Jadi Penganut Matrilineal? Begini Penjelasannya Berikut 4 Tradisi Unik
JAKARTA (SURYA24.COM)- Suku Minangkabau adalah salah satu suku bangsa yang mendiami wilayah Sumatera Barat, Indonesia. Dikenal dengan kekayaan budaya dan tradisi yang khas, suku ini telah menciptakan sebuah masyarakat yang unik dan kuat. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi berbagai aspek budaya, tradisi, dan nilai-nilai yang melekat dalam kehidupan Suku Minangkabau.
Latar Belakang Sejarah:
Suku Minangkabau memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Mereka diyakini berasal dari kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat. Sejak zaman dahulu, suku ini telah mengembangkan sistem adat yang dikenal sebagai "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" yang berarti "Hukum berdasarkan syariat Islam, dan syariat Islam berdasarkan Al-Quran." Hal ini mencerminkan pentingnya Islam dalam kehidupan sehari-hari suku ini.
Matriarki dan Sistem Kekerabatan:
Salah satu ciri khas suku Minangkabau adalah sistem kekerabatan yang berbasis matriarki. Dalam suku ini, garis keturunan dan warisan diturunkan melalui jalur ibu. Rumah adat Minangkabau, yang disebut "rumah gadang," merupakan simbol kekuatan dan kebesaran matriarki. Di rumah gadang, keputusan-keputusan penting diambil oleh perempuan tertua dalam keluarga.
Adat dan Tradisi:
Suku Minangkabau memiliki beragam adat dan tradisi yang dijunjung tinggi. Salah satunya adalah "randai," yaitu sebuah pertunjukan seni teater yang menggabungkan tari, musik, dan dialog. Randai mengisahkan cerita-cerita legendaris dan mitos suku Minangkabau, serta mewakili semangat kebersamaan dan persatuan masyarakat.
Selain itu, "pantun" juga merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya Minangkabau. Pantun adalah puisi pendek yang biasanya digunakan untuk menyampaikan pesan, ungkapan cinta, atau nasihat. Pantun sering diucapkan dalam berbagai acara adat, seperti pernikahan atau pesta keluarga.
Kuliner Minangkabau:
Salah satu warisan terkenal suku Minangkabau adalah masakan mereka yang lezat. Masakan Padang telah dikenal di seluruh Indonesia dan bahkan meraih ketenaran internasional. Rendang, salah satu hidangan Minangkabau yang paling terkenal, merupakan daging yang dimasak dalam santan dengan rempah-rempah yang kaya dan kemudian direndam dalam kuah yang kental. Selain rendang, ada juga sate Padang, gulai daun singkong, dan banyak lagi hidangan lezat lainnya.
Nilai-nilai dan Kehidupan Sosial:
Suku Minangkabau sangat menghargai nilai-nilai seperti kebersamaan, gotong royong dan sebagainya.
Keberanian dan Kemandirian:
Suku Minangkabau juga dikenal memiliki sifat keberanian dan kemandirian yang tinggi. Nilai-nilai ini tercermin dalam tradisi "alim ulama, pandai urang" yang berarti "seorang yang berilmu agama sebaiknya juga memiliki kemampuan dalam hal lain." Suku Minangkabau mempromosikan pendidikan dan pengetahuan sebagai alat untuk mencapai keberhasilan dan kemajuan dalam kehidupan.
Sistem Gotong Royong:
Gotong royong adalah konsep yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Masyarakat suku ini terbiasa saling membantu dalam kegiatan pertanian, pembangunan rumah, atau perayaan adat. Gotong royong memperkuat ikatan sosial antara anggota masyarakat dan mencerminkan semangat kebersamaan dan solidaritas yang tinggi.
Pendidikan dan Perempuan:
Suku Minangkabau juga dikenal mementingkan pendidikan, termasuk bagi perempuan. Mereka percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mencapai kesuksesan dan kemajuan. Sejak lama, perempuan Minangkabau telah diberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan potensi mereka, yang menjadikan mereka memiliki peran yang signifikan dalam masyarakat dan dunia profesional.
Kesetiaan pada Negeri:
Suku Minangkabau memiliki semangat kecintaan dan kesetiaan yang tinggi terhadap tanah air. Mereka bangga akan kekayaan alam dan budaya Sumatera Barat serta berusaha menjaga dan mempertahankannya. Banyak anggota suku ini yang terlibat dalam berbagai bidang, seperti seni, politik, ekonomi, dan pendidikan, untuk memajukan wilayah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Suku Minangkabau adalah sebuah kelompok etnis yang kaya akan budaya, tradisi, dan nilai-nilai yang kuat. Dengan sistem kekerabatan yang matriarki, adat dan tradisi yang unik, serta semangat kebersamaan dan gotong royong, suku ini telah menciptakan masyarakat yang harmonis dan maju. Keberanian, kemandirian, pendidikan, dan kesetiaan pada negeri adalah nilai-nilai yang melekat dalam kehidupan mereka. Melalui warisan budaya dan semangat kehidupan sosial mereka, suku Minangkabau terus memperkaya dan menginspirasi masyarakat Indonesia dan dunia.
Berkaitan dengan Majapahit
Suku Minangkabau, yang adatnya digunakan Enzy Storia saat menikah, memiliki sistem kekerabatan matrilineal. Ternyata ini terkait dengan Majapahit.
Dikutip dari intisarionline.com, seperti diketahui Enzy Storia resmi menikah dengan Maulana Kasetra atau yang akrab disapa Molen Kasetra, Sabtu (20/5/2023) di Hotel The Dharmawangsa Jakarta.
Dilansir dari Tribunnews.com, pernikahan Enzy dan Molen ini digelar secara intimate di Nusantara Ballroom, The Dharmawangsa, Jakarta dan hanya dihadiri keluarga dan rekan terdekat.
Saat akad nikah, Enzy Storia menerima maskawin dari Maulana Kasetra berupa uang tunai senilai 205 US Dollar, Rp2.023, serta emas 8 gram.
Salah satu hal menarik dari pernikahan keduanya adalah tentang adat Minangkabau yang digunakan sebagai tema pernikahan.
Sebuah adat yang kental dengan sistem kekerabatan matrilineal, tidak seperti sistem kekerabatan suku lain di Indonesia.
Namun, tahukah Anda sejarah dari sistem kekerabatan matrilineal yang dianut masyarakat Minangkabau?
Sejarah sistem kekerabatan matrilineal suku Minangkabau Melansir kompas.com yang melansir artikel Nilai Filosofis Budaya Matrilineal di Minangkabau (Relevansinya Bagi Pengembangan Hak-Hak Perempuan di Indonesia) yang ditulis Iva Ariani dalam Jurnal Filsafat (Februari, 2015), sistem matrilineal dalam budaya suku Minangkabau telah ada sejak zaman nenek moyang.
Menurut cerita para tokoh Minangkabau yang disampaikan secara turun-temurun, hal ini berawal pada masa kepemimpinan Datuk Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang di Minangkabau.
Pada waktu itu, Adityawarman yang merupakan panglima perang kerajaan Majapahit ingin menyerang daerah ini karena tidak memiliki angkatan perang.
Kerajaan Minangkabau sendiri dikenal sebagai daerah yang damai dan menghindari peperangan.
Datuk Katumanggungan kemudian memutuskan untuk menyambut pasukan kerajaan Majapahit dengan keramahan. Selain itu, Adityawarman juga dipinang dan dinikahkan dengan adiknya yang bernama Putri Jamilah.
Untuk menjaga agar keturunan Putri Jamilah tetap menjadi orang Minangkabau dan mendapatkan warisan kerajaan, maka ditetapkan adat Batali Bacambua yang mengubah struktur masyarakat Minangkabau.
Adat Batali Bacambua inilah yang mengubah aturan dari bapak mewariskan kepada anak menjadi harus diwariskan kepada kemenakan, serta suku yang semula didapat dari bapak, menjadi diturunkan dari pihak ibu.
Dengan aturan baru yaitu waris yang turun dari ibu dan bukan dari bapak, maka posisi Adityawarman hanya sebagai raja sementara di Kerajaan Minangkabau.
Adityawarman hanya akan menjabat hingga nanti lahir kemenakan dari keluarga adiknya, Putri Jamilah yang akan jadi pewaris tahta sejati.
Inilah cerita yang dipercaya oleh masyarakat Minangkabau sebagai asal-usul dari budaya matrilineal yang masih dianut hingga sekarang.
4 Keunikan Budaya Matrilineal Suku Minangkabau
Kembali ke presenter Enzy Storia akhirnya resmi menikah dengan kekasihnya, Maulana Kasetra atau yang akrab disapa Molen Kasetra. Keduanya menggelar akad nikah pada Sabtu (20/5/2023) di Hotel The Dharmawangsa Jakarta.
Pernikahan ini menjadi perhatian publik karena dilakukan secara diam-diam dan tanpa banyak pemberitahuan sebelumnya.
Dalam foto-foto yang beredar, terlihat Enzy tampil cantik dengan kebaya cokelat tua bersulam tangan dan songket senada dari Vera Kebaya.
Sementara Molen tampak gagah dengan beskap karya Didiet Molen. Keduanya juga mengenakan suntiang dan peci khas Sumatera Barat.
Penampilan tersebut menjadi gambaran prosesi akad nikah keduanya yang menggunakan adat Minang.
Sistem kekerabatan matrilineal yang unik
Terkait adat minangkabau, ada salah satu budaya suku ini yang unik yang jarang sekali dijalankan suku-suku di Indonesia, dan juga dunia.
Budaya yang dimaksud adalah budaya matrilineal di mana dalam sistem kekerabatan ini yang menarik garis keturunan dari pihak ibu saja.
Budaya matrilineal sendiri tidak hanya mempererat hubungan kekeluargaan di antara anggota keluarga, tapi juga menimbulkan beberapa ciri khas, di antaranya:
1. Pernikahan antarsuku
Budaya matrilineal mendorong pernikahan antarsuku agar kedua pihak atau salah satu pihak yang menikah tidak hilang identitasnya sebagai bagian dari suku ibunya.
Pernikahan dengan wanita dari luar suku Minangkabau kurang disetujui karena anak tidak akan memiliki suku.
Sebaliknya, pernikahan dengan pria luar suku Minangkabau tidak menjadi masalah, karena tidak mengganggu tatanan adat dan anak tetap mengikuti suku dari ibunya.
2. Tradisi melamar pria
Tradisi ini juga menjadi ciri khas suku Minang, di mana seringkali pihak wanita yang datang melamar pihak pria, bahkan memberi mas kawin.
Wanita minang akan 'mengambil' si pria dengan uang yang disebut uang japuik, membawa perhiasan, dan juga cincin emas untuk menghormati keluarga pria. Hal ini juga dilakukan karena nantinya pria akan menjadi menjadi sandaran keluarga wanita.
Setelah menikah, seorang pria akan menjadi “tamu” sebab mereka kemudian akan tinggal di rumah keluarga istrinya.
3. Ketentuan pengelolaan harta
Dalam sebuah keluarga, terdapat wanita tertua atau dituakan di kaum yang disebut limpapeh atau amban puruak.
Ia akan mendapat penghormatan sebagai penguasa seluruh harta kaum dan mengatur penyalurannya. Sementara laki-laki tertua di kaum akan diberi sebutan sebagai tungganai.
Ia bertugas sebagai mamak kapalo warih yang hanya berkuasa untuk merawat, mengusahakan, dan meningkatkan harta milik kaum, tapi tidak untuk memanfaatkannya.
4. Penentuan pembagian warisan
Termasuk dalam urusan pembagian warisan, nantinya orang-orang dari garis keturunan ibu akan mendapatkan porsi lebih besar dibanding dari garis ayah.
Kekuatan hubungan ini sendiri didasari oleh tujuan serta berbagai kepentingan bersama, yaitu berupa kepemilikan atas rumah dan tanah.
Sehingga meski perempuan berperan besar dalam kesukuan, bukan berarti ia akan mendapatkan kuasa penuh pada harta pusaka atau warisan di keluarganya.
Dari pembagian harta warisan ini biasanya harta warisan akan digunakan secara bersama-sama oleh sang penerima pusaka dengan anggota keluarga yang lain.
Bisa dibilang, harta warisan ini kemudian tidak bisa dibagi dan harus tetap utuh karena menjadi milik bersama.***