Dicopot dari Mendikbud karena Terima Tongkat Komando Bertuah Diponegoro? Anies Bongkar Fakta Sebenarnya

Anies Baswedan saat menerima tongkat Pangeran Diponegoro dari pihak Belanda tahun 2015 lalu/Ist

JAKARTA (SURYA24.COM)- Kerenggangan hubungan Anies Baswedan dengan Presiden Joko Widodo hingga dicopot dari posisi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) disebut-sebut karena dipicu oleh Tongkat Komando Pangeran Diponegoro.

Jokowi disebut tersinggung merasa dilangkahi oleh Anies. Lantaran Anies yang menerima Tongkat Komando Pangeran Diponegoro yang dikembalikan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda.

Kabar ini pun diluruskan Anies saat menjadi narasumber dalam program "Kick Andy". Anies menegaskan bahwa yang dilakukannya itu sudah seizin presiden.

Menurut Anies, banyak orang memburu benda pusaka itu. Sehingga, Pemerintah Belanda mengembalikan tongkat cakra komando tersebut melalui sebuah misi khusus.

"Kemudian ini saya laporkan ke Presiden Jokowi bahwa akan ada pengembalian Tongkat Komando Pangeran Diponegoro ke Indonesia,” kata Anies seperti dikutip Redaksi, Selasa (20/6).

Dikutip dari rmol.id, Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 itu mengungkapkan, setelah itu prosesi serah terima kemudian diatur dengan dibuat semacam event di Galeri Nasional.

Presiden Jokowi pun dijadwalkan hadir di Galeri Nasional. Namun ternyata Jokowi tidak bisa hadir karena ada acara ke Filipina.

“Sehingga acara yang semula dihadiri oleh Presiden diwakilkan kepada Mendikbud. Jadi saya mewakili Presiden menerima cakra Pangeran Diponegoro,” tandas Anies. 

Di Balik Cerita Menerima Pusaka Tongkat Cakra Pangeran Diponegoro

Pada masa masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayan (Mendikbud), Anies Baswedan sempat menjadi sorotan karena dianggap menikung Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerima pusaka tongkat cakra milik Pangeran Diponegoro yang saat itu dikembalikan oleh pemerintah Belanda.

Hal ini disebut-sebut menjadi alasan Anies dicopot dari jabatannya sebagai Mendikbud pada masa itu. Mantan Gubernur DKI itu menyangkal bahwa dirinya sengaja mendahului Presiden Jokowi untuk menerima tongkat Pangeran Diponegoro.

“Saya baru bertugas di Kemendikbud dari Kedutaan Belanda datang dan menyampaikan bahwa cakra Pangeran Diponegoro akan dikembalikan secara rahasia tidak bisa diketahui siapa pun untuk waktunya dan lain-lain. Semua dijaga karena nilai dari barang itu tak ternilai harganya,” ujar Anies dikutip dari kanal YouTube Kick Andy Metro TV yang ditayangkan Minggu malam (18/6/2023).

Penyerahan tongkat tersebut dilakukan secara diam-diam sesuai permintaan dari Belanda karena pusaka tongkat cakra tersebut diincar banyak orang, beberapa di antaranya menjadikan momen ini sebagai operasi khusus.

“Banyak orang yang mencoba untuk memburu barang ini, jadi mereka menempatkan ini sebagai sebuah operasi khusus. Kemudian saya laporkan kepada Presiden bahwa ini akan ada pengembalian, dan kemudian diatur sebuah acara di Galeri Nasional bersamaan dengan pameran Raden Saleh dan Diponegoro,” ungkap Anies.

Lebih lanjut, Anies menerangkan bahwa sebelumnya Presiden Jokowi dijadwalkan hadir di Galeri Nasional lokasi penyerahan tongkat tersebut, namun ternyata dua hari sebelumnya Presiden melakukan perjalanan kenegaraan ke luar negeri.

 “Pemerintah Belanda tidak memberitahu kepada kita penerbangan jam berapa dan kapan tidak ada yang tahu, semuanya dirahasikan. Pesiden memang semulanya dijadwalkan hadir di Galeri Nasional untuk acara itu, kemudian sehari dua hari sebelumnya Presiden ternyata ada kunjungan ke Filipina,” tutur Anies.

“Sehingga kegiatan yang semula harusnya dihadiri oleh Presiden menjadi diwakilkan kepada Mendikbud. Jadi saya mewakili Presiden menerima cakra atas seizin Presiden,” sambung Anies yang telah diusung sebagai bakal calon presiden oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan ini.

Selanjutnya, hal tersebut menjadi persoalan besar lantaran ada kepercayaan terutama untuk masyarakat Jawa bahwa tongkat pusaka Pangeran Diponegoro memiliki kesaktian. Siapa pun yang menerima atau memagangnya pertama kali maka dia punya peluang untuk menjadi pemimpin.

 

Kisah Kanjeng Kiai Tjokro Ratusan Tahun Disimpan Belanda

Dikutip dari intisarionline.com, setelah puluhan tahun singgah di Belanda, tongkat pusaka Pangeran Diponegoro Kanjeng Kiai Tjokro akhirnya pulang ke Indonesia. Kejadian itu terjadi pada Februari 2015.

Tongkat "pulang" ke Indonesia saat pembukaan pameran seni rupa "Aku Dipengoro" di Galeri Nasional Indonesia yang berlangsung pada 5 Februari 2015.

Tongkat pusaka Pangeran Diponegoro itu terbuat dari kayu mahoni dengan panjang 153 cm.

Benda pusaka itu diserahkan oleh kakak beradik Michiel dan Erica Lucia Baud kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Anies Baswedan.

Saaat penyerahan, datang perwakilan Kedutaan Besar Jerman, Kedutaan Besar Belanda, Goethe Institut, Erasmus Huis.

Bagi beberapa kalangan, pengembalian tongkat pusat Pangeran Diponegoro itu mengejutkan.

Bagaimana tidak, pada awalnya keluarga Baud meminta agar acara ini dirahasiakan hingga pembukaan pameran Kamis malam lalu.

 

Michiel Baud mengatakan, keluarganya menerima tongkat itu pada tahun 1834 dari Adipati Notoprojo, keluarga keturunan Sunan Kalijaga.

"Kami dihubungi Harm Steven (kurator di Rijks Museum Belanda), katanya itu milik Pangeran Diponegoro," katanya ketika itu.

"Hari ini kami bawa ke sini untuk rakyat Indonesia."

Tongkat pusaka Kanjeng Kiai Tjokro konon dibuat untuk seorang Sultan Demak pada  abad ke-16.

Tongkat pusaka ziarah ini diberikan kepada Pangeran Diponegoro pada 1815 oleh seorang warga biasa asal Jawa, kemudian digunakan semasa menjalani ziarah di daerah Jawa bagian selatan.

Tongkat Kanjeng Kiai Tjokro menjadi benda pusaka sangat penting bagi Diponegoro karena terdapat simbol cakra di ujung atas tongkat.

Berdasarkan mitologi Hindu, cakra sering digambarkan sebagai senjata yang digenggam.

Menurut Peter Carey, sejarawan spesialis Pangeran Diponegoro, tongkat tersebut diperoleh Pangeran Diponegoro dari warga pada sekitar tahun 1815.

 

Tongkat itu lantas digunakan semasa menjalani ziarah di daerah Jawa selatan, terutama di Yogyakarta.

Itu terjadi sebelum Diponegoro mengobarkan perang terhadap Hindia Belanda pada 1825-1830.

JC Baud menerima tongkat ziarah Diponegoro, yang juga disebut tongkat Kanjeng Kiai Tjokro, dari Pangeran Adipati Notoprojo.

Notoprojo adalah cucu komandan perempuan pasukan Diponegoro, Nyi Ageng Serang. Notoprojo dikenal sebagai sekutu politik bagi Hindia Belanda.

Ia pula yang membujuk salah satu panglima pasukan Diponegoro, Ali Basah Sentot Prawirodirjo, untuk menyerahkan diri kepada pasukan Hindia Belanda pada 16 Oktober 1829.

Tongkat Kanjeng Kiai Tjokro dipersembahkan Notoprojo kepada JC Baud saat inspeksi pertama di Jawa Tengah pada musim kemarau tahun 1834.

Kemungkinan Notoprojo berusaha mengambil hati penguasa kolonial Hindia Belanda.

Sejak 1834, Baud dan keturunannya di Belanda merawat tongkat ziarah Diponegoro itu sampai Kamis malam lalu dipulangkan kembali ke Tanah Air.

Berdasarkan penelusuran Peter Carey, Tongkat Kanjeng Kiai Tjokro menjadi artefak spiritual sangat penting bagi Diponegoro. Terutama dari simbol cakra di ujung atas tongkat sepanjang 153 sentimeter itu.

Berdasarkan mitologi Jawa, cakra sering digambarkan digenggam Dewa Wisnu pada inkarnasinya yang ketujuh sebagai penguasa dunia.

Diponegoro kemudian menganggap perjuangannya sebagai perang suci untuk mengembalikan tatanan moral ilahi demi terjaminnya kesejahteraan rakyat Jawa.

Perang juga dianggap sebagai pemulihan keseimbangan masyarakat.

"Panji pertempuran Diponegoro menggunakan simbol cakra dengan panah yang menyilang," kata Peter.***