Beginilah Nasib Jenderal Jujur yang Berani Lawan Soeharto, Apa Itu?

dok net

JAKARTA (SURYA24.COM)-Kehidupan seorang jenderal polisi tidak hanya melibatkan tugas-tugas yang berat dan tanggung jawab besar, tetapi juga merupakan cerminan dari karakter dan dedikasi yang dimiliki oleh individu tersebut. Salah satu tokoh yang layak dihormati dalam sejarah kepolisian Indonesia adalah Jenderal Polisi Hoegeng. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi kehidupan Hoegeng dan melihat bagaimana dedikasinya dalam melindungi masyarakat telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang.

I. Latar Belakang dan Karir Awal

Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso lahir pada tanggal 8 April 1921 di Yogyakarta, Indonesia. Dari usia muda, Hoegeng menunjukkan ketertarikan yang kuat dalam bidang kepolisian. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Rakyat, ia bergabung dengan Polisi Pamong Praja pada tahun 1942. Pada masa pendudukan Jepang, Hoegeng terlibat dalam perjuangan melawan penjajah dan aktif dalam gerakan perlawanan. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia menjadi anggota Polisi Republik Indonesia Serikat (PRIS) dan secara bertahap meniti karirnya.

II. Kiprah di Bidang Keamanan

Sebagai seorang polisi, Hoegeng terkenal karena integritasnya yang tinggi, dedikasinya yang luar biasa, dan kemampuannya dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Ia memiliki sikap tegas terhadap pelanggaran hukum dan selalu memegang teguh prinsip keadilan. Sebagai contoh, Hoegeng menghadapi berbagai tantangan selama masa Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1950-an. Ia berhasil menumpas gerakan separatis tersebut dengan menggunakan strategi yang cerdas dan pendekatan yang manusiawi.

 

III. Reformasi Kepolisian

Hoegeng juga dikenal sebagai salah satu penggerak utama dalam reformasi kepolisian Indonesia. Ia menyadari perlunya perubahan dalam sistem dan budaya kepolisian untuk lebih baik melayani masyarakat. Hoegeng mendorong profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas di dalam tubuh kepolisian. Selama masa jabatannya sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dari tahun 1968 hingga 1971, ia melakukan berbagai perubahan penting dalam organisasi kepolisian, termasuk memperbaiki sistem pelaporan, meningkatkan pelatihan personel, dan memperbaiki hubungan kepolisian dengan masyarakat.

IV. Warisan dan Inspirasi

Warisan Jenderal Polisi Hoegeng tetap hidup setelah meninggal dunia pada tahun 2003. Dedikasinya dalam melindungi masyarakat dan membela kebenaran masih menginspirasi generasi-generasi berikutnya. Hoegeng adalah contoh nyata seorang pemimpin.

V. Pemimpin yang Berintegritas dan Berwibawa

Jenderal Polisi Hoegeng dikenal sebagai seorang pemimpin yang memiliki integritas tinggi dan berwibawa. Ia tidak pernah terlibat dalam praktik korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan. Hoegeng selalu menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kebenaran dalam menjalankan tugasnya. Sikapnya yang adil dan tegas membuatnya dihormati oleh rekan-rekan sejawatnya serta masyarakat luas.

Hoegeng juga merupakan seorang pemimpin yang dekat dengan rakyat. Ia sering turun langsung ke lapangan untuk mendengarkan masalah dan keluhan masyarakat. Keberpihakannya terhadap rakyat tercermin dari kebijakan-kebijakan yang ia implementasikan, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan keamanan masyarakat.

VI. Pengabdian Sebagai Teladan

Kehidupan Jenderal Polisi Hoegeng merupakan teladan bagi para anggota kepolisian dan juga bagi masyarakat luas. Dedikasinya yang kuat dan semangatnya dalam melindungi masyarakat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk mengabdikan diri dan berkontribusi positif bagi negara dan bangsa.

Hoegeng juga mengajarkan pentingnya integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas kepolisian. Ia menunjukkan bahwa seorang polisi harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap penegakan hukum dan keadilan, serta harus menjaga martabat profesi.

VII. Mengenang Jasa Hoegeng

Untuk mengenang jasa dan kontribusi Jenderal Polisi Hoegeng, pemerintah Indonesia telah memberikan penghargaan dan pengakuan atas dedikasinya. Salah satunya adalah dengan mengabadikan namanya melalui pembuatan monumen atau gedung-gedung bernama Hoegeng di berbagai daerah.

Selain itu, peringatan hari lahir Hoegeng pada tanggal 8 April juga menjadi momen untuk menghormati dan mengenang jasa-jasanya. Pada hari tersebut, kegiatan-kegiatan seperti seminar, diskusi, dan sosialisasi mengenai kehidupan dan kontribusi Hoegeng dilakukan untuk memperkenalkan generasi muda tentang sosok yang menginspirasi ini.

Karier Tamat dan Hidup Dipersulit

Presiden Soeharto dikenal dengan sikapnya yang otoriter. Jarang ada yang berani kepada Soeharto. Namun, ada satu jenderal yang berani mengusik keluarga Soeharto. Tak tanggung-tanggung perkara korupsi yang diusut.

Dikutip dari merdeka.com, Kapolri Jenderal Hoegeng konsisten memberantas korupsi, penyelundupan dan tindak kriminal. Hoegeng tak takut pada backing aparat dan pejabat busuk bermental korup.

Sepak terjang Hoegeng membuat kroni keluarga Cendana mulai terusik. Apalagi sejumlah kasus diduga melibatkan orang-orang dekat Soeharto. Puncak perseteruan itu, Soeharto mencopot Hoegeng sebagai Kapolri tanggal 2 Oktober 1971. Baru tiga tahun, Hoegeng menjabat.

Ironinya dengan alasan penyegaran, justru pengganti Hoegeng, Jenderal M Hasan lebih tua satu tahun. Banyak pihak ketika itu menilai pergantian Hoegeng penuh intrik politik. Tapi Hoegeng tak peduli dicopot. Dia sadar itu risiko memperjuangkan tegaknya hukum dengan kejujuran, dan sikap antikorupsi.

Kasus penyelundupan mobil yang dilakukan Robby Tjahjadi sangat fenomenal pada akhir periode 1960an sampai awal 1970an. Robby adalah anak muda yang menyelundupkan ratusan mobil mewah ke Indonesia.

Bayangkan tahun 1968, saat rakyat masih susah makan, di jalanan berkeliaran mobil Roll Royce, Jaguar, Alfa Romeo, BMW, Mercedes Benz dan lain-lain.

Robby menyuap sejumlah pihak di bea cukai dan kepolisian untuk melanggengkan aksinya. Diduga ada keterlibatan keluarga Cendana dalam kasus ini. Maka ketika Jenderal Hoegeng membongkar kasus ini, bukan pujian atau penghargaan yang didapat.

Kasus pemerkosaan seorang penjual telur bernama Sumarijem di Yogyakarta menjadi perhatian nasional. Anak seorang pejabat dan seorang anak pahlawan revolusi diduga ikut menjadi pelakunya.

Proses di pengadilan berjalan penuh rekayasa. Sumarijem yang menjadi korban malah menjadi tersangka. Hoegeng bertekad mengusut tuntas kasus ini. Dia siap menindak tegas para pelakunya walau dibekingi pejabat.

Belakangan Presiden Soeharto sampai turun tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di istana, Soeharto memerintahkan kasus ini ditangani oleh Team pemeriksa Pusat Kopkamtib. Hal ini dinilai luar biasa.

Hoegeng dicopot sebagai Kapolri oleh Presiden Soeharto. Dari segi kinerja, tak ada yang merugikan kemampuan dan kejujuran Hoegeng. Jenderal jujur ini hanya punya satu kesalahan: Berani melawan Soeharto dan kroninya.

Soeharto memanggil Hoegeng. Secara tersirat dia berkata tak ada tempat untuk Hoegeng lagi. Dengan tegas Hoegeng menjawab. "Ya sudah. Saya keluar saja," katanya.

Soeharto menawari Hoegeng dengan jabatan sebagai duta besar atau diplomat di negara lain. Sebuah kebiasaan untuk membuang mereka yang kritis terhadap Orde Baru.

"Saya tidak bisa jadi diplomat. Diplomat harus bisa minum koktail, saya tidak suka koktail," sindir Hoegeng.

Petisi 50 adalah kelompok penentang Soeharto. Tokoh-tokohnya antara lain Jenderal AH Nasution, Jenderal Hoegeng, Letjen M Jasin, Ali Sadikin, Mohammad Natsir dan lain-lain. Mereka menolak gaya Soeharto yang otoriter.

Saat itu kritik terhadap Soeharto selalu dicap kritik terhadap pancasila dan dianggap mengancam keamanan negara.

Masuk Petisi 50 berarti memasuki kuburan politik. Anggotanya dicekal ke luar negeri, dilarang tampil di depan umum, dilarang menemui wartawan dan selalu diawasi.

Setelah pensiun, jasa-jasa Hoegeng seperti ingin dihapuskan oleh Soeharto. Atas perintah Soeharto pula Hoegeng dilarang menghadiri peringatan Hari Bhayangkara atau ulang tahun kepolisian yang jatuh setiap tanggal 1 Juli.

Mulai tahun 1987, Hoegeng tak lagi diharapkan datang ke HUT Polri. Padahal dia sudah menerima undangan resmi. Tapi menjelang hari-H, tiba-tiba ada utusan yang meminta agar Hoegeng tidak datang dalam HUT Polri. Begitu juga tahun berikutnya.

Setelah itu ada saja alasan untuk tidak mengundang Hoegeng. Mulai dari surat undangan yang sengaja diberikan telat, hingga permohonan agar Hoegeng tidak datang.

Hoegeng mengisi hari-harinya dengan menyanyi lagu Hawaii. Dia punya band The Hawaiian Seniors yang kerap tampil di TVRI. Setelah bergabung dengan Petisi 50, sekadar menyanyi di TV pun dilarang.

Kala itu Menteri Penerangan Ali Murtopo yang melarangnya. Dia beralasan acara itu tidak sesuai budaya Indonesia. Ironisnya acara berbau barat yang lain tak kenal semprit.

Pangkopkamtib Laksamana Sudomo meminta masyarakat agar waspada pada lagu-lagu Hoegeng. Dia menyebutkan bisa saja Hoegeng menyanyikan lagu hasutan untuk memaksa rakyat membuat kerusuhan.

Kesimpulan:

Jenderal Polisi Hoegeng adalah contoh nyata seorang pemimpin yang memiliki dedikasi tinggi dalam melindungi masyarakat dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Keberhasilannya dalam menghadapi tantangan dan peran aktifnya dalam reformasi kepolisian menjadi inspirasi bagi kita semua. Kehidupan dan kiprah Hoegeng mengajarkan kita tentang pentingnya integritas, keberpihakan pada rakyat, dan profesionalisme dalam menjalankan tugas. Mari kita terus mengenang jasa-jasanya dan mengambil hikmah dari kehidupan Jenderal Polisi Hoegeng untuk membangun masyarakat yang lebih adil, aman, dan sejahtera.***

Sebagian artikel dibantu AI