Tak Banyak yang Tahu Ternyata Soeharto Sampai Minum Air Comberan Gegara Ini, Apa Itu?

dok net

JAKARTA  (SURYA24.COM)-   Sejarah Indonesia adalah warisan yang kaya dengan tokoh-tokoh penting yang telah berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan dan pembentukan negara. Salah satu tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Indonesia adalah Soeharto, yang juga terkait dengan organisasi PETA (Pembela Tanah Air). Artikel ini akan membahas peran PETA dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia serta kontribusi Soeharto terhadap organisasi tersebut dan perjalanan sejarah Indonesia.

PETA: Organisasi Pembela Tanah Air

PETA, atau Pembela Tanah Air, adalah sebuah organisasi yang didirikan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia selama Perang Dunia II. Organisasi ini memiliki peran penting dalam mempersiapkan bangsa Indonesia untuk menghadapi kemerdekaan. PETA adalah pasukan sukarela yang terdiri dari pemuda-pemuda Indonesia yang diberi pelatihan militer dan politik oleh pemerintah pendudukan Jepang. Tujuan utama PETA adalah untuk membentuk angkatan bersenjata nasional yang kuat untuk melawan kekuatan kolonial Belanda.

Peran Soeharto dalam PETA

Soeharto, yang kelak menjadi Presiden Indonesia kedua, memiliki peran penting dalam PETA. Ia bergabung dengan organisasi ini pada tahun 1945 di kota Yogyakarta. Sebagai anggota PETA, Soeharto mengikuti pelatihan militer dan mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang strategi dan taktik perang. Kemampuan dan dedikasi Soeharto dalam PETA membuatnya cepat naik pangkat dan akhirnya menjadi komandan batalyon.

Kontribusi Soeharto terhadap PETA

Soeharto memberikan kontribusi yang signifikan dalam perkembangan PETA. Sebagai komandan batalyon, ia terlibat dalam berbagai operasi militer dan perjuangan melawan tentara kolonial Belanda. Soeharto juga dikenal karena kepemimpinannya yang tegas dan kemampuannya dalam mengorganisir pasukan. Ia membantu membangun disiplin dan semangat juang di antara anggota PETA, serta memperkuat koneksi dengan kelompok-kelompok perlawanan lainnya di Indonesia.

Setelah Kemerdekaan

 

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, PETA diintegrasikan ke dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang menjadi landasan bagi pembentukan angkatan bersenjata negara yang baru. Soeharto terus berkarier di militer dan menjadi salah satu jenderal yang berpengaruh di Indonesia. Pada tahun 1965, ia memainkan peran sentral dalam peristiwa G30S/PKI, yang mengakhiri kekuasaan Presiden Soekarno dan membuka jalan bagi Soeharto untuk naik ke tampuk kekuasaan.

Warisan PETA dan Soeharto

Peran PETA dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak bisa diabaikan. Organisasi ini memberikan pelatihan militer dan patriotisme kepada para pemuda Indonesia, mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan dan menjaga kemerdekaan negara mereka. Meskipun PETA tidak lagi ada setelah integrasi dengan TNI, warisan organisasi ini terus hidup dalam bentuk semangat nasionalisme dan dedikasi terhadap bangsa.

Soeharto juga meninggalkan jejak yang kuat dalam sejarah Indonesia. Setelah mengambil alih kekuasaan sebagai Presiden pada tahun 1967, Soeharto memimpin negara selama 32 tahun. Selama masa pemerintahannya, ia melakukan transformasi ekonomi yang dikenal sebagai "Orde Baru," yang berfokus pada pembangunan ekonomi, stabilitas politik, dan pengendalian ketat terhadap kehidupan politik dan sosial.

 

Namun, masa pemerintahan Soeharto juga dikelilingi oleh kontroversi dan kritik. Kekuasaan yang otoriter, korupsi, dan pelanggaran hak asasi manusia menjadi isu yang sering diperdebatkan. Pada tahun 1998, akibat tekanan dari demonstrasi rakyat yang meminta reformasi, Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden.

Beratnya Pendidikan Militer PETA

Dikutip dari merdeka.com, presiden kedua Indonesia Soeharto adalah salah satu perwira didikan Pembela Tanah Air (PETA) di zaman Jepang. Sebelumnya Soeharto adalah seorang tentara Belanda. Bagaimana kisahnya hingga bisa menjadi tentara di dua kesatuan yang berlawanan?

Dari kecil hingga remaja, Soeharto hidup melarat. Karena itu pula dia hanya bisa sekolah sampai sekolah lanjutan rendah.

Setelah lulus, Soeharto pun bingung cari pekerjaan. Dia sempat kerja di bank desa tapi tidak lama. Tak ada kenalan yang bisa memberinya pekerjaan. Hidupnya sempat luntang-lantung.

Maka akhirnya Soeharto mendaftar jadi tentara Belanda. Hal ini diakuinya dalam buku biografi Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya yang ditulis Ramadhan KH dan G Dwipayana serta diterbitkan Cipta Lamtoro Gung Persada.

 

Ada dua sistem penerimaan KNIL untuk serdadu rendahan. Dinas panjang (langverband) atau ikatan dinas pendek (kortverband). Soeharto memilih kortverband karena karirnya lebih menjanjikan.

Lulusan Terbaik

Soeharto lulus sebagai yang terbaik. Dia kemudian ditugaskan praktik menjadi wakil komandan regu di Batalion XIII di Rampal dekat Malang. Lalu menjaga pertahanan pantai di Gresik.

"Orang Belanda yang masih saya ingat ialah komandan kompi saya, Kapten Dryber, komandan peleton saya Letnan Hyneman dan komandan regu Sersan Jansen," beber Soeharto .

Saat itulah pecah perang dunia ke II di Pasifik. Tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah pada Jepang. Berakhir pulalah kiprah KNIL di Hindia Belanda.

Karena tak ingin ditangkap Jepang, Soeharto melepas atribut militernya. Saat itu jika ketahuan bekas tentara KNIL pasti ditangkap dan dipenjarakan Jepang. Soeharto kembali ke kampungnya di Wuryantoro.

Bosan menganggur, Soeharto mencoba mendaftar jadi Keibuho atau polisi Jepang. Dia mengaku sedikit takut jika identitasnya sebagai bekas tentara Belanda ketahuan. Tapi dia akhirnya memberanikan diri mendaftar dan diterima.

 

Soeharto lulus pendidikan polisi sebagai yang terbaik. Jelas saja, kalau sekadar baris berbaris dia sudah mahir karena pernah mengikuti pendidikan tentara Belanda.

Daftar PETA

Saat itulah atasan Soeharto di kepolisian memberi tahu ada pendaftaran Tentara Pembela Tanah Air (PETA). Perwira Jepang itu menyarankan Soeharto mendaftar masuk PETA.

"Maka masuklah saya jadi PETA lewat saringan. Tentu saja saya tidak menyebutkan diri saya bekas KNIL waktu mendaftar untuk diterima. Saya tetap jaga-jaga, jangan sampai ditangkap oleh Jepang," beber Soeharto.

Lewat ujian Soeharto diterima menjadi calon Shodancho, atau komandan peleton. Dia harus mengikuti pendidikan yang berat selama empat bulan di Bogor. Bagi Soeharto yang sudah beberapa kali mendapat latihan militer pun, latihan ini diakui lebih berat.

"Kami mesti minum air kotor dari sungai di belakang pabrik karet di tengah-tengah latihan yang melelahkan. Sekali dua kali kami pernah disuruh berlutut berjam-jam lamanya karena seorang di antara kami membuang peci hancho," kenang Soeharto.

Setelah lulus, Soeharto dikembalikan ke Wates, Yogyakarta. Karirnya bagus, beberapa bulan kemudian dia dipilih untuk mengikuti pendidikan Chudancho atau komandan kompi. Dia kemudian ditugaskan di Yogyakarta, Solo dan Madiun sebelum ditarik ke Markas Besar PETA untuk mengurusi pendidikan.

Ketika Indonesia merdeka, Soeharto meneruskan karir militernya. Dia menjadi perwira TNI di awal kemerdekaan.

Namanya dikenal sebagai pemimpin serangan Oemom 1 Maret 1949 dan Panglima Mandala membebaskan Irian Barat. Selepas G30S tahun 1965, sebagai Panglima Kostrad dia mengambil alih kepemimpinan Angkatan Darat dan membubarkan PKI. Soeharto dilantik menjadi Presiden RI menggantikan Soekarno tahun 1967. 

Kesimpulan

PETA dan peran Soeharto adalah dua hal yang saling terkait dalam sejarah Indonesia. PETA sebagai organisasi pembela tanah air memiliki peran penting dalam persiapan perjuangan kemerdekaan, sementara Soeharto, sebagai anggota dan kemudian komandan PETA, memberikan kontribusi besar dalam mengorganisir dan memimpin pasukan. Warisan PETA terus hidup dalam semangat nasionalisme dan patriotisme, sementara masa pemerintahan Soeharto meninggalkan warisan yang kompleks dan kontroversial dalam sejarah Indonesia. Penting bagi kita untuk memahami dan menganalisis peran dan dampak kedua entitas ini dalam konteks sejarah yang lebih luas.***