Jarang Diketahui Kopral TNI Ini Lolos dari Musuh karena Sembunyi Dalam Rok Wanita Berikut Jenderal Setia Dicopot Soeharto Kok Bisa?

Ilustrasi (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM)- Dalam tegangnya pertempuran, kadang terselip kisah-kisah lucu sekaligus menegangkan. Salah satunya yang dialami Letjen (Purn) M Jasin bersama pasukannya.

Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1947, di tengah perang kemerdekaan. M Jasin masih berpangkat kapten dan memimpin batalyon di Maospati. Suatu hari, dia tengah berada di Mojokerto bersama Kapten Soetarto Sigit dan seorang prajurit penghubung berpangkat kopral.

Dikutip dari merdeka.com, saat itu ketiganya tengah beristirahat di sebuah warung. Tiba-tiba terdengar pesawat pemburu Belanda melintas. Tak lama kemudian deru tank dan kendaraan lapis baja Belanda terdengar mendekat.

"Secara refleks, saya dan Soetarto segera lari menyeberangi jalan yang menjadi garis demarkasi," kenang M Jasin.

Kedua perwira itu segera bersembunyi dari Belanda. Namun Kopral itu masih berada di dalam warung. Dia tidak sempat melarikan diri saat Belanda datang.

Kemana Sang Kopral?

M Jasin dan Soetarto menunggu dengan tegang. Kalau kopral itu tertangkap dan buka suara, pasti mereka juga akan tertangkap. Beberapa tentara Belanda terlihat memasuki warung. Mereka juga memeriksa daerah sekitarnya.

"Waktu terasa berjalan lambat sekali. Entah apa yang terjadi di dalam," kata Jasin menggambarkan ketegangan saat itu.

Tak lama kemudian, tentara Belanda yang di dalam warung keluar. Anehnya mereka tidak membawa sang kopral. Pikiran Kapten TNI itu menyangka apakah Belanda sudah membunuh kopral itu. Tapi tidak ada letusan senjata yang terdengar.

Tak lama kemudian komandan Belanda memerintahkan konvoi bergerak kembali. Dengan suara bergemuruh tank-tank Belanda itu meninggalkan warung tersebut.

Begitu dirasa aman, Jasin dan rekannya segera berlari ke arah warung. Ternyata di saat bersamaan, kopral itu pun keluar dari dalam warung.

Di Dalam Kain

Wajah sang kopral tampak pucat. Dia lolos dari maut. Jasin langsung menanyainya.

"Bagaimana kamu bisa selamat?"

"Wah, maaf kapten saat Belanda datang, saya tidak sempat lari. Saya sembunyi di dalam kain perempuan pemilik warung tersebut," jawab sang Kopral.

Di masa itu, kaum wanita melilitkan kain seperti rok di bagian bawah baju. Sepanjang Belanda menanyai pemilik warung itu, si kopral diam tidak bergerak sama sekali. Untung Belanda tidak menggeledah wanita itu. Terbayang apa akibatnya jika dia menyembunyikan TNI dalam roknya.

"Saya selamat karena bersembunyi di dalam sana," kata Kopral itu.

Jasin pun bersyukur anak buah dan dirinya bisa lolos dari patroli Belanda. Walau dengan cara bersembunyi yang tak pernah bisa dibayangkan. Mereka bertiga segera bergerak ke wilayah yang aman.

Peristiwa menegangkan sekaligus mengundang senyum itu diceritakannya dalam biografi M Jasin, Saya Tidak Pernah Minta Ampun Pada Soeharto yang diterbitkan Sinar Harapan tahun 1998.

Populer di Kalangan Anak Muda

Kisah lain, Mayor Jenderal Kemal Idris terkejut dengan perintah itu. Dia harus menyerahkan jabatannya sebagai Panglima Antar Daerah Wilayah Indonesia Timur. Tugas barunya: Menjadi Duta Besar di Yugoslavia.

Saat itu tahun 1972, era Orde Baru berkuasa. Didubeskan atau ditugaskan menjadi duta besar adalah cara Soeharto untuk 'membuang' para perwira yang dianggapnya sulit diatur atau tidak bisa dipercaya.

Menjadi Dubes sama sekali bukan jabatan idaman para jenderal Angkatan Darat kala itu. Kemal Idris pun mempertanyakan alasan Soeharto menjadikannya Duta Besar. Menurutnya lebih baik dirinya tetap bersama Soeharto di dalam negeri. Namun apa jawaban Soeharto?

"He, kamu masih militer tidak?' balas Soeharto.

"Iya, Pak." jawab Kemal.

"Kalau kamu masih militer ini perintah," kata Pak Harto.

Soeharto kemudian menjelaskan alasannya. Menurutnya posisi Dubes yugoslavia ini tepat untuk memperbaiki hubungan yang retak setelah G30S/PKI. Demikian ditulis dalam biografi Kemal Idris, Bertarung Dalam Revolusi yang ditulis Rosihan Anwar Dkk.

Apa Alasan Sebenarnya?

Dari Jenderal Soemitro, Kemal mendapat alasan soal penunjukannya menjadi Dubes. Semua Panglima Kowilhan akan diremajakan, diganti dengan para perwira dari generasi muda.

Namun dari Panglima Jenderal Panggabean, dia justru memperoleh informasi berlawanan. Isu peremajaan tersebut tidak benar. Tapi Pangab mengakui ada laporan soal Kemal yang masuk pada Soeharto.

Informasinya serba simpang siur. Namun Kemal sadar ada seseorang yang tidak suka padanya dan membuat laporan pada penguasa Orde Baru. Itulah penyebab dia tiba-tiba Didubeskan.

Dua tahun kemudian, di Markas Kopkamtib, Kemal baru mengetahui alasan sebenarnya. Laksamana Sudomo blak-blakkan soal kenapa Kemal dicopot.

"Laporan itu disampaikan Ali Murtopo," kata Sudomo.

Terlalu Populer

Dalam laporan kepada Soeharto disebut kinerja Kemal sebagai Panglima dinilai bagus. Kemal berhasil mengajak rakyat Indonesia Timur ikut menyukseskan pembangunan. Kemal juga berhasil mengambil hati kaum muda di Indonesia Timur.

"Dia terlalu populer di sana. Popularitas itu diperlukannya untuk memperoleh  jabatan tertinggi. Dulu dia berani melawan Bung Karno yang sedang dalam puncak kejayaannya. Tentu dia akan berani pula melawan Soeharto," tulis laporan itu.

Pak Harto rupanya percaya pada laporan itu. Padahal selama menumpas G30S/PKI dan menumbangkan kekuatan Orde Baru, Kemal Idris selalu berada di belakang Soeharto. Kemal juga pernah berjanji untuk loyal pada Soeharto. 

"Pak Harto, tidak usah takut pada saya. Saya akan loyal kepada pimpinan negara, terhadap Pak Harto. Saya akan loyal selama Pak Harto masih tetap pada cita-citanya, yang juga menjadi cita-cita saya," kata Kemal. 

Tapi tetap saja, tidak boleh ada matahari kembar yang lebih populer dari Soeharto di masa Orde Baru.***