Ini Penampakan Ular dengan Taring Terpanjang di Dunia? Berikut Jawaban Mengapa Singa Memiliki Surai

Ilustrasi (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM)-  Alam semesta ini penuh dengan beragam makhluk yang menakjubkan dan unik. Dalam dunia hewan, banyak spesies yang memiliki fitur khas yang membedakan mereka dari yang lain. Dua contoh yang menarik untuk diamati adalah taring ular dan surai singa. Meskipun berasal dari kelompok hewan yang berbeda, keduanya memiliki karakteristik yang memikat dan memengaruhi cara mereka bertahan hidup dan berburu. Artikel ini akan mengungkapkan misteri dan keunikan taring ular dan surai singa.

Taring Ular

Ular adalah reptil karnivora yang dikenal dengan taringnya yang mengancam. Taring ular berperan penting dalam cara mereka memburu dan mencerna mangsa. Berikut adalah beberapa misteri dan keunikan taring ular:

Keluaran Taring:

    Taring ular terletak di bagian atas rahang mereka. Taring ini sebenarnya adalah gigi yang sangat panjang dan kuat. Taring ular bukanlah gigi tetap seperti gigi mamalia; sebaliknya, mereka adalah gigi yang bisa tumbuh kembali seumur hidup. Proses ini memungkinkan ular untuk selalu memiliki taring yang tajam dan siap digunakan untuk menangkap mangsa.

Beracun atau Tidak:

    Taring ular dapat beracun atau tidak, tergantung pada spesiesnya. Beberapa ular memiliki taring yang mengandung racun mematikan yang digunakan untuk mematikan atau melumpuhkan mangsa. Sementara itu, beberapa ular lainnya memiliki taring yang tidak beracun dan digunakan untuk menggigit dan menahan mangsa saja.

Cara Menggunakan Taring:

    Ketika ular menyerang mangsa, mereka membuka rahang mereka dengan sangat lebar untuk menggigit dan memasukkan taring ke dalam tubuh mangsa. Beberapa ular beracun, seperti kobra, juga dapat mengendalikan aliran racun dari kelenjar racun di pangkal taring ke dalam tubuh mangsa.

Surai Singa

Singa adalah salah satu hewan paling ikonik dan perkasa di dunia. Surai mereka adalah salah satu fitur paling mencolok yang membedakan mereka dari hewan karnivora lainnya. Berikut adalah beberapa misteri dan keunikan surai singa:

Fungsi Sosial:

    Surai singa umumnya lebih panjang pada singa jantan daripada singa betina. Surai jantan berfungsi sebagai alat untuk menunjukkan status sosial dan daya tarik terhadap betina. Singa jantan dengan surai yang besar dan tebal cenderung lebih dominan dalam kelompoknya dan memiliki lebih banyak kesempatan untuk berpasangan dengan betina.

Perlindungan dan Keunikan:

    Surai singa tidak hanya berfungsi sebagai alat sosial, tetapi juga memberikan perlindungan bagi leher mereka saat bertarung dengan hewan lain. Selain itu, surai juga membantu singa untuk tetap terlihat dan dikenali oleh anggota kelompoknya, terutama saat berburu atau berpindah-pindah.

Pertumbuhan Surai:

    Surai singa tidak terbentuk sejak lahir. Pada saat lahir, singa bayi tidak memiliki surai. Surai mulai tumbuh setelah beberapa bulan dan mencapai panjang maksimal pada usia sekitar 3 hingga 4 tahun.

Dapat disimpulkan taring ular dan surai singa adalah fitur yang sangat menarik dan unik pada kedua hewan ini. Sementara taring ular digunakan untuk memburu dan mencerna mangsa serta bisa beracun, surai singa berfungsi sebagai alat sosial, perlindungan, dan keunikan untuk mengidentifikasi anggota kelompoknya. Kedua fitur ini menjadi bagian penting dari evolusi dan adaptasi hewan-hewan ini dalam menjalani kehidupan mereka di alam liar. Keunikan ini menjadikan taring ular dan surai singa sebagai misteri dan daya tarik tersendiri bagi peneliti dan para penggemar hewan.

Terpanjang di Dunia

Mengutip kompas.com, ular dikenal sebagai salah satu hewan yang mampu menyuntikkan bisa atau racun ke tubuh mangsa melalui taringnya. Dan di antara ular lainnya, ada satu spesies yang memiliki taring terpanjang di dunia. Baca juga: Mengapa Ular Tak Berkaki? Ilmuwan Temukan Jawabannya Ular ini adalah Gaboon viper (Bitis gabonica). Mengutip Science Alert, Minggu (6/8/2023) Gabon viper punya taring sepanjang 5 sentimeter. 

Itu adalah yang terpanjang dari semua ular di Bumi. Beberapa peneliti menduga G.viper mengembangkan taringnya yang sangat panjang supaya dapat makan mamalia dengan lebih baik. Dengan ukuran taring tersebut, tidak heran jika G.viper menjadi predator yang menakutkan bagi mahluk hutan, baik berukuran besar maupun kecil. 

Berat G.viper bisa mencapai 20 kilogram dan panjang kira-kira 1,8 meter. Kendati ukuran tubuhnya yang cukup besar, ular ini sangat bagus dalam menyergap mangsanya. 

Kepalanya memiliki lebar 15 sentimeter dan berpola seperti daun sehingga dapat menipu katak, ayam guinea, tikus, atau mangsa darat lain. Hanya dalam satu detik, ular juga bisa melompat sejauh enam meter. Tidak hanya soal kecepatan serangannya saja, setelah menyuntikkan racun G.viper akan bergantung pada mangsanya sampai benar-benar mati. Hal itu memungkinkan ular untuk menyuntikkan racun dalam jumlah yang luar biasa, hingga 2.400 miligram racun kering dan 9,7 mililiter racun basah. 

Jarang menyerang manusia

 Ular G.viper secara teoritis dapat menghasilkan racun yang cukup untuk membunuh enam manusia sekaligus. Tetapi ular tersebut jarang menyerang manusia. Dan bahkan ketika terjadi insiden penyerangan, sudah tersedia penawarnya. Biasanya G.viper hanya mendesis pada manusia untuk membuat kita pergi. Namun berbeda di alam liar, G.viper sangat ditakuti di hutan Afrika sehingga beberapa hewan bahkan mencoba menirunya demi keamanan. Baca juga: Mengapa Ular Berganti Kulit secara Berkala? Pada tahun 2019, ilmuwan menemukan bukti bahwa kodok raksasa Kongo (Amietophrynus superciliaris) meniru penampilan dan suara ular berbisa untuk menghindari dimangsa.

 "Mengingat ukurannya yang relatif besar dan karena nilai kalori kodok dibandingkan dengan spesies lain, itu akan menjadi mangsa yang menggoda untuk berbagai macam predator generalis, termasuk primata dan mamalia lain, kadal, ular, dan burung," jelas ahli herpetologi Kongo, Chifundera Kusamba. 

Saat didekati predator kodok akan mendesis seperti G.viper, yang akhirnya membuatnya terhindar dari sergapan pemangsa. 

Ini Alasannya

Seperti diketahui singa identik dengan surai yang lebat dan berkilau di sekitar leher mereka. Surai singa ternyata memiliki fungsi yang penting untuk predator ini. Bruce Patterson, seorang pensiunan peneliti mamalia di Chicago's Field Museum, mengatakan singa jantan (Panthera leo) memiliki kepala besar dan leher besar, dan surai menonjolkan fitur tersebut. Surai ini berfungsi untuk mengesankan singa lain, baik itu calon pasangan maupun calon saingan.

 Sebuah studi tahun 2002 yang mengamati seleksi seksual, suhu, dan surai singa yang berbeda menemukan bahwa surai yang lebih gelap tampaknya lebih menarik bagi betina. Surai gelap juga berkorelasi dengan nutrisi yang lebih baik dan kadar testoteron yang lebih tinggi. 

Selain itu, singa jantan dengan surai yang lebih panjang tampaknya lebih mengintimidasi jantan lainnya. Surai singa dipengaruhi oleh panas Dikutip dari Live Science, Sabtu (5/8/2023) terlepas dari manfaat untuk mengesankan singa lain, memiliki surai yang tebal tidaklah selalu ideal, terutama jika berada di bawah sinar matahari sepanjang hari.

 Ibaratnya, seperti memakai syal tebal di leher di musim panas. Suhu tubuh yang tinggi dapat menyebabkan masalah selama produksi sperma. Penelitian juga menunjukkan bahwa jantan dengan surai gelap cenderung memiliki lebih banyak sperma abnormal. Masalah panas ini mungkin menjadi alasan mengapa beberapa populasi singa yang memiliki surai sangat kecil. Contohnya populasi singa di Taman Nasional Tsavo Timur Kenya, yang lebih dekat ke permukaan laut dan lebih panas.

 Hanya sedikit atau hampir tidak ada singa jantan yang memiliki surai. Namun berbeda dengan populasi singa di daerah seperti Serengeti atau Kawah Ngorongoro di Tanzania utara yang berada ribuan meter di atas permukaan laut. 

Suhu di sana yang secara teratur turun menjadi 16 derajat Celsius membuat singa jantan di wilayah tersebut memiliki surai yang lebat. Lebih lanjut, seekor singa dengan surai yang lebat tidak akan berjalan terlalu jauh di siang hari atau bergerak terlalu jauh dari air. 

Itu akan menempatkan mereka pada posisi yang kurang menguntungkan. Perbedaan pertumbuhan surai juga terjadi pada singa di luar habitat aslinya. Salah satu penelitian Patterson menunjukkan bahwa di antara singa kebun binatang di Amerika Utara di kota dengan cuaca dingin cenderung memiliki surai yang lebih tebal. Singa betina dengan surai Namun bukan hanya singa jantan yang bisa menumbuhkan surai, betina pun juga mampu, meskipun hal ini jarang terjadi.

Pada 2016, para peneliti mengumumkan lima singa betina telah menumbuhkan surai di Delta Okavango Botswana. Salah satu singa betina juga mengembangkan perilaku maskulin yang khas, seperti menaiki betina lainnya. 

Pada tahun 2018, Kebun Binatang Kota Oklahoma mengungkapkan, seekor singa betina berusia 18 tahun bernama Bridget secara misterius menumbuhkan surai. Tes darah kemudian mengungkapkan tumor jinak telah menyebabkan peningkatan kadar hormon androstenedione yang dapat menyebabkan sifat maskulin.

 Kasus terakhir yang tercatat terjadi di tahun 2020, di mana seekor singa betina di Kebun Binatang Topeka di Kansas mulai menumbuhkan surai setelah satu-satunya jantan dalam kelompok itu mati. 

Penjaga kebun binatang mengatakan kejadian itu adalah peristiwa acak yang tidak terkait dengan persaingan atau evolusi.***