Pertapa Ini Mengepal Tangannya ke Atas Selama 50 Tahun, Bagaimana Kondisinya?

dok net

JAKARTA (SURYA24.COM)- Pertapa adalah istilah yang sering kali dihubungkan dengan praktik asketis atau spiritual di banyak tradisi keagamaan, terutama dalam budaya Hindu dan Buddha. Kata "pertapa" berasal dari bahasa Sanskerta "tapas," yang secara harfiah berarti "panas" atau "kehangatan," tetapi dalam konteks spiritual, ia merujuk pada upaya keras dan disiplin diri untuk mencapai pencapaian spiritual dan pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan.

Dalam konteks Hindu, pertapa sering disebut sebagai "tapasvi" atau "rishis." Mereka adalah orang-orang yang menjalani kehidupan yang sederhana dan memusatkan diri pada meditasi, introspeksi, dan pertumbuhan rohani. Pertapa Hindu biasanya tinggal di tempat-tempat terpencil, seperti gua-gua di pegunungan atau hutan, dan menghindari kenyamanan duniawi. Mereka berfokus pada mencari pemahaman yang mendalam tentang alam semesta dan mengembangkan hubungan yang lebih erat dengan Tuhan.

Di dalam tradisi Buddha, pertapa disebut sebagai "bhikkhu" atau "bhikkhuni" (untuk biksu dan biarawati). Mereka mengikuti ajaran Sang Buddha Siddhartha Gautama dan mempraktikkan Jalan Tengah, yang menekankan keseimbangan antara keduniawian dan kespiritualan. Bhikkhu dan bhikkhuni mengikuti aturan ketat yang mencakup kesederhanaan, meditasi, dan pembebasan diri dari siklus kelahiran dan kematian.

Sulit Diturunkan 

Sementara itu dikabarkan Amar Bharati merupakan seorang sadu atau petapa agama Hindu asal India yang terkenal karena aksinya mengangkat tangan kanannya. Bharati mengangkat tangannya yang mengepal ke atas kepala sejak 1973. Hingga sekarang, 50 tahun kemudian, dia tidak menurunkan tangan tersebut. Aksi ini dilakukannya tidak tanpa alasan. Sebagai seorang sadu, dia melakukan ini karena keyakinan agamanya. 

Sadu adalah seorang petapa religius atau orang suci dalam agama Hindu yang hidup dengan menolak semua keinginan duniawi. Sayangnya, aksi yang dilakukannya selama lima dekade ini membuat tangan Bharati kini sulit atau tidak bisa diturunkan. 

Penyebab Amar Bharati angkat tangannya Sebelum memutuskan berbuat ekstrem, Amar Bharati hidup sebagai pria biasa di New Delhi, India pada 1970-an. Pria yang dulu bekerja sebagai juru tulis ini bahkan sudah menikah dan punya tiga anak. 

Diberitakan Dailystar dikutip kompas.com,  Bharati memutuskan untuk mengabdikan diri kepada dewa Hindu bernama Siwa pada 1973. Dia lalu pergi dari rumah dan mulai hidup sebagai sadu.

Dalam perjalanannya, Bharati mendapatkan ide untuk mengangkat tangannya dan tidak menurunkannya. Hal ini dilakukan dalam rangka memohon kedamaian dunia. Sebagai catatan, Dewa Siwa merupakan dewa perusak di agama Hindu. 

"Saya tidak meminta banyak. Mengapa kita bertengkar di antara kita, mengapa ada begitu banyak kebencian dan permusuhan di antara kita? Saya ingin semua orang India hidup damai," katanya. 

“Saya ingin seluruh dunia hidup dalam damai," tegas Bharati. 

Tidak pernah menurunkan tangannya lagi Sejak saat itu, Bharati tidak pernah menurunkan tangan kanannya. Dia menghabiskan dua tahun pertama dalam kesakitan. Namun, rasa sakit itu mereda dan dia tidak bisa lagi merasakan tangannya. Dikutip dari India Times, Bharati tetap mengangkat tangannya bahkan ketika tertidur. Saking lamanya, tangannya tidak lagi terasa. Bharati mengaku dia telah kehilangan akal sehat serta kekuatan di tangannya sama sekali. 

Meski begitu, dia mengungkapkan tidak memiliki rencana untuk menghentikan tindakannya dan menurunkan tangan. Bharati bahkan berpikir untuk terus melakukannya seumur hidup. 

Meski tidak mudah, Bharati yakin cara hidup ini mendekatkan dirinya dengan Siwa. Di saat yang sama, aksi ini mendorong masyarakat untuk bersikap lebih damai dalam menjalani rutinitas sehari-hari.

 “Jika Anda mencoba untuk menurunkan tangan Bharati, Anda akan menyebabkan dia sangat kesakitan, bukan secara fisik tetapi secara spiritual," ujar salah satu kenalannya, dilansir dari Bright Side. 

"(Ini) karena dia percaya bahwa penghormatan abadi yang dilakukannya memang meningkatkan perdamaian dunia,” lanjutnya. 

Sayangnya, karena sudah lama tidak digerakkan, dia butuh waktu lama untuk menurunkan tangannya. Ini karena sirkulasi darahnya menghilang. Selain itu, Bharati juga mengalami tantangan fisik. Tulang rawan di sikunya telah mengering. 

Segala upaya untuk menggerakkan tangan kanannya berpotensi menimbulkan risiko pada persendiannya. Saat ini, tangah kanan Bharati seolah telah menjadi struktur kerangka belaka. Ukurannya bahkan lebih kecil dari tangan kiri. Sementara kukunya berubah menjadi cakar.***