Harga Ayam Anjlok Sejak 2018, Peternak Rugi Rp 5 T

Jakarta (Surya24.com) - Sudah 1 tahun lebih, atau tepatnya sejak September 2018 peternak ayam diterpa anjloknya harga. Hari ini saja, harga ayam di level peternak di wilayah Jawa dan Bali hanya Rp 10.000 per kilogram (kg), sementara ongkos produksi bisa mencapai sekitar Rp 18.000.

"Hari ini Rp 10.000/kg. Senin sampai Kamis kemarin itu hanya Rp 5.000-8.000/kg," ungkap Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Singgih Januratmoko yang dilansir detikcom, Jumat (17/4/2020).

Pergerakan harga ayam di level peternak belum kunjung membaik. Akibatnya, kerugian peternak yang diakumulasi dari September 2018 mencapai Rp 5 triliun.

"Kerugian dari September 2018 sudah Rp 5 triliun," kata Singgih.

Ia membeberkan, awal mulanya anjlok harga ayam ini karena kelebihan impor induk ayam atau Grand Parent Stock (GPS) yang dilakukan pada tahun 2017-2018.

"Awal mula kelebihan dari impor GPS pada tahun 2017-2018 sekitar 690.000-780.000 ekor itu dari Eropa dan Amerika," terang dia.

Oleh sebab itu, sejak September 2018, para peternak mengalami kelebihan Day Old Chick (DOC) atau bibit ayam hingga 60 juta ekor per bulan.

"Awalnya salah itu over supply DOC. Kan kalau kandang memang ada, begitu ayam DOC masuk kandang kan otomatis kandangnya ada terus. Tapi serapannya sedikit, otomatis harga tertekan, turun lagi. Jadi over supply DOC mempengaruhi jumlah ayamnya, jadi harga ayamnya jatuh di bawah biaya produksi," papar Singgih.

Pihaknya pun telah mengusulkan pemusnahan ayam hingga 10 juta ekor per bulan. Hal itu dilakukan agar stok ayam hidup di peternak tidak berlebih lagi. Namun, Kementerian Pertanian (Kementan) tidak pernah melakukan pemusnahan sesuai perhitungan potensi DOC.

"Jadi Kementan selalu memutuskan masalah itu seperti memadamkan api saja, tapi nggak dicari masalah yang sebenarnya. Jadi suatu saat itu nanti over supply ya turun lagi. Misalnya DOC kurang, dibatasi. Harusnya memotong itu mereka selalu berdalih tim ahli. Misalnya kelebihan 10 juta DOC, tapi karena takut nanti inflasi, mereka memotongnya hanya 5 juta. Ya kan nggak selesai, kan kelebihannya 10 juta," tutup Singgih.(detik.com)