Kata SBY Harus Turun Gunung, Ada Tanda-tanda Pilpres 2024 Tidak Adil, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto: Hati-hati Ganggu Jokowi!

(Dok: Twitter Ossy Dermawan @OssyDermawan)

JAKARTA(Surya24.com( - Viral pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang siap turun gunung menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

SBY mengetahui ada tanda-tanda Pilpres 2024 tak jujur dan tak adil. Omongan SBY itu viral dalam video yang diunggah akun TikTok @pdemokrat.sumut.

Pernyataan SBY itu diduga saat menyampaikan pidato dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimas) Partai Demokrat di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan.

SBY menyampaikan alasan dirinya mesti turun gunung menghadapi Pilpres 2024, "Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang. Saya mendengar, mengetahui bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil," kata SBY dalam video yang dikutip VIVA, Sabtu( 17/9).

  1. mendapat kabar jika Pilpres 2024 akan diatur hanya dengan diikuti dua pasangan capres dan cawapres. "Konon, akan diatur dalam Pemilihan Presiden nanti hanya diinginkan oleh mereka hanya dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikendaki oleh mereka," jelas Presiden ke-6 RI tersebut.

Pun, SBY melanjutkan ada informasi yang dia peroleh bahwa Demokrat sebagai oposisi akan dipersulit dalam berkoalisi menuju Pilpres 2024.

"Informasinya Demokrat sebagai oposisi jangan harap bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri. Bersama koalisi tentunya. Jahat bukan, menginjak-injak hak rakyat bukan," ujar SBY.

SBY mengatakan pikiran seperti itu bathil. Sebab, menurutnya, berpikir demikian bukan hak mereka. Dia mengingatkan bahwa pemilu merupakan hak rakyat.

"Hak untuk memilih dan hak untuk dipilih. Yang berdaulat juga rakyat," kata SBY.

Kemudian, ia menyinggung saat dirinya sebagai Presiden RI periode 2004-2014, sudah merasakan penyelenggaraan pemilu selama dua kali termasuk pilpres.

"Dan, ingat selama 10 tahun dulu. Kita di pemerintahan. Dua kali menyelenggarakan pemilu termasuk pilpres, Demokrat tidak pernah melakukan kebathilan seperti itu," ujar SBY.

Elite Partai Demokrat membenarkan video pernyataan SBY yang viral tersebut. Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Imelda Sari mengatakan SBY menyampaikan pernyataan itu saat Rapimnas Demokrat di JCC, Senayan pada Kamis 15 September 2022.

Menurut Imelda, SBY mengatakan itu sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Saat itu, kata dia, SBY memberikan arahan kepada kader Demokrat agar bersiap menghadapi Pemilu 2024 termasuk Pilpres.

“Bapak ingin sampaikan ke kami bahwa harus bersiap hadapi 2024. Beliau dengar rumor yang berkembang seperti itu. Lalu disampaikan juga ke kami,” ujar Imelda saat dikonfirmasi VIVA, Sabtu (17/9)

Imelda menambahkan, omongan SBY juga dipertegas oleh Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam pidato kebangsaannya di hari kedua rapimnas pada Jumat kemarin.

“Itu juga dipertegas Mas Agus kan bagaimana menurunnya demokrasi sampai contoh demokrasi yang baik pada 2014,” tutur Imelda.

Bantah SBY soal Pilpres 2024 Diatur 2 Paslon

Sementara itu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membantah pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal adanya upaya agar Pilpres 2024 hanya akan diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres yang dikehendaki. Hasto menegaskan SBY mendapatkan informasi tidak benar.

Awalnya, Hasto merespons terkait rencana SBY untuk turun gunung menangani dugaan adanya ketidakadilan dan ketidakjujuran pada Pemilu 2024. Dia menekankan PDIP akan naik gunung dan mengawasi langkah SBY.

"Setahu saya, Beliau tidak pernah lagi naik gunung. Jadi turun gunungnya Pak SBY sudah lama dan berulang kali. Monggo turun gunung. Tetapi kalau turun gunungnya itu mau menyebarkan fitnah kepada Pak Jokowi, maka PDI Perjuangan akan naik gunung agar bisa melihat dengan jelas apa yang akan dilakukan oleh Pak SBY," kata Hasto dalam keterangannya, Sabtu (17/9).

Lebih lanjut, Hasto menegaskan SBY menerima informasi tidak tepat terkait adanya upaya Pilpres 2024 diikuti 2 paslon. Dia mengingatkan SBY agar hati-hati mengganggu Jokowi.

"Sebab informasi yang diterima Pak SBY sangat tidak tepat. Jadi hati-hati kalau mau ganggu Pak Jokowi," ucapnya dikutip cnnindonesia.com.

Kemudian, Hasto menilai SBY menyampaikan hal itu lantaran khawatir terhadap anaknya yang juga Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Namun, dia meminta agar SBY tidak membuat tudingan-tudingan Jokowi akan berbuat jahat dan batil dalam Pemilu 2024 hanya karena khawatir dengan AHY.

"Bisa tidaknya Demokrat bisa mencalonkan AHY dalam Pilpres jangan dijadikan indikator sebagaimana tuduhan adanya skenario Pemerintahan Pak Jokowi untuk berbuat jahat dalam Pemilu. Pak Jokowi tidak pernah punya pikiran batil sebagaimana dituduhkan Pak SBY. Pak Jokowi juga tidak menginjak-injak hak rakyat. Dengan blusukan Pak Jokowi mengangkat martabat rakyat," ujar dia.

Lebih jauh, Hasto menilai SBY tidak bijak menyampaikan hal tersebut. Dia menegaskan kecurangan Pemilu justru masif terjadi pada Pemilu 2009.

"Mohon maaf Pak SBY tidak bijak. Dalam catatan kualitas Pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi, dan hal tersebut Pak SBY yang bertanggung jawab. Jaman Pak Harto saja tidak ada manipulasi DPT. Jaman Pak SBY manipulasi DPT bersifat masif, salah satu buktinya ada di Pacitan," jelasnya.

"Selain itu Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati, yang seharusnya menjadi wasit dalam Pemilu, ternyata kemudian direkrut menjadi pengurus teras Partai Demokrat. Diluar itu, data-data hasil Pemilu kemudian dimusnahkan. Berbagai bentuk tim senyap dibentuk. Selain itu, menurut penelitian, SBY menggunakan dana hasil kenaikan BBM untuk kepentingan elektoral. Pada saat bersamaan terjadi politisasi hukum terhadap lawan politik Pak SBY," lanjut Hasto.

Hasto lagi-lagi membantah bahwa selama 10 tahun kepemimpinan SBY dan berkuasanya Demokrat, tidak ada kecurangan Pemilu.

"Apa yang disampaikan oleh Pak SBY bahwa selama 10 tahun Demokrat memimpin tidak pernah melakukan kecurangan Pemilu, mudah sekali dipatahkan. Jadi biar para pakar Pemilu yang kredibel yang menilai demokratis tidaknya 10 tahun ketika Demokrat memimpin. Bukan hanya itu, saksi kunci berbagai kasus korupsi besar pun banyak meninggal tidak wajar di jaman Pemerintahan Pak SBY. Itu yang bisa diteliti," imbuhnya.***