Tahun Depan Dunia Resesi, Bagaimana Nasib Indonesia?

(Dok: ANTARA FOTO).

JAKARTA(Surya24.com) - Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali mengungkit soal resesi ekonomi yang diperkirakan terjadi pada 2023. Lantas, bagaimana dengan nasib Indonesia?

Menurut Ani, sapaan akrabnya, kenaikan suku bunga acuan di bank sentral sejumlah negara membuat bayang-bayar resesi ekonomi dunia semakin nyata.

Sikap bank sentral AS, The Fed, yang mengerek suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) dari 2,25 persen-2,5 persen menjadi 3-3,25 persen pada September 2022 lalu turut memantik gejolak berbagai bank sentral dunia.

"Kenaikan suku bunga cukup ekstrem bersama-sama, maka dunia pasti resesi pada 2023," tutur dia dalam konferensi pers, Senin (26/9).

 

Menurut catatan Ani, suku bunga acuan bank sentral Inggris sudah naik 200 basis poin selama 2022. Begitu pula dengan Amerika Serikat (AS) yang sudah naik 300 bps sejak awal tahun.

"(Bunga acuan) AS sudah 3,25 persen, sudah naik 300 bps, ini terutama karena rapat September ini mereka menaikkan lagi dengan 75 bps. Ini merespons inflasi AS 8,3 persen," ungkapnya dikutip dari laman cnnindonesia.

Bank Indonesia (BI) pun memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen. Suku bunga deposit facility juga naik sebesar 50 bps menjadi 3,5 persen, sedangkan suku bunga lending facility naik sebesar 50 bps menjadi 5 persen.

Meski begitu, Sri Mulyani percaya diri dengan menyebut bahwa perekonomian Indonesia masih cukup sehat dan aman dari ancaman resesi. Hal itu didasarkan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2022 yang berada di jalur positif dan inflasi yang masih terkontrol.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,01 persen pada kuartal I 2022 lalu. Inflasi pun masih terkendali di level 4,35 persen pada Juni kemarin.

"Kita (Indonesia) relatif dalam situasi yang tadi disebutkan risiko (potensi resesi) 3 persen," tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers di Nusa Dua, Rabu (13/7), mengamini survei yang dilakukan Bloomberg soal potensi resesi negara-negara dunia.

 

Sri Mulyani bahkan mengklaim daya tahan ekonomi Indonesia lebih kuat ketimbang negara-negara lain yang sudah masuk resesi, seperti AS hingga China yang ekonominya melambat pada kuartal II 2022.

Dengan begitu, Ani berani mengulang pernyataannya tentang peluang resesi Indonesia yang diklaim sangat kecil.

"Sehingga, menjadikan Indonesia masuk negara yang terjadinya resesi sangat kecil," ujar Ani dalam Kuliah Umum UI 2022, Senin (8/8).

Di lain kesempatan, Ani juga mengatakan utang luar negeri pemerintah menurun. Begitu juga dengan utang korporasi yang semakin rendah. Berdasarkan data BI, utang luar negeri RI sebesar US$415 miliar pada akhir Mei 2022. Angka tersebut turun 4,9 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

 

Namun, Ani tidak menutup mata bahwa inflasi negara-negara Uni Eropa membuat ekonomi dunia bergejolak. Selain itu, perang Rusia-Ukraina, kenaikan harga BBM hingga pangan turut membuat inflasi melonjak di sejumlah negara.

Sejatinya, Indonesia pernah mengalami resesi pada 2020 akibat covid-19, tetapi saat ini sudah kembali pulih dengan pertumbuhan yang positif.

Namun, Indonesia mencatat inflasi sebesar 4,35 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Juni 2022. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak 2017 lalu.

 

Meski begitu, sinergi kebijakan fiskal, moneter, hingga riil diklaim membuat perekonomian Indonesia tetap kuat di tengah berbagai tekanan global.

Kebijakan fiskal itu dilakukan dengan menjadikan APBN sebagai shock absorber atau bantalan saat terjadi guncangan atau krisis, mulai dari energi, pangan, hingga keuangan. Kebijakan ini bahkan membuat inflasi Indonesia tidak melonjak setinggi negara lain.

Namun, patut diingat, APBN tak bisa terus menjadi penopang, terutama saat perekonomian mulai pulih.

APBN harus tetap sehat agar bisa terus membantu masyarakat ketika krisis lanjutan datang di masa mendatang. Ani menjelaskan membayar pajak adalah salah satu caranya.

"Menjaga pajak untuk menjaga Indonesia, menjaga agar keuangan negara jadi instrumen jangka panjang mendukung pembangunan dan pemulihan ekonomi lebih lanjut," tegas Ani.***