Penjelasan Sains Soal Terbentuknya Bulan Serupa dengan Alquran

Ilustrasi (Dok: Surfer Today)

JAKARTA (Surya24.com) - Awalnya Bulan bersinar layaknya Matahari, kemudian ia mati. Hal ini, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta'ala dalam kitab suci Alquran.

Artinya: "Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas." (QS. Al-Isra': 12)

Ayat mulia tersebut menunjukkan adanya suatu fakta ilmiah yang baru bisa diketahui umat pada abad ke-20, yaitu bahwa Bulan pada mulanya adalah sebuah planet yang menyala, kemudian Allah Subhanahu wa ta'ala mematikan cahayanya. Petunjuk Alquran mengenai hal ini cukup jelas.

Abdullah Ibnu Abbas pernah berkata, "Bulan dahulunya bersinar sebagaimana Matahari, dan itu adalah tanda malam. Lalu, tanda malam itu dihapuskan. Warna hitam pada Bulan adalah sisa-sisa dari penghapusan itu."

Dikutip dari 'Buku Pintar Sains dalam Alquran' karya Dr Nadiah Thayyarah terbitan Dar al Yamama Abu Dhabi, pernyataan tersebut berasal dari seorang sahabat agung. Ia mendasarkan pernyataannya itu pada Alquran yang telah diturunkan sejak 1.400 tahun lampau. Lalu, apa yang dikatakan oleh para pakar astronomi terkait hal ini?

Melansir okezone.com, para pakar astronomi telah menemukan bahwa Bulan pada awalnya menyala, lalu cahayanya lenyap dan menjadi benda mati (tidak bercahaya). Teleskop-teleskop canggih dan satelit-satelit buatan generasi pertama telah berhasil mengirimkan gambar-gambar terperinci mengenai Bulan. Melalui gambar-gambar itu diketahui bahwa di Bulan terdapat kawah-kawah gunung berapi, dataran-dataran tinggi, dan lubang-lubang besar.

Selama masa pembetukannya, Bulan menerima hantaman bertubi-tubi dari meteor dan meteoroid. Karena suhu Bulan pada saat itu sangat panas, terjadilah peleburan yang sangat dahsyat di permukaan Bulan sehingga menyebabkan terbentuknya lubang-lubang besar yang dinamakan “Maria” dan gunung-gunung tinggi dengan kawah-kawahnya yang dinamakan “Craters”.

Kemudian kawah-kawah itu menumpahkan lahar-lahar dalam volume yang sangat besar dan lahar-lahar itu mengisi lubang-lubang besar tersebut. Kemudian Bulan menjadi dingin. Gunung-gunung di Bulan menjadi tidak aktif dan lahar-lahar berhenti mengalir. Dengan demikian, matilah Bulan dan tidak terlihat nyalanya setelah sebelumnya menyala.

Mari kembali pada ayat Alquran tersebut, dan perhatikan penggunaan kata mahauna (kami hapuskan. Kata dasarnya: al-mahwu). Kata al-mahwu (penghapusan) menurut para pakar bahasa berarti ath-thams (melenyapkan cahaya atau sinar) dan al-izalah (menghilangkan).

Artinya, Allah Subhanahu wa ta'ala melenyapkan dan menghilangkan sinar Bulan, bukan melenyapkan keberadaan Bulan itu sendiri. Bulan masih tetap ada, tetapi sinar dan cahayanya dilenyapkan. Hal ini sudah jelas dari redaksi Alquran yang menyebutkan “tanda malam” atau Bulan dan “tanda siang” atau Matahari.

Kata ath-thams secara khusus digunakan untuk yang berkaitan dengan cahaya atau sinar. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, "Kami jadikan tanda siang itu terang benderang (bisa membuatmu melihat)." (QS Al-isra’: 12)

 

Ayat tersebut, menggunakan redaksi mubshirah (menjadikanmu bisa melihat ). Hal ini untuk membandingkan cahaya yang menjadi tanda malam (Bulan) dengan cahaya yang menjadi tanda siang (Matahari). Cahaya yang pertama akhirnya mati, sedangkan cahaya kedua masih ada dan karenanya kita bisa melihat.

Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyebutkan pada saat ini di Bulan terjadi aktivitas gempa kecil-kecilan dan sedikit letupan panas. Fakta ini mengisyaratkan bahwa sebagian besar aktivitas di dalam perut Bulan telah berhenti sejak lama sekali. Sebagaimana diketahui, pada miliaran tahun yang lalu, Bulan tunduk pada suatu benda yang sangat panas (terang). Akibatnya, terjadi pembelahan kulit luar.

Kemudian, ia tunduk pada letupan-letupan yang berasal dari lahar gunung berapi. Beberapa miliar tahun terakhir sejak ia terbentuk, Bulan berjalan dengan tenang tanpa ada aktivitas geologis di dalamnya, kecuali bertubi-tubinya hantaman dari meteor dan meteoroid.

Para ilmuan masa kini meyakini bahwa Bulan adalah hasil dari tabrakan bumi kuno dengan planet lain yang lebih kecil dan lebih tua pada 4,6 miliar tahun yang lalu. Tabrakan maut itu memuntahkan materi-materi berupa asap yang berbentuk gumpalan dan mengelilingi Bumi. Asap itu kemudian mendingin dan mengerut menjadi tetes-tetes air yang kemudian membeku menjadi Bulan.

Sisi kemukjizatan yang terdapat pada ayat Alquran di atas ialah adanya petunjuk bahwa Bulan pada mulanya bersinar dan bercahaya, kemudian cahaya itu lenyap, dan Bulan menjadi gelap. Allah berfirman, “Kemudian Kami hapuskan tanda malam”, yaitu Bulan. Fakta inilah yang ditemukan melalui gambar-gambar yang dicitrakan satelit-satelit buatan dan studi-studi geologis terhadap permukaan Bulan pada abad ke-20.***