Kenali Perbedaan Autis dan ADHD pada Si Kecil, Orang Tua Patut Waspada

ilustrasi autism (Dok: ©healthsciencetechnology.wikispaces.com)

JAKARTA (Surya24.com) - Perbedaan autis dan ADHD pada si kecil terkadang masih sulit untuk dipahami. Terlebih keduanya sama-sama merupakan jenis gangguan mental yang dipicu oleh adanya riwayat genetik dalam keluarga. Keduanya juga membuat penderita menjadi sulit untuk berkomunikasi dengan bahasa yang baik.

Penderita biasanya juga memiliki gangguan bersosialisasi dengan orang lain. Meski hampir serupa, namun ternyata autis dan ADHD berbeda. Autis atau autisme sendiri merupakan suatu kondisi ketika anak mengalami gangguan pada sistem saraf. Gejala si kecil mengidap autisme sudah bisa terlihat di tahun ketiga usai mereka dilahirkan.

Melansir merdeka.com, dedangkan, ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) merupakan gangguan mental yang menyebabkan si kecil kesulitan untuk fokus. Mereka juga biasanya akan kesulitan dalam memusatkan perhatian. Penderita ADHD ini juga mempunyai perilaku impulsif dan hiperaktif. Lantas bagaimana perbedaan autis dan ADHD pada si kecil yang perlu orang tua waspadai dan ketahui?

 

Melansir dari berbagai sumber, Rabu (19/10), simak ulasan informasinya berikut ini.

Persamaan Autis dan ADHD

Sebelum membahas perbedaan autis dan ADHD, ada baiknya untuk mengetahui persamaannya terlebih dahulu. Melansir dari laman resmi RSUP Dr. Sardjito, autis dan ADHD merupakan gangguan neurodevelopmental yakni gangguan yang disebabkan oleh adanya masalah dalam perkembangan otak.

Mekanisme terjadinya autis dan ADHD ini melibatkan area-area otak yang bertanggung jawab dalam gerakan, bahasa, interaksi sosial, pemusatan perhatian dan memori.

Karenanya, beberapa gejala kedua gangguan kesehatan ini melibatkan area fungsi yang sama. Misalnya seperti kemampuan komunikasi, interaksi sosial, fokus hingga perhatian. Pada penderita autis dan ADHD, terdapat gangguan pada perkembangan otak sehingga mempengaruhi fungsi eksekutif. Fungsi tersebut adalah fungsi otak yang berperan dalam pengendalian impuls, manajemen fokus, waktu, pembuatan keputusan dan keterampilan mengorganisir.

Akibatnya, penderita autis dan ADHD terutama pada anak-anak sering kali mengalami gangguan dalam keterampilan sosial. Khususnya saat bermain dan di sekolah mereka.

Menderita Autis dan ADHD Sekaligus

Melansir dari autismindonesia.org, perbedaan autis dan ADHD memang cukup ulit dikenali bagi orang tua. Bahkan dokter sekalipun. Hal ini lantaran terkadang beberapa anak dengan autis atau autisme juga memiliki ADHD. Namun, tidak semua anak yang didiagnosa memiliki ADHD juga akan didiagnosa dengan autisme.

 

Meski begitu, diagnosa autisme dan ADHD pada anak tetap harus dilakukan. Tujuannya adalah agar si kecil bisa mendapatkan perawatan yang tepat.

Pada beberapa kasus autisme dan ADHD, penderita dibutuhkan kombinasi terapi obat dan perilaku yang tepat. Namun di beberapa kasus lainnya, penderita cukup dengan pendekatan terapi yang tepat sebagai intervensi terbaik merawat si kecil dengan autis maupun ADHD.

Perbedaan Autis dan ADHD

Melansir dari halodoc, berikut perbedaan autis dan ADHD:

1. Segi Perhatian

Perbedaan autis dan ADHD bisa dilihat dari segi perhatian. Anak dengan diagnosa autisme tampak berusaha untuk fokus pada kegiatan yang digemarinya. Mereka dapat mempelajari aktivitas 'apakah ini ada sambungannya? Tidak ada titiknya?'. Mereka bahkan bisa mempelajari hal-hal yang disukai dengan baik, seperti bermain dengan mainan tertentu.

Di sisi lain, anak dengan ADHD sering kali terlihat menghindari kegiatan yang membutuhkan fokus serta konsentrasi tinggi. Misalnya seperti berhitung maupun membaca buku. Biasanya hal itu menjadi gejala awal yang paling terlihat pada si kecil.

2. Interaksi dan Komunikasi

Perbedaan autis dan ADHD dapat dilihat dari segi interaksi dan komunikasi. Anak dengan autisme biasanya cenderung kesulitan dalam mengungkapkan emosinya. Mereka juga biasanya tidak peka terhadap perasaan orang lain. Anak dengan autis juga tidak bisa memulai atau melanjutkan percakapan, bahkan sering kali menghindari kontak mata ketika berbicara.

Sedangkan anak dengan ADHD, mereka sangat suka berbicara dan sering memotong pembicaraan. Namun, perhatian mereka mudah teralihkan. Mereka juga seperti tidak mendengarkan arahan atau pembicaraan yang diberikan.

3. Rutinitas yang Dilakukan

Perbedaan autis dan ADHD berikutnya bisa diamati dari rutinitas yang dilakukan si kecil. Anak dengan autis terlihat menyukai aktivitas atau kegiatan yang telah tertata. Mereka suka dengan ketertiban dan tidak menyukai rutinitas yang berubah tiba-tiba.

 

Sebaliknya, anak dengan ADHD cenderung tidak menyukai aktivitas atau rutinitas yang sama. Mereka juga tidak menyukai melakukan aktivitas atau kegiatan dalam waktu lama.

4. Waktu Munculnya Gejala

Pada umumnya gejala autisme muncul ketika anak berusia 2 tahun. Di sebagian kasus, gejala bisa saja tampak ketika si kecil berusia di bawah 1 tahun. Bahkan ada beberapa kasus gejala baru muncul saat si kecil beranjak dewasa.

 

Sedangkan untuk anak dengan ADHD, gejala baru akan terlihat saat di kecil beranjak usia 3 tahun dan semakin seiring bertambahnya usia. Seperti autis, beberapa kasus gejala baru muncul saat si kecil beranjak dewasa.

Cara Merawat Anak Autis dan ADHD

Adapun cara merawat anak dengan diagnosa autisme adalah sebagai berikut:

a. Membuat jadwal kegiatan

Rutinitas ini mampu membuat si kecil merasa aman karena mereka bisa bereaksi negatif terhadap sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

b. Pertimbangkan homeschooling

Proses belajar di rumah sendiri dapat membantu si kecil merasa lebih nyaman.

c. Mencari tahu bakatnya

 

Bukan hanya bisa membantu anak lebih tenang, hal ini ternyata juga mampu menggali dan mengembangkan potensi atau bakat terpendam yang dimiliki si kecil.

Sedangkan, cara merasa anak dengan diagnosa ADHD adalah sebagai berikut:

a. Menerapkan aturan khusus

Misalnya dengan menempelkan jadwal kegiatan dan aturan yang harus dipatuhi oleh si kecil.

b. Memberikan reward

Si kecil penderita ADHD cenderung kesulitan merencanakan masa depannya. Apabila mereka berprestasi, mereka pun layak mendapatkan hadiah.

c. Menghindari sikap overprotective

Overprotektif justru akan memicu perilaku tidak mandiri pada si kecil. Bahkan membuat mereka cenderung bergantung pada orang tua ketika menghadapi masalah.***