WADUH! Terungkap, Bupati Purwakarta Gugat Cerai karena Tak Dapat Nafkah Lahir Batin

(Foto: Istimewa /sindonews.com)

PURWAKARTA (SURYA24.COM) - Sidang gugat cerai Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika terhadap suami yang merupakan anggota DPR RI Dedi Mulyadi kembali digelar, di Pengadilan Agama Purwakarta.

Sidang digelar secara terbuka. Dalam sidang, terungkap alasan Anne menggugat cerai suaminya karena tidak diberi nafkah lahir dan batin. Anne juga mengaku kerap mengalami kekerasan verbal atau KDRT psikologis dari Dedi.

Melansir sindonews.com, keterangan mengejutkan wanita yang kini akrab disapa Neng Anne ini terungkap di ruang mediasi, dengan disaksikan mediator dari pihak Pengadilan Agama Purwakarta, Julia Herjanara.

Dalam mediasi itu, disepakati satu poin yakni hak asuh anak. Anne dan Dedi akan membesarkan anak mereka secara bersama-sama. Sedangkan persoalan lain yang dikemukakan, tidak menemukan titik temu atau kesepakatan.

Sidang sendiri memiliki agenda pembacaan materi gugatan. Dalam materi gugatannya, Anne mengatakan tidak menerima nafkah lahir batin dari Dedi dan kerap mengalami kekerasan verbal dari suaminya itu.

Menanggapi persoalan itu, Dedi Mulyadi membantah. Dia mengaku tidak pernah melakukan KDRT verbal yang dimaksud oleh istrinya itu. Dia juga membantah telah menelantarkan istrinya itu. Setelah mendengar materi gugatan, sidang ditutup dan akan kembali digelar pekan depan dengan agenda mendengar jawaban atau replik dari pihak tergugat, yakni Dedi Mulyadi.

Tanggapa Dedi Mulyad

Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Agama Purwakarta, kembali menggelar sidang gugatan cerai Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika terhadap suaminya Dedi Mulyadi, Rabu (16/11/2022).

Pada sidang ke lima ini, sudah masuk pada materi gugatan. Baca juga: Bupati Purwakarta Keukeuh Cerai, Tutup Pintu Damai dengan Dedi Mulyadi Bupati Purwakarta yang akrab disapa Neng Anne tersebut, tiba di Pengadilan Agama Purwakarta, sekitar pukul 09.00 WIB.

Dia menaiki mobil mewah bernomor polisi T 1 RA. Sementara Dedi Mulyadi yang akrab disapa Kang Dedi, datang naik ojek online. Pasangan suami istri yang merupakan pejabat publik tersebut, masuk ke ruang mediasi yang sudah ada hakim mediator.

Di dalam ruangan mediasi hanya ada tiga orang, yakni Neng Anne dan Kang Dedi serta Hakim Mediator, Djulia Herjanara.

Sementara kuasa hukum Dedi Mulyadi menunggu di ruang tungggu. Proses mediasi tidak berlangsung lama. Sekitar lima menit kemudian keduanya ke luar, dan masuk ke ruangan sidang utama di ruang Umar Bin Khattab yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Lia Yuliasih, dengan agenda menjalani pembacaan materi gugatan cerai.

"Agenda mediasi yang dilakukan pada persidangan sebelumnya, tidak menemui kesepakatan. Sehingga hari ini langsung agenda pembacaan materi gugatan," ujar Neng Anne usai jalani sidang gugatan cerai.

Sidang gugatan cerai kelima tersebut, berakhir pukul 10.45 WIB, Rabu (16/11/2022). "Selama hasil proses mediasi, ada satu poin yang tidak masuk kategori gugatan cerai, yaitu hak asuh anak. Jadi tidak ada lagi tuntutan hak asuh anak, anak boleh dalam pengasuhan kedua belah pihak," ibuh Neng Anne.

Neng Anne sudah buka-bukaan soal alasanya melakukan gutan cerai, yang tentunya masuk pada materi gugatan. Bupati cantik ini menyebut, dirinya dengan suami sudah bertahun-tahun rumah tangganya selalu mengalami perselisihan. Perbedaan prinsip dalam menjalani rumah tangga, menjadi alasan utama.

"Perselihian yang pertama, adanya ketidakterbukaan dalam manajemen keuangan rumah tangga. Lalu sebagai suami tidak melaksanakan kewajibannya, semacam menunaikan kewajiban utama menafkahi lahir dan batin. Ketiga, sering melakukan kekerasan verbal atau KDRT psikis," papar Neng Anne DIKUTIP sindonews.com.

Sementara itu, Kang Dedi menyebutkan proses mediasi yang selama ini dilakukan sebenarnya tidak gagal. Bahkan beberapa poin mediasi telah berhasil dilakukan.

"Seperti, perkara hak asuh anak. Ketemu Nyi Hyang tidak boleh dibatasi," ujarnya.

Kang Dedi lantas menanggapi materi gugatan yang sudah dibuka oleh istrinya. Termasuk soal tudingan mengenai adanya KDRT psikis oleh dirinya. Jika benar terjadi, maka KDRT psikis itu ada tanda-tandanya, seperti berubah menjadi kepribadian yang murung dan kehilangan percaya diri, tidak bisa mengambil keputusan dan lain-lain.

Menurutnya, selama ini istrinya tidak mengalami tanda-tanda itu, sebagai korban KDRT psikis. "Pertanyaannya adalah, apakah ada tanda-tanda itu pada embu Anne? Murung terus, tidak bisa mengambil keputusan, kehilangan percaya diri, menurut saya terbalik. Ada enggak tanda-tanda di Embu Anne? Hari-hari sebagai bupati pede (Percaya Diri)," ujarnya.

Kemudian soal tidak pernah memberikan nafkah lahir dan batin. Kang Dedi berbalik mempertanyakan apa yang kurang dari sisi ekonomi keluarga. Menurutnya semua sudah tercukupi, terlebih istrinya yang saat ini menjabat sebagai bupati kehidupanya sudah difasilitasi oleh negara, dari mulai makan, minum, mobil, pakaian hingga keamanan.

"Ngomong kebutuhan apa sih yang kurang, makan, minum, mobil, beras, baju difasilitasi oleh negara. Jadi sebenarnya anggaran rumah tangga bupati itu ada, artinya enggak ada problem soal itu," tutur Kang Dedi.

Kemudian, selama ini ketiga anaknya hidup serba berkecukupan. Saat ini dirinya menanggung biaya anak-anaknya. Anak pertamanya saat ini menyelesaikan kuliah di salah satu PTN di Bandung. Begitu juga anak keduanya yang baru masuk PTS.

"Dari mulai uang masuk sampai biaya kos saya yang jamin. Yang bungsu lagi lucu-lucunya diasuh oleh Teh Elis, biaya pengasuhannya gaji tiap bulannya saya yang menjamin, karena tanggung jawab saya sebagai kepala keluarga," ungkap Kang Dedi.

Tidak hanya itu, sejumlah aset keluarga sangat mencukupi untuk anak cucu. Seperti di Pasawahan yang menjadi rumah keluarga, dan tempat anak-anak dibesarkan. Begitu juga rumah di Wanayasa yang juga sangat layak.

"Dari bayar pajak, juga listrik yang setiap bulannya lebih dari Rp20 juta, itu saya yang bayar. Di situlah hidup saling bersama, saling berbagi, urusan beras sudah ditanggung negara, urusan lain saya yang nanggung, termasuk aset-aset anak saya untuk masa depan," ucapnya.

Sebagai pemimpin, lanjut Kang Dedi, sudah sepatutnya tidak lagi memikirkan diri sendiri. Namun yang lebih penting seorang pemimpin harus memikirkan kepentingan rakyat, yang mana saat ini masih banyak mengalami kesusahan mulai dari PHK hingga urusan usia muda menjadi PSK untuk menyambung hidup.

"Itu yang harus kita pikirkan. Karena pemimpin itu sudah tidak boleh lagi memikirkan dirinya. Pemimpin itu ditugaskan memikirkan rakyat," ujar dia.

Persidangan gugatan cerai ini, akan kembali dilajutkan minggu depan. Mereka akan bertemu kembali di Pengadilan Agama Purwakarta, untuk replik materi gugatan oleh pihak tergugat. ***