Tamu Nikah Kaesang-Erina di Puro Mangkunegaran Dilarang Pakai Batik Parang Lereng , Ada Apa? Simak Yuk

JAKARTA (SURYA24.COM) - Ada beberapa aturan yang harus ditaati tamu undangan saat menghadiri tasyakuran pernikahan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep.

Salah satunya adalah larangan mengenakan pakaian batik dengan motif parang lereng di acara yang akan digelar pada 10 Desember itu.

Mengutip cnnindonesia? Larangan tersebut disampaikan langsung oleh Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming yang juga kakak dari Kaesang. Meski demikian larangan sebenarnya bukan datang dari keluarga, tapi dari pihak Pura Mangkunegaran.

Pura Mangkunegaran adalah lokasi resepsi pernikahan Kaesang dengan Erina Gudono. Kenapa motif batik parang lereng tak boleh dipakai dipakai saat tasyakuran pernikahan? Apa filosofi dan makna sebenarnya?

Parang lereng adalah satu dari sekian jenis motif batik parang yang ada di Indonesia. Ciri khas dari batik ini adalah motifnya yang terlihat berulang. Motifnya mengikuti garis diagonal dan konon diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Konon Sang Susuhunan Agung yang terinspirasi ombak yang menggulung-gulung saat bermeditasi di Pantai Selatan Jawa. Maka terciptalah motif ini yang bentuknya memang mirip ombak yang menggulung.

Di masa lalu, saat Mataram berkuasa motif batik ini hanya boleh digunakan oleh para raja dan keturunannya. Aturan itu juga berlaku hingga awal kemerdekaan.

Tapi, seiring waktu, motif parang juga digunakan oleh masyarakat umum. Meski demikian, orang di lingkungan Keraton Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman masih dilarang mengenakan motif batik ini.

Maknandan filosofinya

Motif parang memiliki banyak jenis. Konon, parang menjadi salah satu motif batik tertua di Indonesia. Batik ini konon telah eksis sejak masa Mataram Kartasura.

Parang sendiri berasal dari kata 'pereng' yang berarti 'lereng'. Kata 'pereng' itu hadir dalam rupa garis menurun secara diagonal yang dihadirkan batik Parang.

Pereng ini memiliki arti lereng. Tapi ada juga yang menyebut motif batik parang berasal dari kata karang yang berada di pinggir tebing pantai atau perengan.

Batik juga dilengkapi dengan susunan motif yang menyerupai bentuk S atau ombak laut yang saling berkait-kelindan tidak terputus yang menggambarkan kesinambungan.

Ibarat ombak laut, batik Parang berpesan pada manusia untuk tidak pernah berhenti menyerah. Batik ini menggambarkan jalinan yang tidak pernah putus dalam memperjuangkan sesuatu.

Motif batik parang memiliki filosofi kesinambungan dari atas ke bawah. Hal ini juga menggambarkan keberlanjutan perjuangan dari orang tua ke anaknya, atau dari orang yang lebih tua ke yang muda.

Di masa lalu, motif ini digunakan sebagai penguat antara orang tua dan anaknya. Para raja akan memberi hadiah batik motif ini untuk anak-anak mereka. Hal ini sebagai ungkapan agar anak bisa melanjutkan cita-cita orang tua ke anaknya.

Motif batik parang juga dimaknai sebagai perang. Perang di sini maksudnya perang melawan hawa nafsu bukan musuh sesama manusia.

Dengan memakai motif batik parang, diharapkan bisa memerangi hawa nafsu di dalam diri atau pengaruh dari luar.

Itulah alasannya mengapa saat tasyakuran pernikahan Kaesang dan Erina Gudono tak boleh memakai batik motif parang lereng.***