Ini Dia Misteri Kecelakaan SilkAir 185 di Sungai Musi, Pilot Bunuh Diri?

Ilustrasi kecelakaan pesawat(Shutterstock/Frank Peters)

JAKARTA (SURYA24.COM)- Pesawat SilkAir jatuh di Sungai Musi, Kecamatan Sungsang, Kabupaten Musibanyuasin, Sumatera Selatan, 19 Desember 1997. Dikutip Harian Kompas, 20 Desember 1997, pesawat dari pabrikan Boeing 737-300 dengan nomor penerbangan MI-185 milik maskapai Singapura itu sebelumnya lepas landas dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta pukul 15.23 WIB dengan tujuan Singapura.

Akibat insiden itu, sebanyak 97 penumpang dan 7 awak pesawat meninggal dunia.

Rinciannya adalah 40 warga Singapura, dua Jepang, 23 Indonesia, empat Jerman, 10 Malaysia, lima Amerika, lima Perancis, tiga Inggris, masing-masing seorang Bosnia, Austria, India, Taiwan, dan Australia.

Pilot bunuh diri?

Misteri terkait kepastian penyebab kecelakaan tersebut masih menjadi tanda tanya. Namun spekulasi menyebutkan bahwa ada dugaan pilot melakukan bunuh diri.

Dikutip dari WSJ.com, pilot tersebut dikendalikan pilot warga Singapura berusia 41 tahun, Tsu Way Ming, seorang pilot berpengalaman dengan waktu terbang 6.900 jam.

Sedangkan co-pilot adalah warga Selandia Baru berusia 23 tahun, Duncan Ward, berpengalaman untuk usianya, dengan 2.200 jam terbang.

 

Sekitar enam menit setelah perekam suara kokpit berhenti, dan dengan jet yang masih meluncur mulus di ketinggian 35.000 kaki, perekam data penerbangan berhenti.

Transponder elektronik jet, yang menanggapi permintaan radar dengan lokasi dan ketinggian, menunjukkan pesawat jatuh dari ketinggian 35.000 kaki ke 19.000 kaki, ketika respons transponder berhenti.

Sementara itu, jet tersebut, yang kini menukik dengan kecepatan supersonik dan di luar batas desainnya, mulai pecah di udara.

Beberapa detik kemudian, badan pesawat utama menabrak sungai Indonesia. Ekor jet dan bagian lain yang putus di udara jatuh ke tanah sejauh dua atau tiga mil. Saat itu sekitar pukul 16.13 waktu Jakarta, 50 menit setelah pesawat lepas landas.

Pesawat hancur berkeping-keping

Setelah 18 hari, proses pencarian puing-puing dan korban kecelakaan SilkAir akhirnya dihentikan pada 5 Januari 1998.

Berdasarkan jumlah dan volume potongan, pencarian telah berhasil mengumpulkan 50 persen dari total bagian badan pesawat.

 

Sementara mengenai jumlah tepat korban yang ditemukan berdasarkan potongan tubuh korban masih belum dapat diketahui.

Tim juga berhasil menemukan Flight Data Recorder (FDR) pada 27 Desember 1997 dan Cockpit Voice Recorder (CVT) pada 4 Januari 1998.

Para korban yang ditemukan kemudian dimakamkan secara massal pada area pemakaman Kebun Bunga, Palembang pada 19 Januari 1998.

Pilot bekas pasukan AU Singapura

Sementara itu, pilot pesawat yang bernama Tsu Way Ming (41) merupakan seorang bekas anggota tim akrobatik Angkatan Udara Singapura.

Bahkan, Tsu juga pernah menjadi anggota Ksatria Hitam elite selama berada di angkatan udara, dikutip dari Harian Kompas, 24 Desember 1997.

Tsu juga pilot tempur berpengalaman dan instruktur penerbangan yang berpangkat mayor.

Sebelum bergabung dengan SilkAir pada Maret 1992, sebagai perwira pertama, ia telah mengantungi 4.000 jam terbang.

Ia kemudian dipromosikan menjadi kapten Januari pada 1996.

 

Menurut SilkAir, sebelum jatuh, ia telah mengantongi total sekitar 6.900 jam penerbangan.

Dugaan penyebab kecelakaan

Harian Kompas, 2 Agustus 1998 memberitakan, dugaan jatuhnya SilkAir mengarah pada surface system, bagian permukaan yang berkaitan dengan sistem kontrol.

Salah satu buktinya, berada pada detail micro-seconds saat pesawat 56,4 ton tersebut jatuh disintegrasi dan menewaskan 104 penumpang dan awaknya.

Namun, dugaan lain dari penyebab kecelakaan ini adalah bunuh diri yang dilakukan Tsu.

Indikasi yang menunjuk Tsu Way sebagai penyebab jatuhnya pesawat antara lain disimpulkan dari persoalan yang tengah dihadapi pilot ini saat pesawatnya jatuh.

Tsu dikabarkan kehilangan dua sampai tiga juta dollar dalam bursa saham. Sebelum musibah, ia bahkan diketahui mengambil polis asuransi jiwa atas namanya bernilai jutaan dollar.

Di Amerika Serikat, kasus ini cukup mengundang perhatian, apalagi tuntutan diajukan di pengadilan New York.

 

Adalah Wall Street Journal yang mengikuti kasus penuntutan keluarga Suzan Picariello ini.

Hasil investigasi

Dikutip dari situs resmi Pemerintah Singapura, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia memimpin penyelidikan resmi, dengan bantuan dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Amerika Serikat (AS), Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi Singapura dan Biro Investigasi Keselamatan Udara Australia.

Sebagai bagian dari penyelidikan, kotak hitam dan komponen pesawat lainnya diperiksa oleh para ahli di Indonesia, Australia, Perancis, dan AS.

Menurut laporan akhir yang dirilis pada 14 Desember 2000, baik CVR dan FDR telah berhenti merekam sesaat sebelum tumbukan tetapi pada waktu yang berbeda – CVR pada pukul 16.05 dan FDR pada pukul 16.11.

NTSC menemukan bahwa alat perekam tersebut tidak berfungsi, tetapi tidak dapat menjelaskan mengapa mereka berhenti dan mengapa penghentian terjadi pada waktu yang berbeda.

Faktanya, KNKT tidak menemukan bukti yang mendukung dengan tegas salah satu penjelasan yang mungkin untuk kecelakaan itu, termasuk kegagalan mekanis atau listrik, cuaca, kontrol lalu lintas udara, dan tindakan pilot.

Dari semua skenario yang dipertimbangkan, yang paling mengganggu adalah pilot bunuh diri. Keadaan misterius seputar tragedi tersebut memicu spekulasi awal bahwa pilot telah melakukan bunuh diri di kokpit.

Ketika investigasi mengungkap masalah disiplinernya di SilkAir dan masalah keuangan, spekulasi semakin meningkat.

Pada Agustus 1999, NTSC menyarankan dalam pembaruan sementara bahwa kecelakaan itu mungkin disengaja. Hal ini menyebabkan polisi Singapura dipanggil untuk menyelidiki apakah insiden tersebut memang merupakan kasus bunuh diri sekaligus pembunuhan.

Namun, polisi akhirnya menyimpulkan bahwa tidak ada bukti bahwa pilot atau awak lainnya memiliki niat atau motif untuk bunuh diri dengan menyebabkan kecelakaan tersebut.

Meskipun NTSC juga mengambil sikap ini dalam laporan akhirnya, NTSB AS menyimpulkan secara terpisah bahwa penyebabnya adalah tindakan pilot yang disengaja dan ini kemudian menjadi dasar gugatan tahun 2001 yang diajukan di Singapura terhadap SilkAir.***