Faisal Basri Sebut Hilirisasi ala Jokowi Ngawur, Cuma Untungkan China: Ungkap Obrolan Rahasia dengan Luhut soal Motor Listrik

(Dok: Sams-Detik).

JAKARTA (SURYA24.COM) - Ekonom Senior INDEF Faisal Basri mengkritik konsep hilirisasi mineral mentah ala Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, apa yang dilakukan Jokowi ngawur dan hanya menguntungkan China.

Ia sepakat hilirisasi memang mendorong nilai tambah bagi Indonesia, tetapi hilirisasi yang dilakukan Jokowi malah mendukung industrialisasi di China.

"Petik-jual, tebang-jual, keruk-jual, nilai tambahnya kecil, tetapi solusinya hilirisasi yang ngawur itu. Hilirisasi mendukung industrialisasi di China, itu yang terjadi pada nikel," kata Faisal dalam Catatan Awal Ekonomi 2023 INDEF, Kamis (5/1).

Dikutip dari cnnindonesia.com, ke depan, Jokowi juga akan melakukan hilirisasi timah dan batu bara. Padahal, kata Faisal, Indonesia tidak mengekspor bijih timah melainkan ingot yang merupakan produk turunannya.

 

"Kemudian hilirisasi batu bara mau dijadikan DME (Dimethyl Ether). Jadi ngawur-ngawur, menciptakan rente itu," imbuhnya.

Senada, Ekonom Senior INDEF M. Fadhil Hasan juga menyoal sistem hilirisasi yang digalakkan Presiden Jokowi. Menurutnya, langkah Indonesia melarang ekspor bahan mentah ke luar negeri keliru.

Ia sepakat dengan konsep hilirisasi untuk menambah nilai tambah bahan mentah, tetapi solusinya bukan dengan melarang ekspor. Fadhil menilai skema tarif ekspor lebih tepat diberlakukan.

"Betul hilirisasi seperti yang dilakukan kita sekarang, terutama yang akhir-akhir ini, seperti nikel, alumunium, bauksit. (Tetapi) itu salah dengan melarang," ungkapnya.

Menurut Fadhil, sebenarnya negara-negara yang menggugat larangan ekspor bahan mentah ke The World Trade Organization (WTO) itu tidak keberatan Indonesia mengupayakan hilirisasi.

Hanya saja caranya bukan dengan cara melarangnya, tetapi mengenakan tarif ekspor yang berbeda untuk bahan mentah dengan produk olahannya.

"Ini sebenarnya kita sudah berpengalaman di 2013 untuk komoditas sawit, diperkenalkan pajak ekspor untuk CPO dan produk turunannya berbeda," saran Fadhil.

Menurutnya, jika kebijakan tarif yang diambil maka industri di dalam negeri tetap bisa melakukan proses hilirisasi tanpa melanggar aturan WTO. Pasalnya, larangan ekspor tersebut melanggar aturan perdagangan internasional.

 

Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Keputusan pemerintah ini lalu digugat ke WTO. Akhir Desember 2022, Jokowi kembali melarang ekspor bauksit mulai Juni 2023.

"Mulai Juni 2023 pemerintah akan melarang ekspor bijih bauksit. Saya ulang mulai Juni 2023, pemerintah akan memberlakukan pelarangan ekspor bijih bauksit dan mendorong pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri," kata Jokowi di Istana Negara, Rabu (21/12/2022).

Menururnya, larangan ekspor bauksit dilakukan dengan mempertimbangkan manfaat dari kebijakan larangan ekspor nikel yang berlaku sejak Januari 2020, di mana memberikan manfaat besar untuk ekonomi dalam negeri.

Jokowi mengatakan sebelum larangan ekspor nikel mentah berlaku, nilai perdagangan yang diraih Indonesia dari penjualan produk tersebut hanya US$1,1 miliar. Usai larangan ekspor berlaku dan nikel diolah di dalam negeri, nilai ekspor dari bahan mentah itu melonjak 19 kali lipat menjadi US$20,9 miliar.

Soal Motor Listrik

Dibagian lain, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri membongkar pembicaraan rahasia dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Panjaitan soal proyek kendaraan listrik.

Faisal mengaku sempat bertemu langsung dengan Luhut di kediaman Menko Marinves tersebut pada November 2021 lalu. Ia menanyakan mengapa program kendaraan listrik tidak dimulai dari motor terlebih dahulu.

"'Oke saya akan utus Seto (Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marinves) ke Taiwan untuk penjajakan kerja sama dengan perusahaan sepeda motor listrik di Taiwan'," jelas Faisal mengutip respons Luhut, dalam Catatan Awal Ekonomi 2023 Indef, Kamis (5/1).

Menurut Faisal, obrolan pribadi tersebut perlu dibuka ke publik. Sebab, saat itu ia berbincang dengan Luhut dalam konteks masalah publik, yakni program kendaraan listrik.

Selain itu, Faisal mengaku ditunjukkan langsung foto-foto motor listrik yang akan ditinjau oleh anak buah Luhut tersebut. Namun, ia malah mendengar kabar lain yang tak sesuai obrolan.

"Dua hari kemudian dari pertemuan itu, saya baca di media penandatanganan MoU antara anak perusahaan TOBA punya Luhut dengan GoTo untuk memproduksi motor listrik. Hebat gak?" ungkap Faisal seperti dilansir cnnindonesia.com

Seminggu setelahnya, Faisal mengaku kembali bertemu dengan Seto dan marah atas pengumuman tersebut. Namun, Seto mengaku bahwa langkah tersebut dilakukan atas perintah langsung Luhut.

Dikonfirmasi terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marinves Septian Hari Seto mengamini pertemuan tersebut. Namun, ia mengatakan dirinya tidak sempat berangkat ke Taiwan.

"Belum sempat ke Taiwan sih. Yap (obrolan dengan Faisal Basri benar). Cuma setelah dipelajari motornya (di Taiwan) terlalu besar dan mahal. Tidak cocok untuk Indonesia," jelas Seto saat dikonfirmasi.

"Kalau kami hanya benchmarking tipe motor dan model yang sudah dipasarkan di berbagai negara. Pak Faisal Basri terlalu suudzon saja kalau kemudian mengkaitkan dengan TOBA dan GoTo," imbuhnya.

Faisal Basri kemudian membantah anggapan Seto yang menilainya terlalu suudzon. Menurutnya, Seto menjelaskan bahwa perusahaan tersebut diminta oleh Luhut untuk dijual.

Kendati, Faisal tidak mengetahui perusahaan mana yang diminta Luhut dijual, apakah PT Toba Bara Sejahtera Energi Utama Tbk atau usaha patungan (joint venture) bersama GoTo, Electrum.

"Nyata-nyata dia (Seto) bilang ke saya perusahaan itu diminta oleh Pak Luhut kepada Seto untuk dijual. Boleh jadi hanya berkilah saja. Bahkan saya ingatkan kepada Seto dengan keras betapa itu wujud nyata dari conflict of interest," tegas Faisal.

Sebelumnya, pada November 2021, kerja sama TOBA dengan GoTo dibentuk untuk membangun ekosistem motor listrik di dalam negeri.

Wakil Direktur TBS Pandu Sjahrir menyebut dengan kerja sama itu kedua pihak mengucurkan dana US$1 miliar atau sekitar Rp16 triliun-Rp17 triliun dalam 5 tahun ke depan. Namun, untuk tahap awal dana yang dikucurkan sebesar US$10 juta.

"Komitmen awal kami akan menanamkan US$10 juta. Tapi dalam waktu 5 tahun ke depan kami akan investasi lebih dari US$1 miliar barengan untuk membangun industri ini," jelasnya dalam konferensi pers daring, Kamis (18/11) lalu.***