Strategi di Tahun Kelinci

Oleh: Adiyanto

KETIKA pandemi covid-19 mulai merebak awal 2020 yang diikuti dengan kebijakan lockdown di sejumlah negara, pengusaha banyak yang terdampak. Dari bioskop, restoran, perhotelan, hingga maskapai penerbangan. Buntutnya, banyak pekerja di sektor itu yang dirumahkan sementara atau diberhentikan secara permanen. Tindakan itu logis demi menyiasati kelanjutan napas perusahaan.

Namun, di tengah kondisi itu, ada sektor usaha lainnya yang justru diuntungkan dengan kondisi tersebut. Salah satunya ialah perusahaan teknologi yang selama satu dekade terakhir tumbuh secara signifikan. Pandemi covid-19 yang membatasi aktivitas manusia, termasuk dalam bekerja dan berbelanja, lantas dilihat sebagai peluang oleh sejumlah perusahaan teknologi itu, baik penyedia perangkat keras maupun lunak untuk meraup cuan.

Sejumlah perusahaan teknologi, seperti Oracle, Microsoft, Amazon, dan Facebook, menggelontorkan dana investasi, termasuk merekrut sumber daya manusia secara besar-besaran. Langkah itu ditempuh guna mendukung pekerjaan jarak jauh dan peningkatan bisnis e-commerce. Namun, ketika badai covid-19 mereda dan keadaan kembali berangsur normal, harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan dan mereka pun harus menerima konsekuensinya.

Pada 18 Januari 2023, misalnya, CEO Microsoft Satya Nadella mengonfirmasi dalam unggahan blognya bahwa perusahaannya akan memangkas hampir 5% tenaga kerja yang berdampak pada 10 ribu karyawan. Menurutnya, kebijakan perampingan itu terpaksa dilakukan untuk menyelaraskan struktur biaya dengan pendapatan sambil berinvestasi di area yang diprediksi perusahaan akan menunjukkan pertumbuhan jangka panjang. Raksasa teknologi yang berbasis di Seattle itu melaporkan pertumbuhan paling lambat dalam lima tahun terjadi di kuartal pertama tahun fiskal 2023.

Sebagian besar karena dolar AS yang menguat dan penjualan komputer pribadi yang terus menurun. Hal itu menyebabkan laba bersih perusahaan turun 14% menjadi US$17,56 miliar dari tahun lalu. Meningkatnya pendapatan cloud (jasa penyimpanan data), kata Nadella, sedikit membantu mengerem laju perlambatan pertumbuhan Microsoft. Kondisi serupa dialami perusahaan induk Google, Alphabet.

Pada 20 Januari 2023, mereka mengumumkan akan memangkas 12 ribu pekerja atau sekitar 6% dari tenaga kerja globalnya. Namun, dengan gentle, Sundar Pichai, CEO Google, mengatakan dia bertanggung jawab penuh atas keputusan yang membawa perusahaannya pada kondisi seperti itu. Menurut dia, perusahaan akan membayar pesangon karyawan sesuai dengan hak mereka, termasuk tunjangan kesehatan bagi mereka yang berada di AS, begitu pula karyawan di wilayah lain akan menerima paket kompensasi berdasarkan undang-undang dan aturan setempat.

Menurut data yang dikumpulkan Layoffs.fyi, pelacak online yang memantau hilangnya pekerjaan di sektor teknologi, lebih banyak karyawan di perusahaan teknologi yang di-PHK pada Januari tahun ini daripada di bulan-bulan lainnya sejak merebaknya pandemi. Secara keseluruhan pengusaha di sektor teknologi dengan kolektif telah memangkas lebih dari 150 ribu pekerja pada 2022 dan hanya dalam tiga minggu pertama 2023, jumlahnya naik menjadi lebih dari 30% dari angka tersebut. Angka itu barangkali termasuk para pekerja di sejumlah perusahaan teknologi yang ada di Indonesia, yang juga telah memangkas jumlah karyawannya, seperti Shopee, PT Goto Gojek-Tokopedia, dan Ruang Guru.

Menurut firma riset pasar Gartner yang dikutip dari situs computerword, meskipun pengeluaran di bidang teknologi dan informasi global diperkirakan meningkat pada 2023, secara keseluruhan naiknya diperkirakan tidak terlalu besar, dengan sistem pusat data dan layanan komunikasi tumbuh kurang dari 1%. Sementara itu, penjualan perangkat keras diperkirakan menurun.

Menurut lembaga itu, masalah rantai pasokan yang berkelanjutan, inflasi, dan perang di Ukraina juga berdampak pada belanja bisnis dan daya beli konsumen yang memicu kekhawatiran terhadap resesi. Dari paparan di atas, fenomena gelombang PHK yang dialami perusahaan teknologi belakangan ini kiranya merupakan hal logis, wajar, dan tidak perlu disikapi heboh dan kekhawatiran berlebihan. Itu bagian konsekuensi dari strategi bisnis. Justru kasus itu malah bisa jadi pelajaran bagi perusahaan di sektor lainnya untuk berhati-hati dalam menyusun strategi bisnis. Apalagi, menurut para ahli, kondisi perekonomian di tahun kelinci ini (dan mungkin tahun-tahun berikutnya) bakal semakin suram. Wasalam. ***

Pen ulis Wartawan Media Indonesia

Sumber:mediaindonesia.com