Pengalaman Misteri Bu Marto Dapur Berulangkali Rubuh Disangka Menganut Pesugihan Kandang Bubrah, Benarkah?

(Dok: Pramono Estu)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Para tetangga masih saja memperbincangkan dapur bu Marto yang kembali ambruk. Sejak kepindahannya di rumah baru, hidup bu Marto diliputi kecemasan. Pasalnya bukan pertama kalinya, baru seminggu dapur tersebut berdiri kokoh kini kembali ambruk.

Desas-desus yang tak mengenakan terdengar di telinga bu Marto. Ada beberapa yang mengaitkan dengan ilmu gaib bahkan ada yang mengiranya memelihara pesugihan. Mereka mengira bu Marto penganut pesugihan kandang bubrah.

Hal tersebut dikarenakan kisah yang dialami bu Marto mirip pesugihan kandang bubrah. Kandang bubrah merupakan pesugihan yang mewajibkan si pemilik rumah merenovasi rumahnya sebagai syarat ritual.

Warga yang memiliki pesugihan tersebut kerap merenovasi rumahnya. Sementara bu Marto sendiri mengira ada yang tidak senang dengan dirinya dengan mengirim teror misterius. Mereka pun saling menaruh curiga satu sama lain.

Geram dengan ucapan warga serta tidak ingin berburuk sangka, bu Marto mendatangi orang pintar. Bu Marto diminta menggelar ritual pada malam Jumat Kliwon.

Tiba di hari yang dijanjikan bu Marto dan keluarganya menggelar ritual dengan menebarkan kembang 7 rupa di sekeliling rumah. Mereka tidak diperbolehkan tertidur hingga fajar menjelang.

Mereka berjaga sampai dini hari sembari membaca doa memohon pertolongan pada Tuhan. Udara dingin tiba-tiba berhembus membuat bulu kuduk bergidik.

Suasana seketika hening tidak ada bunyi jangkrik ataupun tokek di pekarangan rumah. Mereka saling berpandangan dan merasakan firasat yang tak mengenakan.

Tidak lama terdengar suara ringkihan kuda. Tentu saja suara ringkihan kuda bukanlah hal yang wajar. Angin yang begitu kencangnya kembali menerpa dapur bu Marto hanya dalam hitungan detik.

Dapur yang sedang dalam proses perbaikan kembali porak-poranda. Mereka semua masih belum percaya apa yang mereka lihat. Dapur rumah mereka ternyata berada di jalur perlintasan kereta kencana para lelembut. Desa Sumberwangun merupakan desa perlintasan yang menghubungkan kerajaan lelembut penguasa Gunung Merapi dengan Pantai Selatan.

 

Sehingga desa tersebut kerap dilewati para lelembut. Kebetulan letak dapur bu Marto merupakan jalan bagi lelelmbut sehingga kerap tertabrak kereta kencana, pantas saja berulangkali ambruk.

Sejak peristiwa malam itu akhirnya dapur bu Marto dipindah menghadap ke arah timur agar tidak terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka kini dapat hidup dengan tenang.

Tidak ada lagi warga yang menggunjing mereka. Mereka pun tidak lagi berburuk sangka. (Seperti dikisahkan Iis Suwartini di Koran Merapi) *