Supaya Selamat Jokowi Diminta Belajar dari Soeharto Tentukan Menkeu: Kata Ekonom: Baiknya Menkeu Segera Diganti

Presiden Joko Widodo/Net

JAKARTA (SURYA24.COM)- Cara menentukan menteri oleh Presiden Joko Widodo dikritik, menyusul ada skandal tata kelola keuangan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Pengamat kebijakan publik yang juga sebagai Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie menilai, eksistensi dan citra Jokowi terancam buruk akibat temuan transaksi gelap di Kemenkeu sebesar Rp 300 triliun.

   Jerry menyarankan agar Jokowi belajar dari pemimpin Indonesia terdahulu, yaitu Presiden kedua RI, Soeharto dalam memilih bendahara negara. Tujuannya, agar bisa selamat dari dampak buruk atas apa yang terjadi di Kemenkeu tersebut.

   “Coba belajar gaya dan pola mendiang Presiden Soeharto mengangkat, ada mantan Menteri Keuangan seperti Ali Wardhana, JB Sumarlin sampai Marie Muhammad,” ujar Jerry kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (16/3).

    Menurut pakar komunikasi politik lulusan America Global University ini, tiga sosok Menkeu di era Soeharto itu mempunyai latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sesuai dengan jabatan yang diberikan.

   “Mereka memang spesialis moneter dan juga ahli masalah keuangan. Tapi Jokowi agak beda dalam mengangkat menteri dan bahkan wamen,” tuturnya.

   Ia melihat, Jokowi dalam menentukan menteri dan/atau wakil menteri hanya pada persoalan suka dan/atau tidak suka berdasarkan ukurannya.

  “Memang di periode kedua ini, saat mengangkat menteri atau wamen, Jokowi tak melihat keahlian, pengalaman dan kemampuan seseorang,” tuturnya.

     “Terkesan dia main tunjuk begitu saja tanpa ada fit and proper test,” demikian Jerry menambahkan.

Segera Diganti

    Isu Menteri Keuangan Sri Mulyani bakal diganti oleh Wamen BUMN Kartika Wiroatmojo alias Tiko semakin santer diperbincangkan publik.

     Menanggapi hal tersebut, Ekonom sekaligus Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menilai banyaknya kasus di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengharuskan adanya pembersihan, termasuk hingga pucuk pimpinan Kemenkeu.

  Pasalnya, telah ditemukan adanya transaksi gelap Rp 300 triliun di Kemenkeu hingga puluhan pejabatnya memiliki harta tak wajar.

  “Fokusnya itu pada pembersihan dulu kasus-kasus yang ada di situ, mungkin pemerintah berpikir segera harus diganti sehingga memudahkan prosesnya,” kata Salamudin Daeng kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/3).

   Salamudin mengatakan pihaknya tidak mengetahui latar belakang Wamen BUMN yang disebut-sebut bakal menggantikan Sri Mulyani sebagai Menkeu tersebut. Hanya saja, ia menilai perlu adanya pergantian pucuk pimpinan Kemenkeu.

  “Saya sebetulnya tidak terlalu berpikir siapa orangnya pergantian ini menurut saya perlu karena kalau mempertahankan orang-orang itu di situ akan mempersulit prosesnya,” tegasnya seperti dilansir rmol.id.

  Sebab, kata Salamudin Daeng, di Kemenkeu itu ada “kelompok elite” yang menguasai sepenuhnya kementerian tersebut. Sehingga, kelompok elite tersebut sulit untuk ditembus oleh siapapun.

  “Sekarang Sri Mulyani telah menjadi bagian dari kelompok elite di kementerian keuangan itu, sehingga menurut saya pergantian ini perlu,” pungkasnya.