Mau Tanya Bolehkah Berkurban dengan Uang Hasil Utang dan Bagaimana Hukumnya? Simak Yuk Uraiannya

JAKARTA (SURYA24.COM)-Seperti diketahui Hari Raya Idul Adha adalah salah satu perayaan penting bagi umat Muslim di seluruh dunia. Perayaan ini jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriyah, yang merupakan bulan terakhir dalam kalender Islam. Idul Adha juga dikenal sebagai "Hari Raya Kurban" yang dirayakan sebagai pengingat akan kisah nabi Ibrahim yang siap mengorbankan putranya, Ismail, atas perintah Allah SWT.

Salah satu aspek penting dalam perayaan Idul Adha adalah kurban hewan. Umat Muslim yang mampu secara finansial dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban, seperti sapi, domba, atau kambing, sebagai bentuk pengorbanan dan penyerahan diri kepada Allah SWT. Daging dari hewan kurban ini kemudian dibagikan kepada keluarga, tetangga, dan orang-orang yang membutuhkan, termasuk mereka yang kurang mampu. Ini adalah momen di mana solidaritas dan kepedulian sosial tercermin dengan jelas.

Idul Adha juga merupakan waktu untuk merefleksikan nilai-nilai seperti kesetiaan, pengorbanan, dan keikhlasan yang ditunjukkan oleh nabi Ibrahim. Kisah tentang nabi Ibrahim yang bersedia mengorbankan putranya yang dikasihi sebagai bukti kesetiaan kepada Allah SWT menjadi inspirasi bagi umat Muslim untuk menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Selain kurban hewan, Idul Adha juga dirayakan dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti shalat Idul Adha di masjid atau lapangan terbuka. Shalat ini dihadiri oleh banyak umat Muslim yang berkumpul untuk beribadah dan mengucapkan selamat Idul Adha kepada sesama. Selain itu, ada juga tradisi saling bermaafan, berkunjung ke rumah saudara dan teman, serta memberikan hadiah kepada anak-anak.

Di Indonesia, Idul Adha adalah momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Muslim. Banyak orang bersiap-siap untuk menyambut hari yang bersejarah ini dengan mempersiapkan hewan kurban, menyiapkan hidangan spesial, dan berkumpul bersama keluarga. Hal ini menciptakan iklim kegembiraan dan kebersamaan yang tak terlupakan.

Selain itu, Idul Adha juga mengingatkan kita akan pentingnya pengendalian diri dan pengorbanan dalam menghadapi ujian hidup. Seperti yang ditunjukkan oleh nabi Ibrahim, kita perlu memiliki kesabaran dan kepercayaan yang kuat kepada Allah SWT. Dalam situasi yang sulit, kita diingatkan untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama dan menghadapi tantangan dengan ketabahan dan keberanian.

Dalam kesimpulannya, Idul Adha adalah perayaan yang kaya akan makna dan nilai-nilai yang mengajarkan umat Muslim tentang kesetiaan, pengorbanan, keikhlasan, dan kepedulian sosial. Perayaan ini menjadi waktu yang tepat untuk memperkuat ikatan dengan Allah SWT dan menguatkan ikatan keluarga serta membantu sesama yang membutuhkan. Meskipun perayaan Idul Adha kali ini mungkin terpengaruh oleh pandemi, kita tetap dapat merayakan dengan tetap menjaga protokol kesehatan dan memperluas makna Idul Adha melalui kebaikan dan solidaritas kita terhadap sesama. Selamat Hari Raya Idul Adha, semoga perayaan ini membawa kebahagiaan, kedamaian, dan keberkahan bagi semua umat Muslim.

 

Idul Adha: Perayaan Agung dan Makna Kebaikan

 

Hari Raya Idul Adha adalah salah satu perayaan penting bagi umat Muslim di seluruh dunia. Perayaan ini jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriyah, yang merupakan bulan terakhir dalam kalender Islam. Idul Adha juga dikenal sebagai "Hari Raya Kurban" yang dirayakan sebagai pengingat akan kisah nabi Ibrahim yang siap mengorbankan putranya, Ismail, atas perintah Allah SWT.

Salah satu aspek penting dalam perayaan Idul Adha adalah kurban hewan. Umat Muslim yang mampu secara finansial dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban, seperti sapi, domba, atau kambing, sebagai bentuk pengorbanan dan penyerahan diri kepada Allah SWT. Daging dari hewan kurban ini kemudian dibagikan kepada keluarga, tetangga, dan orang-orang yang membutuhkan, termasuk mereka yang kurang mampu. Ini adalah momen di mana solidaritas dan kepedulian sosial tercermin dengan jelas.

 

Idul Adha juga merupakan waktu untuk merefleksikan nilai-nilai seperti kesetiaan, pengorbanan, dan keikhlasan yang ditunjukkan oleh nabi Ibrahim. Kisah tentang nabi Ibrahim yang bersedia mengorbankan putranya yang dikasihi sebagai bukti kesetiaan kepada Allah SWT menjadi inspirasi bagi umat Muslim untuk menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Selain kurban hewan, Idul Adha juga dirayakan dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti shalat Idul Adha di masjid atau lapangan terbuka. Shalat ini dihadiri oleh banyak umat Muslim yang berkumpul untuk beribadah dan mengucapkan selamat Idul Adha kepada sesama. Selain itu, ada juga tradisi saling bermaafan, berkunjung ke rumah saudara dan teman, serta memberikan hadiah kepada anak-anak.

Di Indonesia, Idul Adha adalah momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Muslim. Banyak orang bersiap-siap untuk menyambut hari yang bersejarah ini dengan mempersiapkan hewan kurban, menyiapkan hidangan spesial, dan berkumpul bersama keluarga. Hal ini menciptakan iklim kegembiraan dan kebersamaan yang tak terlupakan.

Selain itu, Idul Adha juga mengingatkan kita akan pentingnya pengendalian diri dan pengorbanan dalam menghadapi ujian hidup. Seperti yang ditunjukkan oleh nabi Ibrahim, kita perlu memiliki kesabaran dan kepercayaan yang kuat kepada Allah SWT. Dalam situasi yang sulit, kita diingatkan untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama dan menghadapi tantangan dengan ketabahan dan keberanian.

Dalam kesimpulannya, Idul Adha adalah perayaan yang kaya akan makna dan nilai-nilai yang mengajarkan umat Muslim tentang kesetiaan, pengorbanan, keikhlasan, dan kepedulian sosial. Perayaan ini menjadi waktu yang tepat untuk memperkuat ikatan dengan Allah SWT dan menguatkan ikatan keluarga serta membantu sesama yang membutuhkan. 

 

Hasil Berhutang

Hukum berkurban dengan menggunakan uang hasil utang atau pinjaman perlu diketahui oleh umat Islam sebelum datangnya Idul Adha 2023.  Hari raya Idul Adha dinamai juga “Idul Nahr” yang artinya hari raya penyembelihan. Hal ini untuk memperingati ujian paling berat yang diberikan kepada Nabi Ibrahim. 

Saat Idul Adha, umat Islam akan memperingati dengan melakukan shalat Idul Adha dan menyembelih hewan kurban, seperti sapi, kambing, domba, atau unta.  Umat Islam yang mampu dianjurkan untuk berkurban. Kemudian daging kurban itu akan dibagikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang berhak menerimanya. Namun, bagaimana bila seseorang ingin berkurban akan tetapi uang yang didapatkannya bersal dari berutang atau pinjaman?

Dekan Fakultas Adab dan Bahasa UIN Raden Mas Said Surakarta Toto Suharto mengatakan, hukum seseorang yang berkurban dengan memakai uang hasil utang atau pinjaman diperbolehkan dan sah. 

Akan tetapi dengan catatan, mereka yang berutang harus memiliki penghasilan dan memungkinkan untuk membayar utang tersebut. 

"Boleh berkurban dengan uang pinjaman, asal dipastikan yang berkurban mampu membayar utangnya," kata Toto kepada Kompas.com, Senin (12/6/2023). 

Toto mengatakan, berkurban pada asalnya memang bagi yang memiliki kelapangan harta dan untuk mereka yang mampu secara finansial serta kelapangan saat berkurban. 

Menabung dan berutang 

Akan tetapi, kelapangan juga bisa kelapangan dengan cara mengumpulkan dengan menabung, terutama bagi yang memiliki pendapatan yang jelas. Sehingga, ketika seseorang berutang untuk berkurban, pastikan bahwa mereka dapat membayarnya dan tidak membebani hidupnya. Seseorang harus memiliki kelapangan berupa pendapatan bulanan yang jelas untuk bisa membayar utang tersebut.

 "Lain halnya kalau ia punya banyak utang, sehingga berkurban menjadi bertambah beban utangnya," ungkapnya. 

"Untuk yang seperti ini, sebaiknya ia menunda berkurban nya, menunggu ia memiliki kelapangan di tahun berikutnya," jelasnya.

Menurut Pemerintah dan Muhammadiyah 

  Hukum berkurban Bagaimana hukum berkurban dengan menggunakan uang hasil utang atau pinjaman menurut pendapat ulama? Dilansir dari laman Muhammadiyah, dalam hal hukum kurban, para ulama menjelaskan menjadi dua pendapat: 

  1. Hukum berkurban bagi yang mampu Para ulama yang menyatakan berkurban wajib bagi orang yang mampu yaitu Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Syaikhul-Islam Ibn Taimiyah dan Syaikh Ibn ‘Utsaimin rahimahumullah. Ibn Taimiyah mengatakan: 

“Bahwa orang yang mampu berkurban tapi tidak melaksanakannya maka ia berdosa.” Sementara itu, Syaikh ‘Utsaimin mengatakan: 

“Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib akan tetapi hal itu hanya wajib bagi yang mampu.” (Syaikh ‘Utsaimin, Syarhul–Mumti’, Juz VII hlm. 422). Sementara itu, terdapat dalil dari hadis Nabi Muhammad SAW sebagai berikut: Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

Sesungguhnya Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang memiliki kelapangan, tetapi ia tidak berkurban, maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat shalat kami.” [HR. Ahmad].

  1. Hukum berkurban adalah Sunnah Mu’akkadah (ditekankan) Sementara itu, para ulama yang menyatakan bahwa berkurban adalah Sunnah Mu’akkadah (ditekankan) berdasarkan pada jumhur ulama (mayoritas ulama), yaitu Malik, Ahmad, Ibn Hazm dan lain-lain. Ibn Hazm berkata: “Tidak ada riwayat yang sahih dari seorang sahabat pun yang menyatakan bahwa kurban itu wajib” [asy-Syaukani, Nailul-Authar, Juz VI hlm. 117]. 

Dalam sebuah riwayat dikatakan: “Diriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar bahwasanya mereka berdua tidak berkurban karena merasa khawatir kalau masyarakat memandang bahwa kurban itu wajib” [as-Sayid Sabiq, Fiqhus-Sunnah, Juz III hlm. 189]. Dua pendapat di atas menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kelapangan (mampu berkurban) sangat dianjurkan untuk melaksanakan kurban. 

Sebaliknya, orang yang tidak mempunyai kelapangan (tidak mampu berkurban), maka tidak ada anjuran baginya untuk melaksanakan kurban. Kelapangan di sini yang dimaksud adalah kelebihan harta seperti tolak ukur seseorang mampu untuk bersedekah setelah terpenuhinya kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, dan papan. 

Namun, apabila seseorang masih membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka mereka terbebas dari menjalankan sunah kurban. Nah, itulah hukum berkurban dengan menggunakan uang hasil utang atau pinjaman.***