Mayoritas Rakyat Tak Setuju Pindah Ibukota Kata Pengamat Bukti Cuma Ambisi Elite , Pertanyaan Kelanjutan IKN ke Anies Indikasi Rezim Jokowi Tidak Percaya Diri

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo saat berkemah di Ibukota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur/Net

JAKARTA (SURYA24.COM)- Hasil survei Indostrategic yang memperlihatkan ketidaksetujuan publik terkait pemindahan Ibukota Negara ke Kalimantan Timur bukti megaproyek IKN hanya kehendak elite, bukan kemauan rakyat.

“Elite berupaya memaksakan kehendaknya agar IKN pindah Agustus 2024. Elite yang dimaksud tentunya termasuk Presiden Joko Widodo. Presidenlah yang menetapkan lokasi IKN di Kalimantan Timur,” kata pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga dalam keterangannya, Sabtu (15/7).

Jamiluddin menambahkan, rakyat tidak dilibatkan dalam menetapkan lokasi IKN. Baik pemerintah maupun DPR sebagai perwakilan rakyat juga tidak meminta persetujuan dari rakyat saat pembahasan megaproyek senilai ratusan triliun rupiah itu.

“Mereka seolah-olah sudah memahami kehendak rakyat, sehingga merasa tak perlu lagi menanyakannya kepada rakyat,” katanya.

Padahal, kata Jamiluddin, Indonesia menganut sistem demokrasi. Sistem ini seharusnya melibatkan rakyat dalam setiap memutuskan hal-hal strategis, termasuk pemindahan IKN.

“Itu tentu menjadi preseden buruk bagi perkembangan demokrasi Indonesia. Kedaulatan rakyat terkesan diabaikan. Rakyat hanya jadi penonton di tengah hingar bingar pembangunan IKN,” pungkasnya.

Temuan survei Indostrategic bertajuk "Keberlanjutan Vs Perubahan: Dinamika Peta Politik Menuju Pemilu 2024", hanya 40,1 persen responden setuju dengan pemindahan ibu kota negara. Rinciannya, yang menyatakan sangat setuju 8,1 persen dan cukup setuju 32 persen.

Sementara, 57,3 persen responden mengaku tidak setuju, dengan rincian kurang setuju 30,1 persen dan sangat tidak setuju 27,2 persen. Serta masih ada responden tidak jawab 2,6 persen. 

Tidak Percaya Diri

Pertanyaan soal kelanjutan proyek ibu kota negara (IKN) kepada Anies Baswedan sebagai Capres Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) mengindikasikan ada rasa tidak percaya diri dari beberapa kalangan yang terafiliasi kubu Presiden Jokowi. Bahkan kesan yang muncul adalah menandakan ada keraguan akan proyek IKN itu.

Demikian disampaikan Direktur Gerakan Perubahan Muslim Arbi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (17/7).

Muslim berpendapat, bisa jadi proyek IKN tidak bermanfaat dan bermasalah sehingga banyak pihak yang menjadi bagian dari kekuasaan khawatir kelanjutannya. Kalau memang proyek IKN bermanfaat seharusnya tidak perlu ada kekhawatiran.

"Justru dipertanyakan terus itu menimbulkan keraguan publik terhadap kelanjutan proyek IKN itu," demikian kata Muslim.

Dalam pandangan Muslim, bisa jadi proyek IKN tanpa disertai kajian dan studi yang matang dan mendalam. Di sisi lain, proyek IKN sudah terlanjur dikampanyekan termasuk menarik para investor. Tapi tampaknya tidak menarik minat investor.

"Sehingga bisa jadi tidak jelas nasibnya alias mangkrak. Maka itu terus dijadikan pertanyaan terus menerus," pungkasnya.

Timbulkan Masalah di Kemudian Hari

Kekhawatiran bahwa pemindahan dan pembangunan Ibukota Negara (IKN) akan menimbulkan masalah di kemudian hari tak hanya dirasakan bakal calon presiden (Bacapres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan. Publik pun merasakan kekhawatiran dan punya pertanyaan yang sama soal IKN.

Hal itu disampaikan Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam, menanggapi pernyataan Anies saat menjadi pembicara di Rakernas XVI Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) di Makassar, Kamis (13/7), yang merasa heran kerap ditanya soal IKN.

"Apa yang disampaikan Anies betul ya, jadi soal IKN yang sering ditanyakan menjadi tanda tanya besar, ada apa sebenarnya di balik IKN ini, sehingga sering menjadi pertanyaan," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (17/7).

Publik, kata akademisi. Universitas Sahid Jakarta ini, menjadi bingung ketika IKN sering menjadi persoalan. Bahkan muncul anggapan adanya nafsu dan kepentingan besar di balik pembangunan IKN.

"Tidak mungkin jika tidak ada masalah maka kemudian sering dipertanyakan, bahkan dipertentangkan oleh publik. Ini adalah tanda tanya besar bagi semua. Jangan-jangan pembangunan IKN justru akan menambah masalah saat ini, bahkan di kemudian hari," pungkas Saiful. 

Tak Mendesak

Begitu temuan survei Indostrategic bertajuk "Keberlanjutan Vs Perubahan: Dinamika Peta Politik Menuju Pemilu 2024" yang dirilis Jumat (14/7).

Temuan survei itu, hanya 40,1 persen responden setuju dengan pindah ibu kota negara. Rinciannya, sangat setuju (8,1 persen) dan cukup setuju (32 persen).

Sementara, 57,3 persen responden mengaku tidak setuju, dengan rincian kurang setuju 30,1 persen dan sangat tidak setuju 27,2 persen. Serta masih ada responden tidak jawab 2,6 persen.

Dalam survei itu juga disebutkan beberapa alasan yang menjadikan publik tidak setuju pindah ibu kota negara. Yakni, biaya pembangunan lebih baik digunakan untuk hal yang lebih mendesak (46,2 persen).

Berikutnya, terlalu tergesa-gesa (20,8 persen), belum mendesak dalam waktu dekat (16,5 persen), Jakarta masih pantas menjadi ibu kota negara (8,2 persen), dan responden tidak jawab (8,3 persen).

Indostrategic menjalankan survei nasional dengan metode multistage random sampling yang melibatkan sampel 1.400 responden.

Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka, dengan periode pengerjaan survei lapangan pada tanggal 9-20 Juni 2023. ***

Sumber: rmol.id