Pertamina Bakal Hapus Pertalite Ini Penggantinya

dok net

JAKARTA (SURYA24.COM) - Pertumbuhan teknologi dan kesadaran akan isu lingkungan semakin mendorong industri minyak dan gas untuk mencari solusi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dan efisien energi. Salah satu produk yang muncul sebagai respons terhadap kebutuhan ini adalah Pertalite, sebuah jenis bahan bakar yang semakin populer di beberapa negara. Dalam artikel ini, kita akan menjelaskan apa itu Pertalite, keunggulannya, dan dampaknya terhadap lingkungan dan ekonomi.

Pertalite: Pengenalan dan Komposisi

Pertalite adalah jenis bahan bakar yang biasanya diperuntukkan untuk kendaraan bermotor. Bahan bakar ini dikembangkan sebagai alternatif yang lebih unggul dibandingkan produk-produk bahan bakar konvensional seperti Premium atau Pertamax. Pertalite memiliki komposisi yang lebih unggul dalam hal kualitas dan performa, serta lebih ramah lingkungan.

Keunggulan Pertalite:

Oktaan Tinggi: Salah satu keunggulan utama Pertalite adalah tingkat oktaannya yang lebih tinggi. Tingkat oktana mengukur ketahanan bahan bakar terhadap detonasinya saat terbakar dalam mesin. Semakin tinggi angka oktana, semakin tahan bahan bakar terhadap knocking atau ketukan mesin. Dengan tingkat oktana yang lebih tinggi, Pertalite dapat memberikan performa mesin yang lebih baik dan mengurangi risiko kerusakan mesin akibat knocking.

Ramah Lingkungan: Pertalite memiliki kandungan belerang yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar konvensional. Hal ini berarti emisi gas beracun seperti sulfur dioksida yang dihasilkan saat pembakaran Pertalite lebih sedikit, berkontribusi pada penurunan polusi udara dan dampak buruknya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

Efisiensi Energi: Kandungan energi yang lebih tinggi dalam Pertalite berarti kendaraan dapat menempuh jarak yang lebih jauh dengan jumlah bahan bakar yang sama. Ini dapat menghasilkan penghematan bahan bakar dan biaya operasional bagi para pemilik kendaraan.

Dihapus 

PT Pertamina (Persero) bakal menghapus Bahan Bakar Minyak (BBM) oktan RON 90 atau Pertalite mulai tahun depan. Pertalite merupakan BBM yang saat ini mendapatkan subsidi dari pemerintah. 

"Kami lanjutkan sesuai dengan rencana Program Langit Biru tahap dua, di mana BBM subsidi kita naikan dari RON 90 ke RON 92. Karena aturan KLHK itu menyatakan oktan number yang boleh dijual di Indonesia itu minimal 91,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII dikutip dari Youtube DPR RI, Rabu (30/8)

Nicke juga menyebut tahun depan Pertamina berencana mengeluarkan produk Pertamax Green 92. Produk tersebut merupakan Pertalite yang dicampur etanol.

"Oleh karena itu 2024 mohon dukungannya, kami akan mengeluarkan lagi yang kami sebut Pertamax Green 92. Sebetulnya ini Pertalite kita campur dengan etanol, naik oktannya dari 90 ke 92," ujarnya.

Nantinya Pertamina akan fokus menjual Pertamax 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo.

"Pertamax Green 92 dengan mencampur (RON) 90 dengan 7 persen etanol kami sebut e7, kedua Pertamax Green 95 mencampur Pertamax dengan 8 persen etanol, ketiga Pertamax Turbo," kata dia lagi.

Seperti diketahui PT Pertamina (Persero) buka opsi untuk menghilangkan BBM jenis Pertalite pada tahun depan. Pertamina pun telah menyiapkan BBM pengganti setelah Pertalite tak lagi dijual.

Salah satunya dengan meluncurkan BBM jenis Pertamax Green 92 pada tahun depan. Pertamax Green 92 ini merupakan campuran BBM Pertalite yang campur dengan senyawa etanol dengan kadar oktan 92.

Pertamax Green 92 ini digadang-gadang jadi pengganti Pertalite di masa depan. Sebelumnya, Pertamina telah mengeluarkan campuran BBM dengan etanol Pertamax Green 95.

Menurut Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, penggantian BBM Pertalite demi menjalankan program langit biru pemerintah.

"Ini kita lanjutkan sesuai dengan rencana Program Langit Biru tahap dua di mana BBM subsidi kita naikkan dari RON 90 ke RON 92," ujarnya.

"Ini sudah sangat pas, satu aspek lingkungan menurunkan karbon emisi, kedua mandatori bioetanol ini bioenergi bisa kita penuhi, ketiga kita menurunkan impor gasoline," pungkas dia.

4 Skema Pembatasan BBM Bersubsidi 

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memberikan empat rekomendasi skema pembatasan BBM bersubsidi.

Peneliti Indef Imaduddin Abdullah mengatakan skema pembatasan BBM versi Indef untuk meminimalkan risiko penyalahgunaan subsidi BBM, khususnya Pertalite.

“Total penyalahgunaan seluruh jenis BBM setara Rp 11,65 miliar. Penting bagi kita memikirkan bagaimana bisa memperbaiki kebijakan BBM,” ujar Imaduddin dalam diskusi virtual Indef, dikutip tempo co.id hari ini, Selasa, 28 Maret 2023.

 

Empat rekomendasi pembatasan BBM bersubsidi tersebut dibagi berdasarkan skema daftar negatif atau negative list kendaraan pengguna Pertalite dan Solar.

Kelompok kendaraan yang masuk dalam daftar negatif itu dilarang menggunakan atau membeli BBM bersubsidi.

Berikut ini skema pembatasan BBM bersubsidi versi Indef:

1. Seluruh mobil pelat hitam, mobil dinas, dan motor di atas 150 cc

Dengan skema daftar negatif tersebut Indef memproyeksikan penghematan fiskal mencapai Rp 5,78 triliun jika diimplementasikan setelah Lebaran 2023.

Penghematan bakal menjadi Rp2,89 triliun jika diterapkan mulai September 2023.

2. Seluruh mobil pelat hitam dan mobil dinas

Penghematan fiskal skema kedua ini Rp 5,43 triliun bila diterapkan setelah Lebaran 2023, dan sebesar Rp 2,71 triliun bila diimplementasikan per September.

Menurut Imaduddin, skema tersebut tidak mengeluarkan biaya pengawasan kebijakan seragam untuk semua jenis mobil dan sepeda motor.

3. Sistem kuota untuk mobil pelat hitam, mobil dinas dan motor di atas 150 cc.

Skema ketiga dinilai memiliki kelemahan. Menurut Imaduddin, skema tersebut bisa mencegah konsumsi secara berlebihan, tapi rawan penyelewengan kuota.

4. Mobil pelat hitam dan dinas di atas 1.400 cc serta motor di atas 150 cc

Amaduddin mengatajan opsi empat memiliki aspek keadilan karena hanya mobil dengan cc besar yang masuk negative list.

"Akan tetapi, potensi penghematan lebih kecil dan biaya pengawasan berpotensi tinggi,” ucapnya Peneliti Indef tersebut.***