Perjalanan Berat Gajah Sumatera Harus Berjalan Berpuluh Kilometer demi Menemui Sang Pujaan Hati

F Donny Fernando/National Geographic Indonesia

JAKARTA (SURYA24.COM)- Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, adalah rumah bagi banyak spesies hewan yang menakjubkan. Salah satu hewan yang menjadi simbol keberagaman hayati di negara ini adalah Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus). Gajah ini merupakan salah satu jenis gajah yang paling langka di dunia dan hanya ditemukan di pulau Sumatera.

Gajah Sumatera dikenal dengan berbagai nama lokal seperti "gajah belalai" atau "gajah rimba," dan mereka adalah makhluk yang penuh misteri dan keindahan. Namun, saat ini, keberadaan mereka semakin terancam oleh berbagai faktor, termasuk perburuan ilegal dan hilangnya habitat alaminya.

Ciri khas terbesar Gajah Sumatera adalah ukurannya yang relatif kecil dibandingkan dengan saudaranya di Asia dan Afrika. Mereka memiliki kulit abu-abu kebiruan dengan punggung yang terlihat lebih melengkung. Gajah-gajah ini juga dikenal dengan telinga yang lebih kecil dan bertanda khas seperti dua puluh besar. Salah satu karakteristik paling menonjol adalah belalai yang sangat gesit dan berakhir dengan dua ujung jari yang memungkinkan mereka untuk menggenggam benda dengan sangat cermat. Belalai ini sangat penting bagi gajah untuk mencari makanan, minum, dan berkomunikasi dengan sesama.

Gajah Sumatera adalah bagian integral dari ekosistem hutan hujan Sumatera. Mereka memainkan peran penting dalam menyebarkan biji-biji tanaman yang mereka makan, membantu menjaga keseimbangan ekosistem dengan cara yang unik. Namun, sayangnya, mereka menghadapi banyak tantangan yang mengancam kelangsungan hidup mereka.

Salah satu ancaman utama bagi Gajah Sumatera adalah perburuan ilegal. Gading gajah adalah barang berharga di pasar gelap, dan banyak gajah diburu untuk mendapatkan gadingnya. Selain itu, habitat alam mereka terus menyusut akibat deforestasi dan perambahan lahan untuk kepentingan pertanian, perkebunan, dan industri.

 

Upaya konservasi telah dilakukan untuk melindungi Gajah Sumatera, termasuk pembentukan taman-taman nasional dan upaya penegakan hukum yang lebih ketat terhadap perburuan gading. Organisasi-organisasi konservasi dan masyarakat lokal berusaha untuk melestarikan spesies ini dan menciptakan kesadaran akan pentingnya melindungi Gajah Sumatera.

Namun, pelestarian Gajah Sumatera bukanlah tugas yang mudah. Dibutuhkan kerja sama dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun organisasi konservasi, untuk melindungi hewan megah ini dan habitatnya. Program-program pendidikan juga sangat penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati di Indonesia.

Gajah Sumatera adalah harta karun alam Indonesia yang harus dijaga dengan cermat. Keberadaan mereka bukan hanya penting untuk alam, tetapi juga untuk budaya dan identitas negara. Dengan upaya bersama, kita dapat memastikan bahwa Gajah Sumatera akan terus menjadi bagian dari kekayaan alam Indonesia untuk generasi mendatang.

Kisah Si Codet

Mengutip nationalgeographic.co.id  mungkinkah, gajah sumatra kelak tinggal cerita? Dari tahun ke tahun, populasi sang gergasi rimba terus menurun dan mengkhawatirkan. Berdasarkan data dalam “Rencana Tindakan Mendesak Penyelamatan Populasi Gajah Sumatera 2020-2023”, populasi gajah sumatra pada 2017 diperkirakan 1.694-2.038 individu. 

Lembaga konservasi internasional, IUCN (International Union for Conservation of Nature), telah memasukkan mereka dalam status Critically Endangered (CR), yang artinya berisiko punah dalam waktu dekat. Salah satu penyebab terancamnya hidup sang gajah adalah menyusutnya hutan yang menjadi habitat mereka. 

Di Riau misalnya, sebagian hutan telah berubah menjadi perkebunan, tambang, atau permukiman. Di tengah ancaman itu, gajah-gajah mencoba bertahan untuk meneruskan spesiesnya. Terdapat sebuah kisah pilu di Riau, tentang seekor gajah jantan yang berjalan puluhan kilometer untuk kawin. 

Namanya adalah codet, gajah jantan dewasa tanpa gading yang sering beraktivitas di Balai Raja. Ia diberi nama codet karena saat ditemukan pertama kali dalam kondisi penuh luka. Mulai dari leher hingga tubuh bagian belakang.

Codet adalah gajah soliter, yang hidupnya menyendiri. Saat itu, tim Rimba Satwa Foundation (RSF) sedang mengikuti pergerakan codet melalui GPS Collar dan pengamatan langsung di lapangan. 

Kala itu, belum ada yang mengetahui jika codet sedang memasuki masa kawin. Namun, setelah melihat ciri khusus seperti munculnya minyak di dekat mata dan sifatnya yang agresif, mereka mulai curiga. Tim RSF kemudian melanjutkan untuk melakukan pengamatan.

Sebab, gajah betina lebih banyak berkumpul di kawasan Giam Siak Kecil. Antara Balai Raja dan Giam Siak Kecil, kini telah mengalami perubahan lanskap, sehingga menyulitkan gajah-gajah untuk saling bertemu. Perubahan itu seperti akses jalan lintas Sumatra, jalan tol, jalan lingkar barat Duri, permukiman, hingga perkebunan. 

Selama tiga hari, RSF mengikuti pergerakan codet. Hal yang menyesakkan adalah ia kerap mengalami pengusiran ketika hendak melewati perkebunan. Sehingga, ia harus berbalik atau melewati jalan lain. “Ada masyakarat yang mengusir, dia berlari,” terang Zhulhusni Syukri, pendiri RSF.

Hari berikutnya, codet juga harus berhadapan dengan jalan tol. Namun, ia berhasil menyebrang melalui bawah jembatan. Sesampainya di Desa Balai Pungut, codet perlu menunggu hingga malam hari supaya dapat menyebrang jalan lintas Sumatra. Kemudian, ia masuk lagi ke sebuah desa dan lagi-lagi, menghadapi pengusiran.

Namun, karena codet merupakan gajah tunggal, masyarakat setempat tidak merasa terlalu terusik, karena kerugian dari satu ekor gajah dianggap tidak terlalu banyak. Setelah itu, ia masih harus melewati kebun perusahaan, kebun sawit, dan kebun eukaliptus. Hingga akhirnya, dia bergabung dengan kelompok betina. “Waktu itu ada sekitar 40 kilometer dia berjalan,” terang Husni.

Codet kemudian tinggal selama dua minggu dalam kelompok betina untuk kawin. Gajah termasuk hewan poligini. Artinya, satu individu jantan bisa melakukan aktivitas kawin dengan lebih dari satu betina.

Kini, dengan semakin sempitnya hutan, hidup gajah sumatra kian terpinggirkan. Bahkan, untuk berkembang biak, mereka perlu melewati rintangan atau lari dari kejaran manusia.

Ke manakah gajah sumatra harus bertahan? Sudah saatnya, manusia memberi peluang bagi gajah untuk hidup lebih baik. Mari, lestarikan gajah sumatra!***

Sebagian artikel dibantu AI