Tindak Pidana Korupsi dalam Lelang Saham PT. GBU, Merugikan Negara Triliunan Rupiah
A. Saefudin, Koordinator Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), mengungkapkan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pelaksanaan lelang Barang Rampasan Benda Sita Korupsi, khususnya satu paket saham PT. GBU. Lelang yang dilakukan oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung Republik Indonesia disinyalir telah merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Dalam sebuah dialog publik yang diadakan pada Rabu, 15 Mei 2024, di Jakarta, Saefudin menjelaskan bahwa PT. IUM, sebuah perusahaan non-tambang yang baru didirikan 10 hari sebelum penjelasan lelang pada 9 Desember 2022, diduga dimaksudkan untuk menjadi peserta tunggal dalam lelang ini. Mereka memenangkan lelang dengan harga penawaran sebesar Rp. 1,945 triliun, sesuai dengan harga limit lelang yang ditetapkan.
Dialog publik tersebut turut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting seperti Faisal Basri dari IDEF, Boyamin Saiman dari MAKI, Sugeng Teguh Santoso, SH dari IPW, Melky Nahar dari JATAM, dan Delipa Yumara, SH, seorang praktisi hukum.
- Irjen Pol Agung Setya Imam Efendi Terima Penghargaan Bintang Bhayangkara Pratama dari Presiden
- Pertamina RU II Pertahankan PROPER Emas dan Hijau
- Stanley: Dewan Pers Hanya Tangani Laporan Bagi Media Yang Sudah Terdaftar
- Lantik Pengurus JMSI Pusat Bamsoet Ingatkan Bahaya Informasi Hoax Pandemi Covid-19
- Ketua PWI Pusat Atal S. Depari Berikan Pencerahan Wartawan di Riau
Menurut Saefudin, lelang tersebut diduga telah menimbulkan kerugian negara senilai Rp. 9 triliun. "Dampaknya terasa pada pemulihan aset dari skandal korupsi Jiwasraya, khususnya terkait pembayaran uang pengganti kepada Terpidana Heru Hidayat sebesar Rp. 10,728 triliun," tegasnya.
Lebih lanjut, Saefudin menjelaskan bahwa dugaan tindak pidana korupsi dalam lelang ini melibatkan penurunan nilai limit lelang. "Nilai pasar wajar dari satu paket saham PT. GBU yang seharusnya mencapai Rp. 12 triliun, direndahkan menjadi Rp. 1,945 triliun. Hal ini diduga telah menguntungkan AH, mantan narapidana kasus korupsi suap, yang juga merupakan pemilik PT. MHU dan MMS Group," paparnya.
Dia juga mengungkap bahwa AH, BSS, dan YS adalah Beneficial Owner sebenarnya dari PT. IUM, sementara uang yang digunakan PT. IUM untuk membayar lelang berasal dari pinjaman senilai Rp. 2,4 triliun dari PT. Bank BNI (Persero) Tbk Cabang Menteng.
"Kejadian ini merusak citra hukum di Indonesia. Oleh karena itu, KSST mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera bertindak dan menindaklanjuti kasus ini serta menemukan tersangka sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. KPK juga harus memeriksa orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus ini," tambah Saefudin.
KSST juga meminta Presiden Joko Widodo dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk memberikan perhatian khusus terhadap dugaan kejahatan ini. "Kami meminta mereka mendorong proses hukum yang sesuai dengan ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Selain itu, kami juga meminta Jaksa Agung Republik Indonesia untuk mendukung sepenuhnya proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK," tutup Saefudin.