Terkait Teddy Minahasa Ditangkap, Muncul Dugaan "Perang" Antarfaksi di Internal Polri: Anak Buah Ganti Sabu yang Diambil di Polres Bukittinggi dengan Tawas

(Dok: Polda Sumbar/kompas.com)

JAKARTA (Surya24.com) - Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian Bambang Rukminto menduga, penangkapan Irjen Teddy Minahasa terkait kasus peredaran narkoba tak lepas dari isu "pertarungan" antarkelompok di internal Polri.

"Muncul asumsi bahwa kasus TM (Teddy Minahasa) ini hanya efek perang antarfaksi di internal," kata Bambang kepada Kompas.com, Sabtu (15/10/2022).

Menurut dia, bukan tidak mungkin terdapat faksi-faksi di Korps Bhayangkara yang anggotanya bersaing satu sama lain.

Bisa jadi, Teddy dijegal lantaran belakangan kariernya kian moncer setelah ditunjuk sebagai Kapolda Jawa Timur. Namun, kemungkinan itu tak serta-merta membuat Teddy tidak bersalah. Jenderal bintang dua Polri itu tetap melanggar aturan jika terbukti terlibat peredaran narkoba.

"Persoalan persaingan antarfaksi itu jelas ada, tetapi kalau TM tidak melakukan pelanggaran, tentu tak mudah untuk dijegal bukan?" ujar Bambang.

"Makanya agar tak dijegal, ya sebaiknya para calon pimpinan Polri jangan melakukan pelanggaran," lanjut dia.

Bambang menilai, penangkapan Teddy yang hanya berselang empat hari setelah penunjukannya sebagai Kapolda Jatim memperlihatkan bahwa ada yang salah dalam penentuan jabatan di sumber daya manusia (SDM) Polri.

Memang, menurutnya, pola pembinaan karier SDM di Polri masih kacau. Proses ini masih jauh dari sistem meritokrasi, tetapi lebih mengutamakan kedekatan dengan para petinggi, kolusi, atau nepotisme.

Oleh karenanya, uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test petinggi polisi di Mabes Polri layak diragukan dan wajib dievaluasi. "Fakta-fakta terkait kualitas dan integritas para pati (perwira tinggi) seperti FS (Ferdy Sambo) TM, dan banyak pamen-pamen (perwira menengah) yang bermasalah menunjukkan bahwa bagian SDM Polri hanya sekadar alat bagi-bagi jabatan yang tidak selektif, transparan, dan akuntabel," ucap Bambang.

Bambang menambahkan, penetapan tersangka Teddy Minahasa tak cukup untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Polri. Polri masih punya PR besar untuk menuntaskan kasus dugaan pembunuhan berencana yang menyeret nama Ferdy Sambo, dugaan jaringan judi online di kepolisian, hingga tragedi Stadion Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang.

"Terlalu banyak bila PR-PR sebelumnya seperti penuntasan kasus obstruction of justice terkait Sambo, konsorsium judi 303, tragedi Kanjuruhan tidak segera dituntaskan juga," kata dia.

Sebelumnya, polisi mengungkap bahwa Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa terlibat kasus dugaan peredaran narkoba jenis sabu. Teddy ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (15/10/2022) setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya pada Kamis (13/10/2022).

"Sudah ditetapkan Bapak TM jadi tersangka," kata Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa di Mapolres Metro Jakarta Pusat, Jumat (14/10/2022).

Imbas kasus ini, Teddy batal ditunjuk sebagai Kapolda Jawa Timur. Selain itu, dia dicopot dari jabatannya sebagai Kapolda Sumatera Barat dan kini dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri.

Ganti Sabu dengan Tawas

Sementara itu, anggota Polda Sumatera Barat AKBP D, diduga mengambil secara diam-diam sabu seberat 5 kilogram dari barang bukti hasil pengungkapan kasus narkoba di Mapolres Bukittinggi.

Untuk menghilangkan jejak, mantan Kapolres Bukittinggi itu mengganti sabu yang diambilnya dengan tawas. "Itu sabu dari hasil (pengungkapan), barang bukti. Pengungkapan di Polres Bukittinggi, diambil 5 kilogram. Dia ganti dengan tawas," ujar Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa, Jumat (14/10/2022).

Berawal dari Temuan Sabu di Jakarta Berdasarkan pengakuan sementara, AKBP D mengambil sabu-sabu tersebut atas perintah Irjen Teddy Minahasa, Kapolda Sumatera Barat yang kini dalam proses mutasi menjadi Kapolda Jawa Timur. AKBP D diminta mengambil sabu seberat 5 kilogram dari total 41 kilogram sabu-sabu yang hendak dimusnahkan di Mapolres Bukittinggi.

"Kami masih dalami, tapi memang berdasarkan keterangan dari saudara AKBP D itu perintah dari bapak TM," kata Mukti.

Kini, kata Mukti, Teddy sudah ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan dilakukan setelah penyidik memeriksa dia sebagai saksi pada Kamis (13/10/2022).

Penyidik juga sudah melakukan gelar perkara untuk menentukan status Teddy pada Jumat (14/10/2022) pagi. "TM telah diperiksa sebagai saksi tadi (kamis) malam, dan tadi pagi kami telah melakukan gelar perkara dan menetapkan TM sebagai tersangka," ungkap Mukti.

Teddy dijerat dengan Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. "Dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati dan hukuman minimal 20 tahun," pungkasnya dikutip kompas.com.***