Penuh Kejanggalan, Adegan Wanita Hentikan Mobil Presiden Jokowi Lebih Mirip Shooting Film

Seorang wanita menghentikan rangkaian mobil Presiden Joko Widodo ketika di Bali (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM) -Adegan seorang wanita menghentikan kendaraan Presiden Joko Widodo di Bali telah menghebohkan publik. Namun anehnya, wanita tersebut tidak ditangkap seperti kasus seorang wanita yang menerobos Istana Negara beberapa waktu lalu.

Alhasil muncul berbagai spekulasi, termasuk anggapan bahwa insiden tersebut tidak lain hanya sebuah settingan sinetron demi mendongkrak citra semata.

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi menduga, seorang wanita yang menerobos pengamanan dan menghentikan kendaraan Presiden Jokowi di Bali seperti shooting film atau shooting sinetron yang sedang kejar tayang.

"Dan saya kira publik juga akan persepsi seperti itu," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (18/11).

Menurut Muslim, hal itu dilakukan untuk mendongkrak citra setelah Litbang Kompas merilis survei bahwa hanya 15,1 persen warga memilih capres jagoan Jokowi, sedangkan 30 persen lebih menolak capres jagoan Jokowi.

"Dan sepinya dukungan publik soal KTT G20 di Bali. Respon di medsos sebagai media rakyat sepi. Karena rakyat tahu G20 itu tidak bermanfaat bagi rakyat yang sedang susah. Rakyat tak gubris. Nah sekarang ada semacam setting sinetron untuk cari simpati publik?" kata Muslim.

Terlebih, Muslim mengatakan, jika bukan settingan, maka tindakan wanita tersebut membahayakan keselamatan Jokowi. Sehingga, sangat heran jika pihak Pasukan Pengamanan Presiden (Paspamres) tidak langsung bertindak seperti saat mengamankan seorang wanita yang membawa pistol di Istana Negara.

"Malah divideokan dan disebarkan? Publik akan tersenyum geli liat adegan itu," pungkas Muslim.

Kalau Bukan Settingan, Menunjukan Kelemahan Tim Pengamanan

Dibagian lain, penerobosan dan penghentian kendaraan Presiden Joko Widodo oleh seorang wanita di Bali saat penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 dianggap menunjukkan rapuhnya pengawalan terhadap Presiden.

Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam mengatakan, jika tidak ada settingan, maka publik menilai betapa rapuhnya pengamanan terhadap presiden.

"Namun apabila ada settingan, maka tentu ini yang disebut sebagai pencitraan, mengingat pintu mobil Presiden pada saat itu terbuka dan seperti penarikan terhadap tangan presiden seperti tidak ada perlawanan," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (18/11).

Isu ini kata akademisi Universitas Sahid Jakarta, akan terus menjadi pertanyaan publik. Di mana, tim pengamanan presiden seperti tidak sigap dalam melakukan pengamanan kepada presiden.

"Jangan-jangan memang ada skenario yang seolah-olah mengarah kepada penyesatan informasi terhadap adanya prempuan yang dapat menerobos barisan keamanan Presiden. Namun apabila benar, maka dapat dinilai betapa lemahnya tim pengamanan Presiden," pungkas Saiful.***