Tim Independen Sebut Ada Upaya Halangi Pengusutan Kasus Pemerkosaan di Kemenkop UKM: Kata LPSK Korban Alami Trauma Berat dan Stres

Ilustrasi (Dok:Net)

JAKARTA (SURYA24.COM) - Tim independen pencari fakta kasus kekerasan seksual dan pemerkosaan terhadap pegawai Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) menyatakan ada upaya menghalangi pengungkapan kasus. Salah satunya dengan cara menggunakan relasi kekerabatan di Kemenkop UKM.

"Penanganan ini tidak tuntas dan justru dihambat, dan ditutupi karena ada faktor kekerabatan," kata ketua tim independen, Ratna Batara Munti, seperti dilansir Antara, Selasa (22/11/2022).

Tim independen telah membuat gambaran terkait tiap pelaku, di mana sebagian dari mereka memiliki hubungan kekerabatan dengan sejumlah pegawai di Kemenkop UKM.

Adanya faktor nepotisme antara pelaku dan pegawai lain, disebut berdampak buruk terhadap upaya pengusutan kasus. Karena itu, tim independen merekomendasikan agar dibentuk tim majelis etik yang bebas dari relasi kekerabatan dengan para pelaku.

"Kami berharap ada tim independen yang bebas dari relasi kekerabatan, yang bisa menegakkan sanksi terkait temuan sikap dan kebijakan yang diambil pejabat dalam kasus itu," jelasnya dikutip dari laman detik.com.

Ratna menambahkan, Menkop UKM Teten Masduki juga berpesan agar semua identitas pelaku, baik itu nama dan lain sebagainya, harus jelas agar bisa diproses sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Senada dengan Ratna, anggota tim independen pencari fakta Riza Damanik, sekaligus perwakilan dari Kemenkop UKM, mengatakan telah menyerahkan hasil rekomendasi kepada Teten Masduki terkait kasus tersebut.

Trauma Berat dan Stres

Sementara itu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan ND, korban pemerkosaan di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mengalami trauma berat hingga stres.

Hal itu diungkap langsung Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Selasa, 22 November 2022. Kondisi ND diketahui setelah LPSK melakukan asesmen psikologi.

"Berdasarkan observasi terstruktur dan wawancara psikologi, didapatkan hasil tampak mengalami stres dan trauma berat. Itu jawabannya atas kondisi ND," kata Edwin dalam keterangannya seperti dilansir viva.co.id.

Edwin juga menuturkan, kepribadian ND yang semula terbuka dan dekat dengan ibunya kini semakin tertutup pasca mengalami pemerkosaan tersebut. ND juga disebut jadi semakin sulit diajak berkomunikasi.

"ND, menurut orang tuanya atau menurut keluarganya menjadi pribadi yang berbeda pasca peristiwa. ND ini awalnya pribadi yang sangat terbuka dan dekat dengan ibunya," tutur Edwin.

"Namun, pasca peristiwa, menjadi pribadi yang tertutup. Bahkan cenderung sulit untuk diajak berkomunikasi walaupun dengan pihak keluarga atau orang tuanya," tandasnya.

Lebih lanjut, Edwin menuturkan Surat Pemberhentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan pemerkosaan ini tak sesuai dengan KUHAP hingga Peraturan Kapolri (Perpol).

"LPSK menyampaikan bahwa penghentian penyidikan perkara ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 109 ayat 2 KUHAP dan tidak sejalan dengan Perkap 6/2019 tentang penyidikan tindak pidana," ujarnya.

"Dengan demikian, penghentian penyidikan perkara batal demi hukum atau dinyatakan putusan itu tidak pernah ada," sambungnya.

Edwin melanjutkan, penyelesaian perkara dengan upaya restorative justice juga tidak memenuhi syarat dalam Peraturan Kapolri (Perkap) 6/2019. Hal ini dikarenakan peristiwa pemerkosaan merupakan perbuatan yang meresahkan masyarakat dan dikategorikan sebagai perbuatan berat dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.

"Jadi Pasal 286 tentang tindak pidana persetubuhan terhadap orang tidak berdaya, jelas ancaman hukumannya salah satu yang berat karena diatas 5 tahun, yaitu 9 tahun penjara," jelas Edwin.

Pun, dalam Perkap 6/2019 juga dijelaskan penyidik bisa menghentikan Perkara jika Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) belum diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, dalam perkara ini, penyidik sudah menyerahkan SPDP pada Desember 2019 lalu.

Maka dari itu, LPSK meminta agar Polri dapat membuka kembali kasus dugaan pemerkosaan pegawai Kemenkop UKM sebagai langkah memberikan keadilan terhadap korban.

"LPSK merekomendasikan agar Polri membuka kembali perkara ini melalui gelar perkara khusus berdasarkan Peraturan Kapolri nomor 6 tahun 2019 atau merujuk pada Perpol nomor 8 tahun 2021. Langkah ini merupakan efektif dan responsif untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban," tandasnya.

Untuk diketahui, kasus dugaan kekerasan seksual itu dilakukan empat pegawai Kemenkop UKM berinisial WH, ZP, MF, dan NN pada akhir tahun 2019. Korbannya ialah pegawai non-PNS Kemenkop UKM berinisial ND.

Kasus tersebut sempat diproses di Polresta Bogor, tetapi dihentikan dengan alasan korban sepakat damai. Selain itu, kasus dihentikan setelah korban dan pelaku ZP menikah pada Maret 2020.

Namun, usut punya usut, korban menyebut usulan pernikahan datang dari pihak kepolisian dan tidak tahu kasus dugaan kekerasan ini telah dihentikan. Selain itu, kasus juga ditentukan setelah penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD kemudian mengkritisi keputusan dari Polresta Bogor yang mengeluarkan SP3 kasus dugaan kekerasan seksual di lingkungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenko UKM).

Kini Mahfud memastikan, SP3 atas kasus dugaan kekerasan seksual tersebut batal dan keempat pelaku harus menanggung konsekuensi hukum atas perbuatannya. Keputusan tersebut diambil dari hasil rapat gabungan yang digelar di Kantor Kemenko Polhukam pada Senin, 21 November 2022.

Turut hadir, pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kompolnas, Kejaksaan, Kemenkop UKM hingga Kabareskrim Polri.

"Memutuskan bahwa kasus perkosaan terhadap seorang pegawai di kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang korbannya bernama NDN dilanjutkan proses hukumnya dan dibatalkan SP3-nya," ujar Mahfud dalam keterangannya.

"Oleh sebab itu, terhadap 4 tersangka dan 3 saksi, yaitu N, kemudian MF, WH, ZPA, kemudian saksinya dianggap terlibat A, T, dan H supaya terus diproses ke pengadilan," sambungnya.

Minta Teten Pecat Pegawai Kemenkop Pelaku Pemerkosaan

Dibagian lain, Tim Independen Pencari Fakta telah menyerahkan tujuh rekomendasi terkait kasus dugaan kekerasan seksual di lingkungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop-UKM) kepada Menkop-UKM Teten Masduki, Selasa (22/11).

Salah satu rekomendasi Tim Independen yang dibentuk Kemenkop UKM itu adalah terkait sanksi yang seharusnya dijatuhkan kepada para terduga pelaku pemerkosaan. Terutama, empat pegawai yang masih bekerja di kementerian tersebut.

"Kami merekomendasikan agar sanksinya diperberat," ujar Ketua Tim Independen Pencari Fakta Ratna Batara Munti dalam konferensi pers, Jakarta, Selasa (22/11).

Menlansir cnnindonesia.com, diketahui, ada empat pelaku yang masih bekerja di Kemenkop-UKM. Mereka berinisial MF, NN, WH, dan ZPA. Adapun WH dan ZPA berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

"Sanksi dari dua PNS yang semula hanya mendapat penjatuhan hukuman satu tahun penurunan masa jabatan itu dua pelaku utama...Kami rekomendasikan terhadap dua PNS ini kita rekomendasikan untuk diberhentikan," jelas Ratna.

Sementara untuk dua pelaku lain yang merupakan tenaga honorer, tim independen merekomendasikan agar salah satunya diputus kontrak. Sementara yang lainnya dikenakan sanksi diturunkan masa jabatannya.

Di sisi lain, Teten menyebut telah menerima semua rekomendasi yang disampaikan tim independen. Ia juga menegaskan bahwa rekomendasi tersebut bakal segera dilaksanakan.

"Dalam kesempatan ini saya menerima secara utuh seluruh rekomendasi yang disampaikan, dan sekaligus mengucapkan terima kasih kepada Tim Independen yang telah bekerja secara cepat dan selesai sebelum target waktu yang ditentukan," kata Teten dalam keterangan tertulis, Selasa.

Sebagai informasi, tim independen yang dibentuk pada 26 Oktober 2022 oleh Teten itu terdiri dari Ketua yaitu Ratna Batara Munti dari Aktivis Perempuan.

Lalu, anggotanya, yakni perwakilan dari Kemenkop-UKM Riza Damanik; perwakilan dari KemenPPPA Margareth Robin Kowara; Aktivis Perempuan, Sri Nurherwati dan Ririn Sefsani;

Berikut tujuh rekomendasi Tim Independen Pencari Fakta dalam kasus ini:

1. Menetapkan Hukuman Disiplin pemberhentian untuk dua PNS dan satu honorer.

2. Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama satu tahun untuk satu orang PNS.

3. Membubarkan Majelis Kode Etik yang dibentuk di 2020 dan kemudian membentuk Majelis Kode Etik baru dalam upaya penerapan sanksi tegas kepada para pejabat yang melakukan pelanggaran dan maladministrasi yang berdampak berlarutnya penyelesaian kasus ini.

4. Memperbaiki kode etik dan kode perilaku ASN Kemenkop-UKM.

5. Pembatalkan pemberian rekomendasi beasiswa.

6. Memastikan terpenuhinya pemenuhan hak-hak Korban dalam penanganan, pelindungan dan pemulihan.

7. Melakukan mapping dan analisis tata kelola SDM di Lingkungan Kemenkop-UKM.

Kasus dugaan pemerkosaan oleh sejumlah pegawai Kemenkop-UKM terhadap perempuan yang juga bekerja di kementerian itu sebelumnya diusut di Polresta Bogor, Jawa Barat. Namun, kasus itu kemudian disetop penyidikannya atau SP3.

Kasus itu pun menjadi perhatian Pemerintah Pusat hingga dibahas dalam rapat gabungan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, awal pekan ini.

Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan dalam rapat itu diputuskan kasus pemerkosaan tersebut dibuka kembali pengusutannya, dan perkaranya ditarik ke Polda Jabar.

 

"Memutuskan bahwa kasus perkosaan terhadap seorang pegawai di kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang korbannya bernama NDN dilanjutkan proses hukumnya dan dibatalkan SP3-nya," ujar Mahfud dalam video rilis yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (21/11).

Terpisah, Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan Polda Jabar akan melakukan gelar perkara untuk membuka kembali kasus tersebut.

"Rekomendasi rapat tadi sudah diputuskan demikian. Polda Jabar akan menindaklanjuti dengan gelar untuk membuka kembali kasus tersebut," ujar Agus kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Senin.***